Ketan Duren, Kue Basah Khas Betawi

Buah-buah durian yang masak dan berkualitas bagus, diambil isi daging buahnya, lalu dikocok fan dihaluskan dengan pengocok telur. Untuk lebih meningkatkan rasa, ‘bubur’ durian itu biasa ditambahi madu lenah hingga rasanya lebih ‘wah”.

Seide.id 04/04/2023 – Sore kemarin, Resti ada acara bukber, berbuka (puasa) bersama teman-temannya semasa dia bekerja di Sekretariat ASEAN , Jakarta. Saya sekadar antar dan jemput ke dan dari lokasi bukber di sebuah rumah temannya di bilangan Pondokpetir, Bojongdari di pinggir barat-laut Kota Depok, Jawa Barat. Tak ada hal spesial dari acara ini, selain menjalin silaturahim dengan teman di hari ke-11 Ramadhan 1444 Hijriyah.

Tapi saat menjemput Resti untuk kami balik pulang ke rumah, ada sebuah kejutan saya temukan di meja saji dimana ragam menu kuliner (bawaan para peserta bukber) digelar untuk dinikmati bersama, yakni sekotak kardus berisi kue basah dalam ukuran relatif mungil-mungil (bisa jadi karena sengaja dikemas untuk sekali caplok), yang dari bentuk serta harum yang menguar dari padanya, selera saya kenali sebagai Kue Ketan Duren alias Ketan Durian.

Ini merupakan bagian dari tradisi kuliner kue basah khas Betawi yang tergolong “eksklusif”, baik dari sebagian bahan yang digunakan untuk membuatnya maupun dari kalangan orang atau tamu yang sengaja dihidangkan oleh SI Empunya Kue Ketan Duren untuk menikmatinya.


Saya ingat pertama kali menikmatinya saat diajak Bapak dan Ibu berkunjung ke rumah keluarga seorang relasi Bapak sebuah komplek rumah gedong yang zaman itu dikenal sebagai daerah Belanda Depok, sekitar lima belas menit naik delman dari depan Stasiun KA Depok Lama.

Satu di antara sajian untuk kami nikmati adalah Kue Ketan Duren yang pemilik rumah menyebut memesannya secara khusus dari tetangganya, warga aseli Depok, yang memang biasa membuat dan terima pesanan Kue Ketan Duren buatannya.

Setuju atau tidak setuju, Ketan Duren adalah jenis kue-basah Betawi yang sejak dulu mendapat perlakuan khusus. Pertama, karena umumnya hanya dibuat pada bulan-bulan tertentu saat puncak musim durian, yakni antara Desember hingga Maret. Yang kedua, karena (bahkan hingga zaman ini) durian terbilang buah mahal dibandingkan buah’buah segar neheri tropika lainnya. Dengan kata lain, maaf beribu maaf, cuma pemilik kebun dan orang yang relatif berpunya saja yang sanggup membeli durian untuk disantap.Orang kebanyakan cuma bisa mencium harunnya saja ha…ha…ha…!

Membuat Kue Ketan Duren juga tak begitu mudah, dibanding bikin Ketan Urap misalnya. Untuk Ketan Duren, karena akan jadi kue eksklusif, bahan beras ketan dipilih dan ditanak secara spesial, diberi bumbu, lalu ditata ke dasar wadah kotak-kotak yang terbuat dari daun pandanwangi. Kotak-kotak kecil seuluran kotak korek api, karena nantinya dimaksudkan sebagai kue sekali caplok.

Buah-buah durian yang masak dan berkualitas bagus, diambil isi daging buahnya, lalu dikocok fan dihaluskan dengan pengocok telur. Untuk lebih meningkatkan rasa, ‘bubur’ durian itu biasa ditambahi madu lenah hingga rasanya lebih ‘wah”. Isi daging durian yang sudah dilembutkan itu lantas disalutkan le atas lempeng letan hingga wadah faun.pandanwangi terisi pemuh. Kie siap dikirim.ke rumah pemesan atau untuk dinikmati sendiri di antara kalangan terbatas.

Ada satu kejadian lucu. Tahun 1967 saya berkesempatan mendampingi Ibu kondangan di rumah tetangga yang sedang menggelar hajat pemganten bagi putrinya.

Seperti umumnya hajatan kampung, para tamu yang datang ditempatkan di bangku melingkar meja-meja kayu di bawah tenda di halaman rumah pemilik hajat. Siapa yang datang, sila mencari bangku kosong untuk menikmati kue-kue dan buah segar yang terhidan di tiap meja.

Demikian juga dengan kami. Usai bertemu pangantin, Ibu menggamit saya untuk mencari tempat duduk seperti tamu-tamu lainnya. Tapi mendadak, Nyonya si empunya hajat mendatangi Ibu dan.membimbing kami ke meja khusus, yang di zaman modern sekarang imi mungkin setara dengan Meja VIP. Kami duduk ditemani pasangan pemilik hajat yang mengajak Inu berbincang banyak hal, sementara di meja-meja lainnya mata para tamu seperti tak lepas memandangi kami.

Dalam amatan saya, apa yang tersaji di meja dan ruang khusus itu relatif memang sefikit berbeda. Paling tidak ada beberapa sajian kuliner Betawi yang tak tampak di meja umum. Termasuk juga nampan berisi Kue Ketan Duren yang sengaja disajikan ‘pelayan’ saat kami duduk. ***

Avatar photo

About Heryus Saputro

Penjelajah Indonesia, jurnalis anggota PWI Jakarta, penyair dan penulis buku dan masalah-masalah sosial budaya, pariwisata dan lingkungan hidup Wartawan Femina 1985 - 2010. Menerima 16 peeghargaan menulis, termasuk 4 hadiah jurnalistik PWI Jaya - ADINEGORO. Sudah menilis sendiri 9 buah buku.