Indonesia mesti berada di posisi strategis dalam menghadapi kekuatan blok dan komunikasi yang sering bertentangan dengan sikap presiden. ( Foto: Seputar Tangsel)
Politik luar negeri indonesia itu adalah politik bebas aktif. Kita tidak mengenal blok. Bahkan kita adalah negara penyokong utama gerakan non blok. Pengalaman kita cukup panjang. Betapa buruk nasib kita, ketika berada dalam salah satu blok kekuatan barat.
Era Soekarno, kita pernah terjebak pro Beijing. Apa yang terjadi? Soekarno dijatuhkan oleh operasi intelijen AS. Era Orba, 32 tahun kekuasaan Soeharto pro AS dan Barat. Sampai kita mau saja dijadikan negara agresor. Atas perintah AS, kita invasi ke Timor Timur. Semua itu pelajaran mahal bagi kita yang lari dari pembukaan UUD 45 dan Pancasila.
Berdasarkan letak geografisnya, kepulauan Indonesia di antara Benua Asia dan Benua Australia, serta di antara Samudera Hindia dan Samudera Pasifik. Dengan demikian, wilayah Indonesia berada pada posisi silang, yang mempunyai arti penting dalam kaitannya dengan iklim dan perekonomian. Indonesia sebagai titik persilangan kegiatan perekonomian dunia, antara perdagangan negara-negara industri dan negara-negara yang sedang berkembang. Misalnya antara Jepang, Korea, dan RRC dengan negara-negara di Asia, Afrika, dan Eropa. Atas dasar itu, sangat penting menerapkan politik luar negeri yang bebas.
Dalam posisi Non-blok, Indonesia harus terus mendefinisikan peran strategisnya di kawasan. Terutama ketika persaingan antara Beijing dan Washington semakin meningkat, Jakarta harus memainkan kartu atas dua kekuatan besar itu, dengan harapan dapat mengambil keuntungan. Kita tidak mungkin bersikap anti China, dan tentu tidak harus berteman dekat dengan AS. Sikap Indonesia membiarkan Singapore melakukan penandatanganan Defence Cooperation Agreement (DCA) dengan AS. Tanpa kita melakukan apapun, balancing power terjadi atas upaya China yang berusaha menanamkan pengaruh di ASEAN.
Selagi balancing power antara Tiongkok dan AS, terus kita jaga dengan prinsip Non Blok. Indonesia bisa menarik keuntungan dari dua kekuatan besar itu. Kita punya sumber daya besar di Laut China Selatan (LCS). Yang tidak mungkin dikelola sendiri. Karena butuh tekhnologi dan modal besar untuk mengelolanya. Keberadaan China dan AS, dalam kuridor Indopasific bisa kita manfaatkan untuk kerjasama ekonomi. Walau AS dan China punya tujuan geopolitik dalam memberikan bantuan ekomnomi namun kita tidak terjebak dengan kepentingan geostrategis mereka.
***
Pak Prabowo sebagai menteri pertahanan bertugas menjaga geopolitik untuk kepentingan geostrategis Indonesia. Harusnya paham konstelasi global yang berkaitan dengan geopolitik AS dan China terutama berkaitan dengan kawasan LCS. Sikap harus jelas. Bahwa kita tidak pada posisi di China maupun AS. Tapi sikapnya tahun lalu telah menimbulkan ketegangan antara Indonesia -China.
Bulan Maret 2021, waktu kunjungan ke Tokyo, Prabowo komit bersama Jepang menentang segala upaya China untuk mengubah status quo atas wilayah nine dash line yang diclaim China. Padahal Indonesia tidak sedang dalam sengketa dengan China. Karena solusi sudah ada. Yaitu kemitraan ekonomi di kawasan LCS. China masih sabar saja atas sikap Prabowo itu.
Belum cukup membuat China terperangah, waktu kunjungan ke Bahrain pada Dialog Manama IISS ke-17 bulan November tahun lalu, Prabowo mengatakan bahwa Indonesia harus “realistis”. Yang menyiratkan sulit bagi Indonesia akan terus nonblock. Artinya demi kepentingan nasional, Indonesia bisa saja berpihak kepada salah satu kekuatan besar. Pernyataan Prabowo kedua ini menambah eskalagi ketegangan antara China dan Indonesia. Apa yang terjadi kemudian? China protes karena Indonesia membor gas di blok Tuna. Ini kali pertama dalam sejarah China protes keras berkaitan dengan kawasan Nine dast line yang dikalim China sebagai miliknya.
Untunglah Jokowi cepat beraksi. Nota proters China itu dijawab langsung secara rahasia. Jokowi mengirim utusan resmi ke Beijing. Menjelaskan kebijakan Indonsia tentang Blok Tuna. Akhirnya Beijing bisa terima. Namun dua minggu kemudian dalam rangka kunjungan ke ASEAN, Tanggal 14 desember 2021 Menlu AS, Blinken, entah siapa dari Indonesia yang punya peran, sehingga membelokan tour Blinken yang seharusnya ke Bangkok malah ke Indonesia lebih dulu. China anggap Indonesia tidak serius menyelesaikan masalah blok Tuna ini dengan damai sesuai kuridor Indopacific.
Saya tahu, memang sullt bagi Jokowi untuk menolak kedatangan Menlu AS, Blinken. Apalagi agenda kunjungan itu bersifat kenalan saja. Ternyata bukan sekedar kenalan. Blinken datang untuk mempertegas posisi AS di Indo Pacific. Bahwa AS akan memainkan perannya lebih besar dibidang ekonomi di kawasan Indopacific. AS akan memberikan bantuan dana dan tekhnologi ke Indonesia dan negara ASEAN. Artinya dengan percaya diri, Blinken berkata, lebih baik kerjasama dengan AS daripada dengan China. Nah kacau kan.
Kementrian luar negeri China protes. AS dianggap melanggar kesepakatan tingkat tinggi antar presiden. Dalam kesepakatan itu, China dan AS sepakat untuk menjadikan kawasan damai di Laut China Selatan. ( LCS). Artinya baik China maupun AS , tidak akan menciptakan blok di kawasan LCS. Semua masalah diselesaikan dalam kuridor kerjasama regional dan lebih utamakan kerjasama ekonomi.
Tetapi saya tahu, China lebih percaya kepada kepemimpinan Jokowi. Pada saat kunjungan Blinken ke Indonesia, sorenya atau pada hari yang sama Jokowi menerima kunjungan Sekretaris Dewan Keamanan Rusia Nikolai Patrushev. Menlu AS jelas merasa diremehkan Jokowi. Seolah dianggap kecil. Apalagi AS tahu hubungan China dan Rusia, dalam dunia diplomasi. Tidak perlu ungkapan, tetapi tindakan sudah menunjukan sikap jelas Indonesia.
“ Gua engga ikut kemana mana. Mau deal sama gua. Bawa duit. Gua ada lokasi. Lue ada uang? Engga ada uang. Minggir aja. “ Kira kira begitu kata Jokowi.
Saya tahu Prabowo berusaha mengarahkan politiknya ke AS. Berharap memudahkan dia menuju RI-1 2024. Dan siapa lagi pengarahnya kalau bukan gang Harvard. Seharusnya kita belajar dari Ukraina dan negara lain. Ketika negara itu masuk salah satu blok besar, maka negara itu akan dijepit oleh perseteruan dua blok besar itu. Amanah UUD 45 tentang politik bebas aktif itu, adalah aset dan value indonesia untuk mengoptimalkan sumber daya kita untuk kepentingan nasional dan serta ikut serta dalam ketertiban dunia. Jagalah itu. Jangan karena kepentingan politik pragamatis, malah politk bebas aktif itu dikorbankan.
Kemarin Rabu waktu New York, diadakan pemunguat suara oleh 193 anggota PBB atas sikap Rusia yang meng-invasi Ukrania. Hasilnya? 141 anggota PBB mendukung resolusi yang menentang invasi Rusia ke Ukraina. Indonesia masuk dalam barisan yang menentang itu. China, India, dan Afrika Selatan termasuk di antara 35 negara yang abstain. Sedangkan lima negara pendukung Moskow adalah Eritrea, Korea Utara, Suriah, Belarusia, dan tentu saja Rusia.
Saya tidak melihat bahwa Indonesia pro ke AS. Indonesia menolak invasi itu sudah sesuai dengan amanah UUD 45. Bahwa kita menentang segala bentuk penjajahan di muka bumi dan ikut serta dalam perdamaian dunia. Yang hebat politk luar negeri kita bisa bermain cantik. Yang tahu pasti hasil pemungutan suara itu akan di bawa dalam rapat Dewan keamanan tetap PBB. Nah kalau salah satu negara dari lima anggota DK-PBB menolak. Ya resousi PBB itu batal. Pasti China dan Rusia yang anggota DK-PBB memveto.
Dengan sikap itu, Indonesia tidak perlu capek layanin rengekan dubes Urania agar mengutuk Rusia. Agar memberikan bantuan ke Ukrania. Tak perlu capek lobi kesana kemarin agar ikut ambil bagian dalam proses perdamaian, Kita diam saja. Sibuk aja urus dalam negeri. Nanti kalau PBB membentuk pasukan perdamian seperti dulu di Bosnia, ya kita kirim pasukan Garuda perdamain. Karena itu memang amanah UUD 45.
Hidup tanpa terpaku kepada blok kiri atau kanan itu indah. Kita damai dan tidak punya beban harus seperti apa teman mau. Kita hanya fokus kepada perdamaian dan kebaikan saja. Kalau baik ya kita dukung. Kalau engga ya sorry saja. Kalau ada uang, kita bisnis. Kalau engga ada uang, teman saja. Dah gitu aja.
BACA JUGA