Saat tiba waktunya, di meja panjang tak cuma terhidang Nasi Jagung (nasi dari beras yang dicampur jagung) sebagai bahan karbohidrat, tapi juga Talas Rebus Ubi Rebus, Sayur Pisang Menjelang Matang serta Popeda alias bubur sagu yang biasa dinikmati dengan Sayur Ikan Kuah Kuning. Tapi Kali ini ada sepanci besar sayur kuning yang bukan dari ikan danau, tapi berbahan daging mirip cumi-cumi.
Kepada para peserta trip backpacker saya jelaskan apa isi panci besar dan spesial itu. Satu dua peserta ada yang ragu saat icip-icip. Tapi belakangan, semua mengacungkan jempol kepada Mama Ana atas hidangan lezat itu. Dan ternyata, Mama Ana tak cuma membuat sepanci Ulat Sagu Kuah Kuning. Dari dapur ia juga lantas menghidangkan senampan Sate Ulat Sagu. Wisata kuliner yang sukses.
Ulat sagu merupakan larva kumbang merah (Rhynchophorus ferrugineus) yang biasa hidup di pokok sagu (Metroxylon sago) yang banyak tumbuh kawasan wetland (rawa-rawa) Danau Sentani. Biasa hidup di batang sagu tua yang sudah tumbang dan membusuk, atau di ampas empelur yang sudah diambil pati sagunya. Tubuh putih seukuran jempol, kepala warna coklat. Sejak purba dijadikan sumber protein oleh puak-puak masyarakat tradisional di Nusantara.
Indonesia adalah negara penghasil 70 persen sagu dunia, yang tersebar nyaris di segenap pesisir Kepulauan Nusantara, dari Sabang hingga Merauke dari Miangaas hingga Pulau Rote. Pohon sagu tak uma menghasilkan empelur sagu dan jamur sagu, tapi juga ulat sagu yang kaya protein dan bebas kolesterol. Di Kota Kinabalu, Sabah Malaysia, tiap tahun digelar Fastival Ulat Sagu yang mengundang datang wisatawan dari mancanegara termasuk Indonesia. Kita gimana Pak Menteri? ***
20/09/2021