Kabar pun merebak dengan cepat. Pasukan Taliban mulai datang. Mereka memasuki bandara!
Shukria dan suaminya panik. Bila ia terus bertahan dalam pesawat yang diam, cepat atau lambat pasti akan tertangkap. Ia sudah membayangkan akibatnya. Lututnya mulai gemetar dan tangannya langsung berkeringat.
Dengan segera ia keluar pesawat, berlari masuk ke dalam area bandara lagi. Secara naluri ia masuk ke dalam toilet dan bersembunyi disana.
Saat itulah dari telepon selular ia mendapat kabar menakutkan dari sahabatnya di Kabul. Suaranya panik. “Shukria! Taliban menggeledah rumahmu! Sebentar lagi mereka pasti tahu kamu ada di bandara!”
Shukria semakin panik. Jantungnya berdetak kencang.
“Tolong kami madam..”
Ia menarik nafas berkali-kali, mencoba untuk tenang dan berpikir jernih.
Terlintas ia lalu ingat seorang wanita anggota parlemen Inggris -Debbie Abrahams- yang telah menjadi sahabatnya selama empat tahun terakhir. Ia memiliki nomor teleponnya dan langsung menelepon wanita itu.
Suara sangat panik, terputus-putus karena menahan nafas dan emosi. Dadanya seolah ingin meledak. Sukhria menahan tangis.
“Debbie please, tolong kami madam… madam mohon tolong kami. Bawa kami ke petugas Inggris di Kabul. Tolong beritahu tentara Amerika agar mereka bisa membawa kami (pada petugas Inggris), pasukan Taliban disini..… please, saya di toilet. Please madam, please!”
Di ujung telepon, Debbie kaget. Ia menyimak semua kisah Sukhria.
“Tak pernah dalam hidup, saya mendengar suara orang yang sangat ketakutan. Jangan pernah terjadi lagi saya mendengar seperti suara itu” tutur Debbie ketika ia menceritakan tentang perjuangan Sukhria pada wartawan BBC.
Keluar bandara
Debbie bertindak cepat. Ia harus membantu Sukhria dan suaminya supaya mendapatkan visa masuk ke Inggris.
Masalahnya, ia tidak tahu departemen mana yang saat itu diberi wewenang untuk menangani isu soal Afganistan: departemen dalam negeri? Departemen luar negeri? Atau departemen pertahanan?
Debbi panik sendiri. Ia bertekad harus mengeluarkan wanita itu dan suaminya ke luar negeri, segera!
Jalan ternyata tidak terbuka dengan mudah. Malam itu, tak ada kabar dari Inggris.
Khawatir akan keselamatannya, Sukhria dan suaminya memutuskan untuk keluar dari bandara. Mereka menyelinap dalam gelapnya malam, kembali ke ibukota.
Esoknya dan esoknya lagi, tetap tak ada kabar.