Lolos dari stroke sudah bisa kembali berkaki lima
Oleh RAHAYU SANTOSA
Suatu hari, ketika Tuhan bercanda dengan saya, langsung saja memberi hadiah stroke. ‘’Kamu saya hadiahi stroke, agar bisa bayar kontrakan rumah,’’ begitu kira-kira kalau Tuhan bicara.Dua tahun lalu, tepatnya 11 September 2019, tiba-tiba saya terserang stroke. Saat itu saya sedang naik motor di jalan, menuju salah satu sekolah untuk mengajar jurnalistik. Tiba-tiba berasa motor nyeleyot ke kiri.Tiba-tiba saya jatuh saat menghentikan motor di pompa bensin mini yang dilengkapi tambal ban. Pikir saya, ban kempis. Langsung saja saya ditolong orang di situ dan dilarikan ke rumah sakit.
Saya pikir-pikir, ini juga pertolongan Tuhan dalam candaannya. Coba bayangkan kalau saya mengalami stroke saat di rumah. Maka kemungkinan besar tak secepat itu dibawa ke rumah sakit. Saya pasti menolak. Karena saya paling takut dengan dokter, takut disuntik, hehehe.
Ini memang benar-benar pertolongan Tuhan. Karena stroke itu golden hour-nya hanya 1 sampai 4 jam saja. Sedang stroke saya cukup berat, yakni hemoragik atau pecahnya pembuluh darah.
Kurang dari 2 jam saja sampai rumah sakit, darah sudah merembes 11 mili di otak. Gak kebayang kalau sampai berjam-jam. Bisa bermili-mili hingga tingkat kerusakan otak pun semakin besar. Kondisinya pun akan lebih parah lagi.
Ini pesan untuk siapa pun yang punya saudara tiba-tiba terserang stroke. Segera larikan ke rumah sakit. Jangan ke tempat yang lain. Karena yang bisa menangani serangan stroke hanya rumah sakit. Dari CT Scan dan MRI akan diketahui kondisi kita dan posisi penyumbatan di otak, seberapa besar kerusakan dan tingkat keparahannya. Dari situ dapat dipastikan tindakan dan obat apa yang cocok.
Dua Macam Stroke
Sebab stroke itu ada 2 macam. Hemoragik (pecah pembuluh darah) dan iskemik (penyumbatan pembuluh darah). Obatnya pun bertolak belakang. Yang satu tidak boleh mendapat pengencer darah, satunya justru diperlukan. Jadi penanganannya pun tidak menggunakan Kiralogi alias ilmu kira-kira.
Stroke bagaikan pisau bermata tiga. Satu menyerang fisik, kedua psikis dan ketiga ekonomi. Menyerang fisik jelas, akibat stroke adalah kelumpuhan. Psikis karena diakui atau tidak stroker akan mengalami depresi berat. Ekonomi kalau kita tidak pinter-pinter bisa ‘’dimakan’’ oleh penjual obat yang selalu menawarkan obatnya paling ampuh mengobati stroke.
Saya pernah mengalami dimarahi tukang obat yang menjual sup Jepang yang harganya jutaan rupiah itu. Sambil bergurau saya jawab. ‘’Saya tiap hari sudah makan sup, cukup lima ribu rupiah sudah bisa makan sup sekeluarga dengan sayur lengkap,’’ jawabku.
Dia (seorang wanita) langsung ngomel-ngomel. ‘’Kalau gak mampu beli obat saya kasih saja gratis,’’ katanya. Wuih sombong amat, sedang dia jual obat biar dapat komisi hahaha.
Dari catatan saya, stroke itu juga harus’’berpacu dengan waktu’’. Terlambat sedikit saja juga bisa lebih fatal. Selain segera dibawa ke rumah sakit. Kita juga harus paham bahwa golden periode untuk pemulihan juga berbatas waktu. Waktu 1 sampai 3 bulan adalah saat pemulihan tercepat, selebihnya melambat. Bahkan kalau bertahun-tahun bisa mengalami cacat permanen.
Apalagi kalau kita tidak segera mengatasi depresi. Maka bawaannya malas dan enak tiduran, meski gak bisa terpejam. Itu membuat kita malas bergerak. Kalau otot tak digerakkan, maka akan kehilangan massa bahkan berlanjut otot mengecil, hingga semakin sulit digerakkan.
Tiga Mata Pisau Stroke
Dari literatur tentang stroke yang saya baca termasuk juga self healing atau bisa diartikan pengobatan diri sendiri, saya bisa mengatasi serangan tiga mata pisau stroke itu.
Dalam waktu tiga bulan saya bersyukur sudah bisa beraktivitas kembali seperti saat masih sehat. Ya mengjar jurnalistik, ya melatih teater, ya menulis juga. Meski sempat beberapa saat kehilangan memori, namun akhirnya malah bisa menulis dan menerbitkan buku Melawan Stroke.
Karena itulah saya pun bercanda, bahwa Tuhan bercanda dengan saya menghadiahi stroke. Karena dari situ saya bisa menulis buku yang cukup laris manis. Pembelinya rata-rata orang yang sehat untuk jaga-jaga, siapa tahu tiba-tiba kena stroke juga.
Dari situlah saya bisa membayar kontrakan rumah yang saat itu menjelang habis. Saya membayangkan, kalau tidak mengalami stroke pasti pontang-panting cari duit untuk bayar kontrak hhehehe.
Dan satu hal lagi. Modal saya untuk pemulihan stroke bukan obat, bukan terapi, bahkan juga bukan uang. Tapi BERCANDA hingga stress tak sempat hinggap, apalagi keluhan. Hal yang saya jauhi sejak dulu. Meski pekerjaanku sehari-hari benar-benar under preasure, yang bikin stress tinggi.
Pola Berjalan yang Benar
Sejak dulu saya memang suka bercanda dan bergurau. Sampai mantan Menteri BUMN Dahlan Iskan menulis prakata dalam buku saya yang berjudul BONDET (Sisi Hitam Seorang Wartawan) yang terbit tahun 2012. Begini ia menulis : Santoso sendiri suka bercanda dan tertawanya selalu renyah. Saya tidak lupa bagaimana nada tawa Sdr. Santoso karena begitu gampangnya dia tertawa
Pada dasarnya seorang redaktur memang harus seorang yang punya selera humor yang baik. Agar tulisan yang dia buat punya sisi-sisi humor yang segar. Saya tidak suka redaktur yang kalau menulis terlalu serisus yang akhirnya terbawa ke dalam tulisan yang kaku.
Dahlan Iskan memang sangat mengenal saya. Saya cukup lama bekerja dengannya saat jadi wartawan di Jawa Pos Surabaya. Dia pemimpin redaksinya.
Dan sekarang ini, dua tahun sudah saya sebagai penyintas stroke. Hanya tinggal sedikit tersisa warisan stroke untuk saya biasakan. Yakni berjalan dengan pola jalan yang benar. Agar tidak lagi berjalan kayak orang stroke.