Frederico, agen Jerman itu, segera terpesona. Diplomat Spanyol yang akan bertugas di Inggris dan siap bekerja untuk Jerman? Wow! Dia akan jadi “aset” Jerman yang luar biasa, pikir Frederico. Singkatnya, Garcia pun direkrut. Ia kemudian diberi identitas baru oleh Frederico, nama sandinya Alaric.
Garcia lalu diberi pelajaran dasar tata cara menjadi mata-mata Jerman di negara musuh. Ia dilatih cara mengikuti orang, cara menghindari kalau ia diikuti, cara menghilang dari kejaran, dan lain sebagainya.
Komunikasi agen rahasia dahulu dilakukan melalui surat. Untuk membuat laporan, Garcia lalu dibekali tinta ajaib yang bisa menulis tanpa terlihat hurufnya. Selain itu, Frederico memberi 600 poundsterling (mata uang Inggris) sebagai bekal.
Enam ratus pound! Jumlah yang sangat besar waktu itu. Setara 600 juta rupiah uang saat ini. Betapa kayanya Jerman!
Ketakutan dan kebingungan sendiri
Garcia senang bukan main. Saya menjadi agen rahasia bagi Hitler! Ia bergumam, lalu tertawa sendiri. Dasar lagi bokek, ia lalu makan enak dan belanja banyak pakaian necis. Mendadak semua kesulitan keuangan selama ini lenyap hari itu juga.
Esoknya, Garcia bingung sendiri. Ia punya uang, tapi ia ragu apakah ia bisa benar-benar masuk daratan Inggris dengan paspor palsu itu? Garcia sendiri ragu akan kecanggihan paspor palsunya.
Di pihak lain, karena terjepit dan tinggal sendiri, Inggris memberlakukan aturan dan pengawasan keluar masuk orang yang sangat ketat dan keras di pelabuhan dan bandara. Penyaringan pendatang berlapis-lapis.
Meragukan paspornya Garcia jadi ngeri sendiri.
Tapi, bila ia tidak sungguh-sungguh pergi ke Inggris, ia akan dicari agen Jerman dan mungkin diburu oleh Gestapo, polisi rahasia kebanggaan Hitler. Madrid bahkan seluruh Spanyol akan diacak-acak sampai Garcia ditemukan! Mereka terkenal sangat kejam!
Ada 600 pound yang harus dipertanggungjawabkan, sebagian malah sudah habis buat makan enak, pakaian, dan minum-minum!
Garcia bimbang. Pergi, masuk mulut singa, tidak pergi masuk mulut buaya.
Masuk Portugal
Sebuah akal bulus lalu terlintas.
Karena takut, alih-alih ke Inggris, Garcia malah lari ke selatan Spanyol dan masuk Portugal!
Di Portugal ia sempat mendekam di hotel kecil dan kebingungan.
Dua hari kemudian, apa boleh buat, sesuai kesepakatan, ia harus memberi kabar pada Frederico bahwa ia sudah berada di “London”.
Garcia lalu menulis laporan dengan tinta ajaib. Caranya, ia menulis terlebih dahulu dengan tinta biasa, tinta terlihat mata, yang bercerita sebagaimana biasanya sebuah surat. Tak ada yang aneh di sana. Namun, di tengah-tengah spasi tulisan yang terlihat, ia menulis dengan tinta ajaib -yang hanya terlihat kalau kertas dibasahi air- yang mengabarkan bahwa ia telah “berada” di sebuah hotel di London dan siap bekerja bagi Jerman dan Fuhrer tercinta!
Bingung lagi
Giliran akan memposkan surat, Garcia bingung. Surat (katanya) dari Inggris dan hendak dikirim ke Madrid, Spanyol, tapi diposkan dari Portugal? Stempel pos dari Portugal saat surat dikirim akan membongkar kebohongannya! Cilaka!
Garcia lalu berpikir keras.
Ping! Sebuah ide jenius muncul: menghadirkan tokoh fiktif!
Garcia membuat surat susulan: isinya lebih detil, beritanya: “jangan kaget, bila surat terpaksa diposkan dari Portugal ke Spanyol. Pengawasan dan sensor surat di London luar biasa ketat. Kalau tidak waspada, tugas saya bisa terbongkar”, tulisnya.
“Surat ini bisa sampai Portugal dibawa berkat jasa baik seorang pilot KLM (maskapai penerbangan Kerajaan Belanda) yang melayani penerbangan London-Lisabon (Portugal), yang simpati dan menyatakan kesetiaan pada Fuhrer! Pilot ini siap bertugas bagi Jerman!”
Itulah sebabnya surat diposkan dari Portugal!
Malamnya, Garcia tidak bisa tidur. Bagaimana kalau ia ketahuan bohong?
“Pilot” KLM yang berjasa
Luar biasa. Frederico percaya pada laporan itu. Ia malah menganggap hadirnya ‘pilot’ KLM itu sebagai langkah cerdik guna menutupi kegiatan -jaringan- mata-mata Jerman di London.
Frederico girang bukan main. Ia kini memiliki kaki tangan di Inggris. Mata-mata yang siap bekerja total bagi Jerman!
Dan, segera Frederico membalas surat ke alamat di Portugal dan meminta laporan lain lebih detil dan lebih luas dari ‘Inggris’, terutama perkembangan militernya.
Sekali lagi, Garcia kebingungan!
Kali ini, Garcia benar-benar kelabakan. Cilaka!
Menceritakan keadaan negara lain secara umum itu hal mudah, tapi menyampaikan data militer dari negara yang tidak pernah ia kunjungi tentu bukan perkara sepele! Apalagi data militer yang valid!
Garcia benar-benar terpojok. Bagaimana ia membuat laporannya?
Keringat dinginnya keluar. Ia menyesali petualangan menegangkan ini, tapi, ia sudah terjerumus dalam. Bukankah menjadi agen rahasia adalah keinginan terbesarnya?
Garcia memeras otak.
Karena terdesak, ide cemerlang selalu saja muncul.
Langkah pertama: ia memborong majalah, buku, peta turis soal Inggris, rute bis London dan kota besar lain, jalur kereta bawah tanah dan lain sebagainya. Toko buku di Lisabon yang menjual semua buku soal Inggris ia borong!
Buku-buku, majalah dan koran soal militer di Inggris juga ia sikat. Garcia lalu melahap semua. Ia menghapal Istilah-istilah militer Inggris , memetakan markas besar angkatan bersenjatanya dan lain sebagainya. Pendeknya, semua buku berbau soal Inggris ia borong, tak peduli buku itu berbahasa Perancis atau Italia sekalipun, borong!
Sebenarnya, Garcia tak bisa berbahasa Inggris, dan lebih celaka lagi ia benar-benar bingung dengan pemakaian mata uang Inggris poundsterling dan pecahannya: bingung membedakan mana Pound, Shilling dan Pence!
Penderitaan yang komplet. Sudah tidak bisa bahasa Inggris, pecahan uang juga buta padahal ia juga harus membuat laporan keuangan pada pemerintah Jerman!
Tapi, semua kebingungan ini tertutupi oleh laporan menawan. Tulisan Garcia berikutnya sungguh mencengangkan! Garcia ‘berhasil’ melaporkan posisi pasukan Inggris, letak tank dan peralatan tempur berat, dimana posisi kapal perangnya! Semua lengkap!
Frederico terpana!
Agen ‘baru’ muncul
Dalam laporan lain, Garcia menulis:
“Di Glasgow, Skotlandia, utara Inggris sini, ada seseorang mahasiswa (fiktif, tentu saja) militan yang bersimpati pada Jerman, yang rela menjadi kaki tangan kita hanya untuk sebotol anggur!”
Frederico, sang agen pembimbing di Spanyol girang bukan kepalang. Wah, ternyata Alaric sudah banyak kemajuan. Ia mulai bisa merekrut aset baru. Makin banyak, semakin baik.
‘Berita’ gembira ini membuat Frederico tidak waspada dan melupakan detil kecil namun penting. Bila waspada sebetulnya ia bisa membongkar kebohongan Garcia, tapi ia abai.
Orang Skotlandia adalah peminum wiski tulen karenanya minuman Johnny Walker berasal dari sana, Orang Perancis lah yang gemar minum anggur!
Jadi, menulis orang Skotland mau mengkhianati negara demi sebotol anggur adalah kebodohan yang fatal!
Lorenz nan Canggih
Bisa jadi, saking girangnya, detil ini terlewat dan Frederico segera mengabarkan berita gembira ini ke markas besar intelijen Jerman di ibukota Berlin. Mesin sandi yang dipakai Frederico untuk berkirim kabar ke Berlin adalah mesin sandi khusus.
Namanya Lorenz . Dirancang untuk mengirim dan menerima berita -sangat rahasia- khusus untuk para intel Jerman, para Jendral ring satu Jerman dan bahkan dipakai oleh kantor Hitler sendiri.
Lorenz jauh lebih canggih dari Enigma. Bila Enigma memiliki 3-5 rotor, ring pemecah sandi, maka Lorenz mempunyai 12 rotor!
Nazi Jerman selalu bangga, Enigma saja mustahil untuk bisa dipecahkan, karena satu huruf saja dapat diacak dalam 9 milyar-milyar (18 digit) kemungkinan. Apalagi Lorenz dengan 12 rotor?
Tetapi, tanpa setahu pihak Jerman, mahasiswa jenius Inggris, pemecah sandi yang bermarkas di Bletchley Park, London, yang menguping setiap transmisi radio Jerman- ternyata mampu membacanya dan memecahkan artinya.
Ahli sandi Inggris bisa membongkar semua sandi baik yang dikirim menggunakan Enigma maupun Lorenz! (soal sandi ini pernah saya tulis: Srikandi-Srikandi pemecah sandi)
Pendek kata: tak ada satu pun pesan petinggi Jerman di Berlin sana ke jenjang di bawahnya, juga sebaliknya, yang tidak bisa dibaca Inggris. Semua bisa!
Stasiun Y
Lalu lintas kerja jaringan pemecah sandi saat itu begini cara kerjanya: Inggris memiliki banyak antena-antena tinggi yang berfungsi untuk menguping setiap transmisi morse yang mengudara, mereka lalu mencatatnya.
Lokasi ini disebut Stasiun Y. Tiap sumber transmisi dibagi beberapa seksi, menurut negara asal. Seksi Jerman ya bertugas mencatat semua morse dari Jerman. Ada seksi Italia, Perancis, Spanyol dan banyak lagi.
Ada ratusan pekerja, kebanyakan wanita, yang menguping dan mencatat. Semua masih dikerjakan secara manual. Sepintas, nampak heroik: menyadap pesan musuh! Namun, sesungguhnya, ini pekerjaan yang monoton dan membosankan karena sepanjang waktu kerja hanya mendengarkan satu suara: tut..tut…tut..tut..
Beruntung lalu lintas udara Eropa belum sepadat sekarang, hingga setiap pesan yang mengudara bisa didengar dengan mudah.
Setelah mencatat, bahan mentah ini (hurufnya masih acak-acakan) lalu di bawa ke Bletchley Park, utara London. Di puri Bletchley inilah anak-anak muda jenius dari berbagai universitas ternama di Inggris berkumpul untuk memecahkan arti sandi.
Januari 1942, tanpa melihat seperti apa mesin bernama Lorenz itu, anak-anak jenius di Bletchley sudah dapat meyimpulkan apa isi pesan yang disampaikan. Bukan karena mereka hebat, tetapi lebih karena kecerobohan para operator radio Jerman sendiri yang sering mengirim pesan dengan kata yang sama. Misalnya kalimat pembuka atau penutup selalu memakai kata yang sama: ‘Heil Hitler’, hingga lama kelamaan bisa dipetakan rumusnya.
Begitulah cara Inggris menguping setiap pesan yang disebarkan dari Berlin ke seluruh penjuru Eropa, maupun yang diterima Berlin dari pelosok medan tempur yang dihadapi Jerman, baik itu dari Afrika, Italia, Spanyol, Portugal, Perancis, Belanda maupun dari utara di Norwegia sana. Pesan dikirim memakai memakai Enigma 3, 4, 5 rotor atau Lorenz yang canggih tak ada beda, semua bisa dbaca!