Kuliner Nusantara: Jawadah Takir Panjalu (2)

Camilan khas yang representatif untuk disajikan kepada para tamu, yang pilihanya antara lain jatuh kepada Jawadah Takir yang banyak dijual di Pasar Panjalu.

Oleh HERYUS SAPUTRO SAMHUDI

IWAN WAHYUDI – suami Magda, adalah aktivis pencinta alam Palawa UNPAD Bandung, yang juga operator jasa wisata minat khusus. Iwan misalnya, pernah mencatat rekor saat menggelar konvoi outbond training dengan 120 buah mobil jip tua 4WD di selatan Bandung, sebelum kemudian dia memboyong Magda dan anak-anak mereka ke Bali, karena dapat job mengelola jasa wisata air: kayaking & diving.

Seperti saat di Bandung, kesertaan Magda di Bali tak sekadar ‘ikut suami’, melainkan juga ikut menjalankan bisnis. “Rancang program dan manajemen, itu urusan Iwan. Tapi menyiapkan menu masakan bagi peserta sepanjang kegiatan? Itu domain saya,” kata Magda yang saat di Bali malah (bersama anak sulung mereka) ikut bertindak sebagai pembimbing selam dan mendayung kayak wisata.

Dengan sekitar 80% tamu asal Jerman, usaha jasa wisata air yang mereka bangun di Bali sangat menjanjikan untuk berkembang, sampai kemudian terjadi wabah Covid-19, dan kita tahu…nyaris semua usaha wisata di Bali terpuruk, kalau tak bisa disebut ambruk. Tak ada wisatawan luar yang datang. Iwan dan Magda memboyong keluarganya balik ke Jawa Barat. Bukan ke Bandung, tapi ke Situ Lengkong Panjalu.

Magda lahir di Desa Panjalu, Kecamatan Panjalu di utara Kabupaten Ciamis, Jawa Barat. “Ibu saya berdarah Belanda, ayah saya asli dari desa ini,” kata Magda yang bernama asli Nurhayati Magdalena. Kebetulan ada beberapa properti warisan sang ayah, antara lain sebidang tanah dan rumah di pinggir Situ Lengkong Panjalu, yang kini jadi homebase Kancra Kayaking, wisata kayak yang mereka bangun.

Berdiri pada Juni tahun silam, Kancra Kayaking dibangun dengan perhitungan matang. “Sebelumnya, kami beberapa kali survey lokasi, dan Iwan merasa pas mengembangkan wisata kayak di Situ Lengkong, yang selama ini sudah dikenal sebagai destinasi wisata ziarah ke para sesepuh dan Raja Panjalu yang dimakamkan di Nusa Larang yang mengambang di tengah Situ Lengkong.

Kehadiran Kancra Kayakin sama sekali tak berbenturan dengan wisata ziarah yang telah lama eksis. Rombongan peziarah datang dengan bus, menyeberang ke Nusa Larang dengan perahu-perahu kayu (kini) bermesin tempel yang diusahakan koperasia warga, sedangkan pasar Kancra Kayaking adalah wisatawan yang memang datang untuk mencoba rasa mendayung kayak di Situ Lengkong Panjalu.

Kehadiran Kancra Kayaking memberi nilai tambah bagi Situ Lengkong yang kini jadi destinasi wisata andalan Kabupaten Ciamis, setelah Pangandaran lepas dan jadi kabupaten sendiri. Dari mulut ke mulut dan melalui pemberitaan di medsos, Kancra Kayaking kian dikenal. “Tamu tak cuma peminat outdoor activity, tapi juga para Ibu PKK yang ingin arisan, sambil berkayak dengan aman dan nyaman,” kata Magda.

Wisata kayak tak sekadar datang mendayung, lalu balik pulang dengan baju basah. Paket berdurasi 1 – 2 jam selalu diawali tea time atau coffee break, ngeteh atau ngopi (dengan ragam camilan) sembari instruktur menjelaskan apa yang perlu diketahui wisatawan sebelum mendayung kayak. Usai mendayung dan membilas diri, ngeteh atau ngopi sila dilanjut. Juga pada paket yang disertai makan siang.

Ngeteh dan ngopi dengan segala camilannya ini yang perlu disiapkan Magda. Camilan khas Panjalu yang representatif untuk disajikan kepada para tamu, yang pilihanya antara lain jatuh kepada Jawadah Takir yang banyak dijual di Pasar Panjalu. Tapi Magda membuatnya sendiri, dengan rasa yang diperkaya bahan lainnya, menjadikan camilan olahannya itu punya nilai tambah di lidah penikmatnya.

Siapa mengira dari sekadar teman minum teh, banyak tamu berminat membawanya pulang sebagai oleh-oleh. Bahkan setiba di rumah dan kota masing-masing, banyak relasi yang pesan lewat medsos. Maka mulailah Magda memproduksi lebih banyak dari sekadar yang disiapkannya untuk camilan ngeteh dan ngopi. Dua orang wanita warga Panjalu kini bekerja membantunya membuat takir dan mengolah jawadah

Magda cuma membuat Jawadah Takir (dan beberapa camilan semi-basah khas Panjalu lainnya) untuk memenuhi pesanan relasi yang umumnya tinggal di kota, jauh dari Panjalu. Agar aman saat dipaketkan. dia (lagi-lagi) mempekerjakan tetangganya untuk membuat kotak anyaman bambu, mirip kotak Kue Moci, sebagai wadah Jawadah Takir produksinya, sebelum dikemas dan dipaketkan ke alamat pemesan.

Jawadah Takir NUR, begitu kalimat sederhana yang tertempel di kotak. Nur adalah nama kecil Nurhayati Magdalena. Anda ingin icip-icip? Kudu pesan langsung kepadanya. Atau mampir ke homebase Kancra Kayaking. Duduk di kursi kayu di teras terbuka belakang rumahnya di pinggir Situ Lengkong, icip-icip Jawadah Takir sembari menyeruput secangkir teh atau kopi pahit khas Panjalu. Hmmm…! ***

10/11/2021 PK 21:40 WIB

Avatar photo

About Heryus Saputro

Penjelajah Indonesia, jurnalis anggota PWI Jakarta, penyair dan penulis buku dan masalah-masalah sosial budaya, pariwisata dan lingkungan hidup Wartawan Femina 1985 - 2010. Menerima 16 peeghargaan menulis, termasuk 4 hadiah jurnalistik PWI Jaya - ADINEGORO. Sudah menilis sendiri 9 buah buku.