Semua mangkok masing-masing telah terisi nasi, di depan mereka juga tersaji mangkok-mangkok kecil berisi sayur lobak. Ikan Kakap goreng yang diletakkan di atas wadah agak oval tetap tergolek di tengah meja. Tak ada yang menyentuh.
Lauk utama entah itu ayam, ikan atau bebek biasanya dipotong dan dibagikan oleh kepala keluarga dalam hal ini figur ayah atau bapak.
Istri sama sekali tidak berani mengambil alih peran utama ini. Apalagi anak-anak. Mereka patuh luar biasa. Tak ada yang lancang berani memotong ikan.
Seorang istri atau anak bila menerima potongan lauk utama yang dibagikan suami atau ayah mereka, selalu membungkuk dengan sikap hormat terlebih dahulu sambil mengucapkan, “terima kasih banyak” dengan sikap sopan, setelah itu makan bersama dimulai.
Dalam kasus ikan kakap goreng di keluarga Isoroku jadi istimewa.
Pak Iso tidak berani memotong ikan, ia sangat mencintai istrinya, karena itu ia berpendapat lebih baik istrinya saja yang makan ikan pesanannya itu, bu Reiko Mihashi tengah sakit, tentu membutuhkan banyak protein agar sakitnya segera pulih.
Sebaliknya bu Reiko juga diam saja. Mana berani ia mengambil peran suami dan menyentuh kakap goreng yang dipesan secara khusus oleh suami yang sangat ia cintai?
Ia istri yang setia dan mengabdi penuh pada suaminya, maka, ia pun rela makan malam hanya dengan nasi dan sayur lobak.
Anak-anak pun berpikirian lain. Ayah adalah sosok sentral, mereka harus patuh dan hormat. Ketika ayah mereka diam saja dan hanya memandang ikan yang tetap tergeletak di tengah, mereka pun tetap tak bersuara.
Begitulah, sampai acara makan malam selesai, ikan kakap goreng tetap tergolek di tengah meja. Tak ada yang berani menyentuh. Semua karena satu hal: sikap saling menghormati! (Gunawan Wibisono)