Seide.id – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah menetapkan ISE dan HSF sebagai tersangka sejak Agustus 2019. Keduanya disangkakan melanggar Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 Jo Pasal 64 ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.
KPK melakukan penahanan terhadap dua orang tersangka perkara pengadaan Paket Penerapan Surat Tanda Penduduk Elektronik (e-KTP) Tahun Anggaran 2011-2013 pada Kementerian Dalam Negeri RI itu.
ISE merupakan Direktur Utama Perum Percetakan Negara RI dan HSF merupakan Ketua Tim Teknis Teknologi Informasi Penerapan Kartu Tanda Penduduk Elektronik, PNS pada Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT).
KPK selanjutnya melakukan penahanan terhadap tersangka ISE dan HSF untuk 20 hari pertama terhitung sejak 3 Februari hingga 22 Februari 2022 di Rutan Cabang KPK pada Pomdam Jaya Guntur, Jakarta Selatan.
Perkara ini bermula dari pembentukan beberapa konsorsium untuk mengikuti lelang e-KTP. Tersangka ISE bersama Andi Aguatinus menemui Irman dan Sugiharto dengan maksud agar salah satu dari konsorsium tersebut dapat memenangkan proyek e-KTP. Irman menyetujui dan meminta komitmen pemberian uang kepada anggota DPR RI.
Sementara itu, tersangka HSF diduga telah melakukan beberapa pertemuan dengan para pihak vendor sebelum proyek e-KTP dimulai pada 2011. Padahal, HSF dalam hal ini merupakan Ketua Tim Teknis dan juga panitia lelang. HSF juga diduga ikut mengubah spesifikasi dan Rencana Anggaran Biaya (RAB) dengan tujuan mark up.
Dalam perkara ini, negara rugi sebesar kurang lebih Rp 2,3 triliun.
Penahanan tersangka pada perkara e-KTP ini merupakan wujud komitmen KPK untuk terus melakukan pemberantasan korupsi.