Cerpen: Ketika Cinta Tidak Harus Memiliki

Ya, Allah, kenapa Engkau pertemukan aku dengan dia lagi, keluh saya dalam hati. Ketika saya melihat gadis itu ada di antara para pengunjung lapas.

Saya mencoba menghindari tatapan matanya yang berkilau jernih itu dengan bersembunyi di balik napi yang lain. Tapi terlambat. Saya melihat raut wajahnya yang kaget, dan pucat.

Saya menunduk makin dalam. Saya tidak menyangka, kalau gadis itu, DS termasuk seorang dari rombongan pelayanan kasih.

Pikiran saya makin tidak karuan. Saya merasa diri ini makin hina, kecil, dan tak berarti.

Jujur, selama acara pelayanan kasih saya tidak bisa konsentrasi. Seandainya mempunyai sayap, saya ingin terbang menjauh dari DS. Saya tidak kuat didera kegelisahan yang sangat menyakiti hati ini.

Seharusnya saya tetap menjaga jarak agar tidak tertarik pada DS. Tidak membiarkan bayangan DS mencengkram hati ini. Saya harus sadar sesadarnya, bahwa mantan napi itu tidak layak menyunting bidadari!

Saat cinta menggoda, saya tersandung kasus perkelahian dengan kekerasan. Saya tidak menyangka, teman yang saya bela itu melukai musuh dengan senjata tajam. Akibatnya, saya terseret kasus, hingga menghuni lapas kembali.

“Saya ikut prihatin dengan kejadian yang menyeretmu, SR,” kata DS membuka percakapan, setelah acara pelayanan kasih usai.

Saya mengucapkan terima kasih, dan tersenyum tipis.

“Tumben kau ikut grup pelayanan.”

“Kebetulan saya pulang ke rumah Mbak LT, lalu diajak pelayanan. Dan kita ketemu.”

Jantung saya seakan berhenti. Jadi Mbak LT yang baik pada saya itu ternyata kakak kandung DS. Saya merasa makin kerdil dan kehilangan nyali.

“Saya juga dengar dari Mbak LT, besok kau bebas bersyarat. Jika tidak keberatan, saya mau menjemputmu, lalu pulang bareng,” ajak DS.

Jarum keharuan menusuki dada ini hingga berdarah dan nyeri. DS bagai seorang dewi, sebaliknya saya hina dan kotor.

Saya segera menghalau mimpi itu. Sejak lama saya menghindari DS, karena saya sadar diri akan hidup saya yang amburadul dan sulit diatur.

Saya juga segera menghalau yang dikotbahkan Pastor tadi, mengenai berharganya kita bagi Allah.

“… ada sukacita yang lebih besar di surga atas 1 orang berdosa yang bertobat daripada atas 99 orang benar yang tidak membutuhkan pertobatan…”

Saya diam, menunduk, dan tidak mampu menjawab.

Saya merasa jiwa ini luluh lantak, ketika DS memegang lengan saya dengan lembut. Air mata saya menetes dalam kehinaan yang paling hina!

Foto : Bingo Naranjo/Pixabay

Cerpen: Pak Sabar

Avatar photo

About Mas Redjo

Penulis, Kuli Motivasi, Pelayan Semua Orang, Pebisnis, tinggal di Tangerang