Maju mundur salah, nyerong ke kiri-kanan salah, dan diam juga salah. Lalu, ke mana dan dengan cara apa kita mencari untuk menemukan yang benar?
Pernah mendengar kisah Nasaruddin bersama anaknya dan seekor keledai?
Keledai dinaiki berdua, dibilang keterlaluan. Dinaikin bapaknya atau oleh anaknya saja, dibilang bapak atau anak yang tak tahu diri. Bahkan ketika keledai itu dituntun dan mereka berdua berjalan kaki, tetap juga disalahkan.
Begitu pula dengan hidup kita.
Ketika kita ngurusin dan terpengaruh oleh omongan orang lain, kita selalu salah. Tak ada benarnya. Hidup begitu banyak kekurangan, jiwa kita semakin tertekan, stres, dan pusing sendiri.
Sekalipun kata-kata orang membuat telinga kita memerah, jangan mudah reaktif.
Seburuk dan senegatif apapun penilaian orang kepada kita jangan dimasukan ke dalam hati, tapi kita terima sebagai masukan untuk refleksi diri.
Dengan berpikir jernih, kita tidak mudah tersinggungan, tapi belajar sabar, tenang, dan memahami orang lain.
Kuncinya, kita diajak berpikir positif dan berprasangka baik.
Kritikan, diremehkan, atau dihina orang itu biasa. Luar biasa, jika kita menjawab tantangan itu sebagai penyemangat agar kita memberikan yang terbaik. Sekaligus agar kita semakin rendah hati.
Dengan memberikan yang terbaik kepada orang lain berarti kita memperoleh yang terbaik pula dari diri sendiri. (MR)