Dengan materi film sesensitif ini, awalnya Pengadilan Tinggi Gujarat mengeluarkan fatwa pelarangan pemutaran Maharaj atas permintaan sekelompok masyarakat Hindu yang khawatir akan terjadi aksi kekerasan terhadap pengikut sekte Pushtimarga. Namun setelah mereka menonton dan mengevalusi, larangan itu dibatalkan sehingga bisa ditayangkan di bioskop-bioskop India dan oleh kanal Netflix sejak akhir Juni 2024.
OLEH AKMAL NASERY BASRAL*
PESAN utama film Maharaj tetap relevan dengan kondisi masyarakat era digital, meski kisah sebenarnya terjadi lebih dari 1,5 abad silam yang banal
1/
Jurnalisme investigasi adalah mahkota dunia informasi. Saat rahasia yang disembunyikan rapat-rapat oleh otoritas (kekuasaan atau keagamaan) dikelupas melalui penelusuran melelahkan, kadang membahayakan, nyawa sang jurnalis dan media yang memberitakan.
Contoh klasik adalah keuletan wartawan Carl Bernstein dan Bob Woodward dari harian The Washington Post membongkar skandal Watergate yang bermuara pada terjungkalnya Presiden Richard Nixon. Kerja investigatif itu menjadi inspirasi film All the President’s Men (1976) yang telah menjadi studi referensial bagi praktisi dunia jurnalistik, ilmu hukum, dan pekerja sinema.
Contoh lainnya investigasi trio reporter Michael Rezendez, Walter Robinson dan Sacha Pfeiffer dari koran The Boston Globe saat mengendus adanya pelecehan seksual para pendeta Gereja Katolik Boston terhadap anak-anak jemaat pada era 1970-an. Tragedi ini diangkat duet penulis skenario Josh Singer dan Tom McCarthy—sekaligus sebagai sutradara— film Spotlight (2015), dengan aktor Mark Ruffalo memerankan Rezendez, Michael Keaton menjadi Walter Robinson dan Rachel McAdams sebagai Sacha Pfeiffer.
Kini, referensi film jurnalisme investigasi bertambah satu lagi melalui Maharaj (2024) persembahan sutradara India, Siddhart P. Malhotra. Terinspirasi kisah nyata kasus pencemaran baik pemuka agama Hindu, Jadunath Maharaj ( Maharaj Libel Case 1862 ), geger sosial ini ditabalkan sebagai “kasus hukum terbesar ketika Inggris menjajah India”. Malhotra mengekstrak novel sejarah karya wartawan-penulis Saurab Shah berjudul sama sebagai sumber utama filmnya yang berdurasi 131 menit.
2/
Maharaj dibuka dengan kelahiran seorang bayi lelaki yang diberi nama Karsandas Mulji pada 1832 di Bombay (berganti menjadi Mumbai sejak 1995). Keluarga Karsan penganut sekte Pushtimarga Sampradaya, cabang mazhab Waisnawa ( Vaishnavism ) yang menempatkan Mahavishnu, Sang Purusha Agung, pencipta alam semesta dan penjaga keberlangsungannya, sebagai dewa tertinggi. (Di Indonesia, visualisasi Purusha Agung terlihat pada Patung Garuda Wisnu Kencana di Jimbaran, Bali).
Sejak kecil Karsan selalu kritis terhadap segala hal. Mulutnya tak pernah berhenti menanyakan beragam ihwal, dari fenomena sosial hingga wilayah agama yang sensitif dan sakral. Rangkaian adegan pembuka yang beraroma coming of age ini dibutuhkan sebagai fondasi cerita tersebab peran Karsan sebagai protagonis.
Memasuki usia 20–Karsan dewasa diperankan aktor debutan Junaid Khan–dia bertunangan dengan dara cantik bernama Kishori (Shalini Pandey). Berbeda dengan pasangan di India yang biasanya langsung menikah, Kishori melanjutkan sekolah atas izin Karsan yang mulai meniti karir sebagai wartawan harian Rast Goftar bagi kelas menengah yang berbahasa Anglo-Gujarat. Pemilik koran itu adalah Dadabhai Naoroji (Sunil Gupta), seorang intelektual muda yang berusia hanya 7 tahun lebih tua. Tulisan-tulisan Karsan yang kritis dan galak membuat pamornya melejit sebagai favorit pembaca.
Sebagai dua sejoli, penampilan Karsan – Kishori sangat serasi, berintelektual tinggi, sekaligus pengikut setia Jadunathjee Brajratanjee Maharaj, pemimpin spiritual tertinggi sekte Pushtimarga, yang dipanggil ‘JJ’ dengan sepenuh hormat oleh umat.
Setiap kali JJ melangkahkan kaki di area publik, para lelaki merebahkan diri dan menjulurkan tangan agar kaki JJ menginjak telapak tangan mereka, bukan tanah atau jalan raya. Umat pun memberikan donasi besar untuk hivali–rumah ibadah–sehingga berdiri megah dan mewah di tengah kondisi warga sekitar yang miskin parah.
Keharmonisan hubungan Karsan – Kishori berubah drastis pada satu hari besar keagamaan. JJ yang tertarik melihat kecantikan Kishori meminta gadis molek itu menjalani upacara charan seva (penyerahan diri secara total). Charan seva berlangsung di dalam hivali dan boleh diintip para lelaki dewasa dengan membayar uang kepada asisten JJ yang berjaga di depan pintu.
Karsan terlambat mengetahui upacara itu. Dia mendobrak masuk ke dalam hivali dan melabrak JJ yang mencemari kesucian Kishori. Di luar dugaannya, Kishori menyatakan rela melakukan charan seva sebagai bukti ketaatan sebagai perempuan Pushtimarga. Karsan meradang dan menyebutkan percuma Kishori sekolah jika tetap bodoh tertipu syahwat senggama yang dimanipulasi JJ sebagai bentuk kepatuhan beragama. Karsan pun memutus ikatan pertunangan mereka.
Tindakan itu menjadi bumerang bagi Karsan. Ayah dan keluarga besarnya berbalik melindungi Kishori karena meyakini chavan seva sebagai tradisi sakral yang harus dijalani sebagai dharma. Karsan diusir dari rumah. Tak menyangka akan mendapat perlakuan itu, Karsan menulis liputan rinci Rast Goftar, termasuk menulis nama lengkap JJ. Cara itu dianggap berisiko tinggi oleh Dadabai Naoroji yang menolak menerbitkan karena khawatir reaksi balik yang keras dari umat Pushtimarga.
Karsan memilih mundur dari Rast Goftar dan mendirikan koran sendiri_Satya Prakash_ yang ditujukan bagi kelas bawah umat Hindu. Saat itu usianya baru 25 tahun. Dengan memiliki koran sendiri, tulisannya bisa diterbitkan tanpa disensor sama sekali. Problem muncul saat koran didistribusikan karena di tengah perjalanan, preman-preman yang dikendalikan JJ menghadang dan merampas seluruh edisi serta membakarnya di dalam hivali.
Rangkaian peristiwa itu membuat Kishori depresi sehingga memilih bunuh diri. Dia meninggalkan surat agar Karsan terus melakukan investigasi terhadap perilaku lancung JJ yang sudah menodai kesuciannya dan banyak perempuan Pushtimarga lainnya atas nama kepatuhan terhadap ajaran agama.
Karsan menyesali sikapnya yang keras terhadap Kishori, namun perjalanan waktu tak bisa dikembalikan. Dia harus mewujudkan pesan terakhir tunangannya, sekaligus kritisismenya selama ini terhadap ajaran Pushtimarga. Dalam pergaulan sosial, Karsan semakin dikucilkan umat.
Tak dinyana seorang perempuan muda cerdas dan pemberani bernama Viraaj (Sharvari Wagh) mengajukan diri untuk menjadi editor Satya Prakash. Viraaj punya keberanian lain yang tak dimiliki perempuan India, yakni nyali menyatakan cinta lebih dulu kepada lelaki idaman hati. Dia melamar Karsan sebagai calon suami. Sang jurnalis menolak dengan sopan dan memilih menjaga hubungan mereka sebatas rekan kerja.
Melalui beragam strategi, laporan investigatif Karsan tentang kebejatan syahwat JJ di Satya Prakash bisa mencapai tangan pembaca. Kehebohan muncul. JJ murka dan memerintahkan pintu hivali dikunci agar umat tak bisa beribadah. Tujuannya agar umat menekan Karsan untuk meminta maaf. Namun Karsan bergeming dan mengajak umat untuk beribadah di luar hivali. Sebab bagi Karsan, dalam hal ibadah yang penting buat tempat melainkan niat.
Melihat pembangkangan Karsan yang berkelanjutan, JJ memilih melaporkan jurnalis kepala batu itu ke Mahkamah Agung. Tuduhannya melakukan pencemaran nama baik terhadap dirinya sebagai pemimpin sekte Pushtimarga. Pengadilan pun digelar oleh majelis hakim yang dipimpin Hakim Matthew Robert Sausse. Hukum pidana Anglo-Saxon dipilih JJ dengan tujuan untuk mempermalukan Karsan yang tak bisa ditaklukkan dengan aturan agama.
Persidangan berjalan sengit karena pengacara Karsan dan pengacara JJ saling mengajukan saksi sesuai kepentingan masing-masing. Umat Pushtimarga yang menghadiri persidangan menunjukkan pemihakan terbuka terhadap JJ. Kendati pengacara Karsan bisa menghadirkan dokter pribadi JJ yang bersaksi bahwa sang pemuka agama mengidap sifilis akibat melakukan hubungan kelamin dengan banyak perempuan, namun pengacara JJ mampu membalikkan keadaan dengan kepiawaiannya menyusun retorika.
Posisi Karsan semakin lemah di persidangan ketika satu persatu perempuan korban chavan seva yang awalnya setuju menjadi saksi, berubah pikiran dan tak mau datang ke pengadilan. Di saat genting saat posisinya tinggal seorang diri, Karsan menyampaikan sikapnya yang akan terus melawan JJ meski dari dalam penjara meski sendirian.

Aktris Shalini Pandey memerankan dara cantik Kishori tunangan Karsan
Pidato ini menjadi titik balik yang mengubah keadaan. Satu persatu perempuan yang hadir di persidangan, dan pernah menjadi korban JJ, menjadi berani menjadi saksi. Begitu juga dengan para lelaki yang anak atau keponakan mereka pernah menjadi upacara charan seva.
Pada 22 April 1862, ketua majelis hakim M.R. Sousse mengeluarkan keputusan bersejarah yang membebaskan Karsan dari segala tuduhan. Charan seva menjadi praktik terlarang dan tak boleh dilanjutkan. Film terhenti di sini. Dalam kehidupan nyata, Karsandas Mulji wafat sembilan tahun kemudian pada 1871 dalam usia 39 tahun. Namanya dihormati di India sebagai seorang pembaharu sosial yang menegakkan harga diri dan martabat perempuan dari pembajak bejat ajaran agama seperti dilakukan Jadunath Maharaj.
3/
Dengan materi film sesensitif ini, awalnya Pengadilan Tinggi Gujarat mengeluarkan fatwa pelarangan pemutaran Maharaj atas permintaan sekelompok masyarakat Hindu yang khawatir akan terjadi aksi kekerasan terhadap pengikut sekte Pushtimarga. Namun setelah mereka menonton dan mengevalusi, larangan itu dibatalkan sehingga bisa ditayangkan di bioskop-bioskop India dan oleh kanal Netflix sejak akhir Juni 2024.
Akting Junaid Khan sebagai aktor debutan patut diacungi jempol karena mampu menghidupkan peran seorang reformis muda yang vokal, meski terkadang muncul juga sikap jail dan konyolnya yang bisa membuat penonton tergelak-gelak. Namun bagi aktor kawakan Aamir Khan, ayah kandung Junaid, akting putranya dalam Maharaj baru “setengah matang”. Ah, tentu saja Aamir tak mudah puas jika soal akting. Jangan lupa dengan nama julukannya yang diberikan masyarakat India: Mr. Perfectionist.
Namun untuk “akting setengah matang” itu pun, Maharaj sangat layak menjadi referensi tontonan bagi pecinta film serius, jurnalis, dan para ksatria keadilan sosial ( social justice warrior ), sebagai tambahan asupan energi dalam membongkar topeng-topeng standar ganda yang terus berkamuflase di tengah masyarakat.
18 Januari 2024
*Penulis adalah mantan redaktur film Tempo (2004 – 2010) dan Gatra (1994 – 1998), penulis 26 buku, termasuk novel Nagabonar Jadi 2 (2007) dan Sang Pencerah (2010)