Setiap orang tentunya pernah mengalami pengalaman spiritual yang ia yakini itu pemberian Tuhan Yang Maha Kuasa. Dan ada juga orang yang menganggapnya itu hanya sebuah kebetulan karena dia sudah berbuat baik. Ada hukum timbal balik yang setara dengan perbuatan.
Karma selalu mengikuti perilaku dari catatan-catatan semesta yang dilakoni oleh mahluk yang bernama manusia. Sikap baik atau buruk akan menjadi stigma yang menyertai kehidupan selanjutnya. Itulah sebabnya mengapa ada manusia yang hidupnya sangat terpuruk hingga ke dasar yg paling kelam, namun ada pula orang yang hidup tenteram, nyaman, tak ada penyakit lalu meninggal saat tertidur lelap tanpa merasakan penderitaan masuk rumah sakit dengan tusukan jarum infus serta pembedahan di sana sini.
Beberapa tahun lalu saya pernah diminta lagi untuk menuliskan kisah kehidupan atau semi biografi seorang rohaniawan/pendeta (barangkali spesialisasi saya menulis kisah nyata seperti itu kali ya? ). Sang pendeta pernah tinggal di Cirebon. Lalu saya meluncur ke sana.
Sang rohaniawan sudah meninggal puluhan tahun silam. Jadi yang menuturkan kisah tentangnya sang putra yg telah menjadi pengusaha sukses di sana. Sang anak bercerita kalau ayahnya seorang pendeta dengan 8 anak yang hidup hanya dari mendoakan jemaatnya dan pemberian mereka seikhlasnya.
Suatu hari, kala sang rohaniawan dan istrinya serta anak2nya duduk mengelilingi meja makan untuk sarapan, di meja hanya ada beberapa gelas teh tanpa gula, dengan perut lapar mereka berdoa agar teh di gelas itu bisa mengenyangkan tubuh mereka. Secara logika ini absurd. Anak-anaknya mulai mengeluh. Sang rohaniawan terus berdoa. Tak lama ada yang mengetuk pintu rumah mereka. Ketika dibuka, beragam makanan serta bahan mentahnya seperti nasi rames, ayam, sayuran, beras, minyak goreng dll, sudah tersedia di depan pintu. Semuanya cukup untuk mereka makan selama sebulan. Peristiwa ini secara logika manusiawi tentunya tidak masuk di akal. Namun sang putra yang melihat kejadian itu menuturkan kalau itu nyata.
Kemudian beragam kejadian spiritual juga terjadi. Seperti kala sang rohaniawan hendak membangun rumah ibadah, dana tak ada. Usai ia berdoa, keesokkan harinya ada sekoper uang ditaruh di atas meja dan uang itu cukup untuk membiayai pembangunan rumah ibadah tersebut. Siapa yang memberi makanan dan uang itu, hingga sang pendeta tiada tak pernah ada laporan dari siapa pun.
Lalu untuk biaya sekolah delapan anaknya para anak itu memperoleh subsidi dari pemerintah melalui beasiswa karena anak2nya pandai-pandai. Dan tujuh dari mereka sekarang ada yang tinggal di Kanada serta Amerika Serikat.
Barangkali dilihat dari kaca mata duniawi kisah ini subyektif, namun kenyataannya memang terjadi. Seperti kisah dari kitab-kitab suci, manusia yang hidup lurus dan menjalankan kehidupan keberagamaannya sesuai dengan perintah Tuhannya, diyakini pasti akan memperoleh apa yang ia inginkan. Hukum tabur tuai akan berlaku.
Buku tentang sang pendeta, entah sudah dicetak atau tidak saya tak tak tahu kelanjutannya, karena saya hanya mengirimkan soft copynya. Dan seperti yang sudah-sudah, saya menulis beberapa biografi mini tentang kehidupan spiritual seseorang selalu mengirimkan hasil tulisannya melalui Email, jadi ketika mereka cetak, saya tidak pernah tahu, sebab setelah urusan honorarium selesai, maka pekerjaan saya pun tamat. Itu sebabnya saya tak pernah dikenal sebagai penulis biografi hehe…
Well, begitulah kehidupan. Believe it or not, saya tetap percaya, kebaikan, sikap, perilaku, kerendahatian dan segala hal yang positif untuk dijalani dalam mengarungi kehidupan ini, pasti akan memperoleh balasan yg setimpal. Secara kedagingan/kemanusiaan, kita memang tidak sempurna, tapi tak ada salahnya untuk dicoba. Sebab hal baik yg kecil kita lakukan, saya yakin akan memberikan makna yang besar.
Demikian dari saya, semoga bisa menjalaninya, namaste, suksma, terima kasih.
Fanny Jonathan Poyk