Terkadang melalui Facebook kita melihat gesture, kata yang ditulis, aktivitas dan beragam hal tentang diri seseorang itu sama seperti persepsi awal saat melihatnya di medsos tersebut.
Kita berasumsi kelak jika bertemu akan menemukan dia yang seperti ditampilkannya di Fb. Lalu kita akan bercengkerama dengan obrolan yang akrab sama seperti pribadinya yg diperlihatkan di wallnya.
Alhasil, kita akan menemukan sosok yang kita bayangkan, namun ada pula yang tidak. Sama seperti tatkala Anda minta tolong atau meminjam benda yang bentuknya uang atau bantuan lainnya, ada yang ikhlas membantu, ada yang tidak bahkan ada pula yang dengan segera memutuskan pertemanan.
Dunia nyata dengan maya itu berbeda.
Sosok yang kita sangka rendah hati, baik dan tidak sombong, saat berjumpa akan menjaga jarak dan menelisik Anda dari strata sosial apa. Namun ada pula yang heboh, sangat ramah seolah kita sudah kenalan cukup lama.
Jadi, terimalah fakta yang ada. Bila sosok yang kita temui sesuai dengan kriteria yang kita pikirkan, maka kita akan merasa bahagia, gembira dan pulang dengan hati senang.
Namun apabila sosok itu memakai standar yang ia sesuaikan dengan kelas sosial ekonominya yang kebetulan crazy rich dan terpelajar serta memiliki link pergaulan kelas atas, intelektual, keterkenalan alias top, dan menyimak alias mengukur sejauhmana kadar intelegensia serta cakupan sosialita tingkat pergaulan Anda, sepertinya kalian bisa mengambil tindakan seperti saya, beringsut diam-diam, kalau bisa jika bertemu dengannya segera menghindar, melenyapkan diri, kita mencari rasa bahagia dengan menulis, berada di ruang sunyi, membaca atau nongkrong di rombong ketoprak sambil ngobrol dengan Wak Min si pedagang yang membumi dan rendah hati…
Hidup dibawa nyaman saja. Mau ditemenin sukur, tidak juga tak apa..
Istilah bahasa gaulnya, siapa kamu, siapa saya.. begitu saja..
Fanny Jonathan Poyk