Bahasa provokatif
Menanggapi kritik Thunberg, Menteri Iklim Italia Roberto Cingolani mengakui perkataan Thunberg benar adanya, tapi bahasa yang digunakan provokatif. “Pesannya benar, kami tidak melakukan hal yang cukup,” ujar Cingolani pada BBC.
Cingolani mengatakan bahwa COP26 harus dilakukan dengan serius guna memperkuat bantuan keuangan ke negara-negara rentan, mempercepat penghapusan karbon dan batu bara, serta berusaha menjaga suhu global pada tingkat 1,5 derajat celcius. Namun, dia memperingatkan bahwa sikap di antara populasi global, termasuk mereka yang disebut sebagai “pemerhati lingkungan yang radikal” harus diubah.
Nama Greta Thunberg makin menjadi perbincangan global di media konvensional dan media sosial setelah dia berbicara di Pertemuan Tinggi PBB tentang Perubahan Iklim di New York pada 23 Septemeber tahun 2019. Thunberg memarahi para pemimpin negara anggota PBB yang hadir di pertemuan itu dalam pidatonya selama empat setengah menit. Dalam pidato itu Thunberg beberapa kali menyebut “how dare you” (beraninya kamu).
“Ini semua salah. Aku tidak seharusnya berada di atas sini. Aku seharusnya kembali ke sekolah di seberang lautan, namun Anda semua datang kepada kami kaum muda untuk berharap. Beraninya kamu! Kamu telah mencuri mimpiku dan masa kecilku dengan kata-kata kosongmu, namun aku salah satu yang beruntung,” kata Thunberg dalam pidatonya dengan nada geram.
“Orang-orang menderita. Orang-orang sekarat. Seluruh ekosistem hancur. Kita berada di awal kepunahan massal dan yang bisa Anda bicarakan hanyalah uang dan dongeng tentang pertumbuhan ekonomi abadi? Beraninya kau!,” lanjut Thunberg, putri pasangan Svante Thunberg (aktor Swedia) dan Malena Ernman (penyanyi opera).
Momen besar
Meski terlihat tak cukup kuat menggerakkan para pemimpin dunia yang hadir dalam UN Climate Summit, pidato Thunberg itu dinilai menjadi salah satu momen besar kampanye perubahan iklim.
Thunberg mulai dikenal akan gerakannya ketika menggelar demo perubahan iklim di Stockholm pada Agustus 2018 lalu. Seorang diri, Thunberg mencetuskan gerakan bolos sekolah untuk berdemo tentang perubahan iklim.
Aksinya yang menjadi viral di media sosial itu dengan cepat menarik dukungan dari berbagai belahan dunia. Satu tahun setelahnya, berbagai anak-anak di sejumlah negara bergabung dalam demonstrasi tersebut. Pihak berwenang New York bahkan mengizinkan 1,1 juta pelajar di kota tersebut untuk bolos demi mengikuti berdemo.
“Dia telah melakukan sesuatu yang tidak biasa, demo bolos sekolah. Kita tahu bahwa sekolah merupakan suatu hal yang sangat penting bagi anak-anak di seluruh dunia,” kata Direktur Eksekutif Greenpeace International, Jennifer Morgan, seperti dikutip AFP. Morgan mengatakan Thunberg menyampaikan pidatonya dengan sangat baik dan tegas. Menurut Morgan, pernyataan Thunberg dalam pidato itu adalah keluh kesah banyak orang.
Apa yang disuarakan Thunberg tentang perubahan iklim sesuai dengan hasil survei Indikator Politik Indonesia bersama dengan Yayasan Indonesia Cerah yang menyebutkan, generasi Z (17-26 tahun) dan milenial (27-35 tahun) mempunyai kepedulian yang tinggi terhadap isu krisis atau perubahan iklim.
“Tingkat awareness besar sekali 82 persen. Kita tanya secara verbatim. Generasi Z tingkat awareness-nya lebih tinggi (85 persen) dibandingkan milenial (79 persen),” ujar Direktur Eksekutif Indikator Politik Indonesia, Burhanuddin Muhtadi, dalam konferensi pers secara daring, 27 Oktober 2021.
Selanjutnya, Milenial dan perubahan iklim