Krisis itu Dering Pengharapan – Catatan pada Halaman ke-54

Penulis Jlitheng

Ibarat sebuah perjalanan, terhenti merupakan.bagian tak terpisah dari perjalanan itu. Yang membedakan adalah sebab dan akibatnya: tersandung batu atau kejeglong masuk lobang, melanjutkan atau berhenti melangkah.

Dalam menjalani hidup ini, krisis bukan pilihan melainkanbsebuah fakta yang dapat terjadi dan dialami setiap orang, suka atau tidak suka.

Cara kita menyikapinya yang akan membedakan apakah krisis itu menjadi dering pengharapan atau dering kematian.

Dari tiga pilar hidup kita sebagai murid-Nya: iman, harapan, dan kasih, ketika menghadapi krisis, maka pengharapan akan tampil lebih mewarnai perjalanan kita. Masihkan Tuhan hadir dan mau mendengarku?

“Mungkin tidak ada yang lebih menghayati makna kehadiran Tuhan sebagai pengharapan seperti Abraham, dalam kasus pengorbanan Ishak.”

Kisah ini penuh dengan kata “tanya”. Ketika Abraham layangkan pandangannya, (Kej. 22:4), ia melihat dari jauh tempat itu, Moriah, dengan penuh tanya akan ujian yang diberikan Tuhan padanya dan kesedihan luar biasa karena harus mengorbankan anaknya.

Terselip dalam hatinya mungkinkah (?) momen itu tak terjadi. Tapi, ia berusaha taat dengan hati gentar atas perintah Tuhan. Pada momen pengorbanan, Abraham menatap pedih anaknya yang telah terikat, menatap dengan sorot horror ketakutan.

Abraham berusaha memalingkan wajahnya tapi sangat sulit. Supaya pengorbanan itu berhasil maka Ishak harus menjadi orang asing yang paling terasing. Ishak menjadi sang liyan (lain) yang sempurna. Liyaning liyan atau orang asing yang paling asing. Tetapi sang liyan inilah yang melalui tatapan tanpa suara, berseru: Jangan membunuh,” yang membuat ayunan tangan dan belati Abraham menggantung di udara. Cegahan malaikat Tuhan menyempurnakan proses batal, sebab yang sesungguhnya mencegah adalah tatapan Ishak, sang liyan. Itulah momen yang mengubah kematian menjadi kehidupan.

Krisis menjadi dering pengharapan

Di saat krisis terjadi seperti ini, entah karena ditinggalkan orangtua oleh kematian atau ditinggalkan anak karena berubah prinsip, pengharapan tidak hadir sebagai terang di ujung lorong yang gelap, tetapi hadir saat ini sebagai tongkat penyangga ketika kaki kita terasa goyah, karena punya pengalaman masa lalu tentang Tuhan yang selalu hadir, terutama ketika kita susah.

Bagi yang percaya pada penyelenggaraan Illahi, krisis bukan dering kematian melainkan pengharapan.

Pertanyaannya: Di mana kita berpijak ketika saudara atau sahabat kita berada dalam situasi krisis itu?

Salam sehat dan jangan bimbang untuk berbagi cahaya, apapun cuacanya.

SEIDE

About Admin SEIDE

Seide.id adalah web portal media yang menampilkan karya para jurnalis, kolumnis dan penulis senior. Redaksi Seide.id tunduk pada UU No. 40 / 1999 tentang Pers dan Kode Etik Jurnalistik (KEJ). Opini yang tersaji di Seide.id merupakan tanggung jawab masing masing penulis.