Seide. id. Polisi kabarnya menjemput anak Akidi Tio, Heriyanti dan Prof Hardi Darmawan, yang pernah jumpa pers memberikan sumbangan Rp 2 Triliun dari ayahnya, Akidi Tio, untuk dimintai keterangan. Apakah uang itu ada atau tidak, untuk mencegah kehebohan yang sudah terlanjur di masyarakat.
Soal sumbangan itu, telah diperkuat oleh Irjen Pol Eko Indra Heri, Kapolda Sumsel yang memperacayai adanya sumbangan itu. Begitu juga dokter pribadi. Hingga Senin lalu yang kabarnya uang akan ditransfer, ternyata belum juga. Itu sebabnya mereka dimintai keterangan. Jika anak Akidi Tio tak bisa membuktikan adanya uang, kehebohan yang terjadi di masyarakat akan berpengaruh pada nasib anak-anak Akidi Tio dan nama baiknya.
Sebuah sumber lain menyebut, uang Rp 2 T ada di Singapore. Hasil kerjasama bisnis antara Akidi Tio dan Partnernya. Hanya, mencairkan uang segitu tidak mudah. Jika perlu, bank akan mempersulit uang yang tak sedikit itu keluar dari bank. Heriyanti bahkan pinjam uang Rp 3 M ke sahabatnya untuk mencairkan dana Rp 2 T. Terakhir, Heryanti dijanjikan pihak bank bahwa dana akan cair seminggu. Oleh anak Tio satu-satunya yang masih bersemangat bisa mencairkan dana ayahnya, Heriyanti yang kemudian berani menemui Kapolda Sumsel. Terjadilah acara jumpa pers soal sumbangan tersebut.
Tanpa sengaja, koran bekas bungkus kacang di Bogor yang saya dapatkan siang ini, tentang seorang Developer yang ingkar janji membangun perumahan, mengingatkan peristiwa lalu yang hampir sama dengan kisah sumbangan Akidi Tio : Para Dermawan Yang Berjanji
Saat terjadi bencana alam di Nusa Tenggara Barat, seorang dermawan mendeklarasikan diri sebagai orang yang akan membangun 1,000 rumah gratis bagi korban bencana. Pers, baik koran dan televisi lalu beramai-ramai mengekspos sang dermawan. Seorang wartawan mengingat, bahwa sang dermawan ini juga pernah menjanjikan membangun asrama prajurit pasukan elite kita.
Sebelum itu juga terjadi, sepasang suami isteri sebagai raja dan Ratu dari suku Anak Dalam di Jambi mengaku bisa membebaskan Irian Barat. Bung Karno atas saran ajudannya, menerima Raja dan Ratu itu. Namun belum beberapa hari sejak peristiwa langka itu, seorang wartawan membuka kedoknya. Raja dan Ratu itu ternyata tukang becak, sementara sang perempuan adalah pelacur di Tegal. Pejabat kita tidak hati-hati dan tidak melakukan cek dan recek.
Banyak pejabat dengan mudah dikibuli orang-orang yang pengin populer mendadak dan tidak mengecek secara rinci latar belakang orang-orang “ gila” tersebut, atau melihat bukti fisiknya.
Kita semua pernah mendengar, bahkan sampai sekarang, bagaimana orang-orang masih sibuk, menjanjikan uang ratusan triliun dari harta benda terpendam Bung Karno yang disimpan di antah berantah yang bisa melunasi hutang negara. Emas batangan yang lain kabarnya tersimpan di reruntuhan Kerajaan Pajajaran, yang terletak di bawah Prasasti Batutulis, Bogor. Menteri Agama Said Agil Husin Al-Munawar menyatakan bahwa harta itu benar ada di sana. Pernah lihat ? Belum. Yusuf Kala, waktu itu Menteri Kesra, memanggil Menteri Agama untuk membuktikannya. Peristiwa ini lenyap dengan sendirinya setelah terjadi kehebohan luar biasa. Bukan hanya melibatkan orang sipil, tapi juga pemerintah.
Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral, Purnomo Yusgiantoro, suatu kali melaporkan dengan berapi-api kepada Presiden SBY bahwa Indonesia akan memiliki 3 kilang minyak baru. Dua diantaranya terdapat di Kampung Wapres Jusuf Kala. Yakni di Pulau Selayara dan Parepare. Jusuf Kala meminta agar setiap menteri kalau melaporkan sesuatu harus mengecek dengan teliti, memeriksa betul akurasi data yagn hendak disajikan. JK tak mau dibohongi lagi.
Waktu disebutkan bahwa pengusaha Kuwait itu yang akan membangun 3 kilang minyak tersebut, Jusuf Kala tambah jengkel. “ Yang kalian sebut pengusaha Kuwait itu, bayar cicilan mobil di perusahaan saya saja sering nunggak.” Kasus ini menguap dengan sendirinya. Pejabat tersebut, melaporkan bersadarkan “katanya.” Tidak memakai data dan logika.
Bagaimanda dengan sumbangan Rp 2 Triliun dari Akidi Tio ? Mantan Menteri BUMN, Dahlan Iskan pernah menelpon langsung kepada Irjen Pol Eko Indra Heri, Kapolda Sumsel dan juga Dokter yang dipercaya keluarga Akidi Tio yang menyatakan bahwa Senin ( maksudnya Senin minggu lalu), uang akan ditransfer. Semua meyakinkan bahwa sumbangan itu benar, karena mereka sudah kenal dengan pengusaha Akidi Tio yang memang dermawan. Semua gampang diyakinkan dengan kesaksian dan pengakuan pejabat dan tokoh masyarakat ini. Apalagi ini Kapolda yang mengaku kenal baik sang dermawan. Profesor yang punya nama baik. Mereka berdua bahkan tidak pernah melihat fisik uangnya, tapi mereka percaya karena keluarga itu sering berbuat baik.
Namun hingga hari ini tak ada kabar berita kelanjutan sumbangan Akidi Tio. Sejak awal, Seide beberapa kali menulis tentang kekhawaatiran seandainya sumbangan ini ternyata tidak jadi dilaksanakan.
Apakah kasus sumbangan Akidi Tio ini juga akan sama dengan kasus bantuan lain atau ada harta triliunan yang mendadak muncul di saat orang membutuhkan ? Apa keuntungan mereka yang membuat pengakuan itu ? Dalam waktu dekat, semua akan terbuka, setelah polisi dan anak Akidi bertemu.
Terlepas dari kasus Rp 2 T, ada beberapa kemungkinan tentang kasus seperti ini sering terjadi. Para Dermawan yang berjanji itu ingin namanya populer dan mereka yang memberi laporan atau kesaksian ingin menjadi pahlawan dari sebuah peristiwa nasional. Celakanya, para pejabat kita, orang terpandang tak pernah melakukan pengecekan atau melihat dengan kepala sendiri. Semua berdasarkan kepercayaan.
Di saat situasi dan kondisi sebuah negara yang sedang dilanda pandemi, dan turunnya perekonomian seperti ini, banyak orang stress, halu dan perlu penyaluran. Masyarakat akhirnya yang dirugikan karena terlanjur heboh dan merasa dibohongi pejabat yang berani memberikan kesaksian yang belum tentu kebenarannya…… ……….( ms/ berbagai sumber)