Kaesang masuk Pendopo Mangkunegaran dengan baju berwarna merah bermotif dengan rumbai benang emas, senada dengan baju istrinya, Erina Gudono yang cantik dan anggun.
Mengapa Kaesang yang bukan raja, bukan seorang pemimpin, mengenakan kuluk raja saat menjadi pengantin ? Ini yang banyak diperdebatkan kaum netizen. Pro kontra terjadi saat kemarin Pak Jokowi dan Ibu Iriani mengadakan hajatan pernikahan Kaesang- Erina. Ndilalah Kaesang Pangarep mengenakan topi atau kuluk raja yang menurut banyak orang agak aneh. Kaesang Pangarep mengenakan penutup kepala khas Raja Mataram Islam atau yang juga dikenal dengan kuluk atau kupluk. Padahal ia bukan raja. Bukan seorang pemimpin. Itu bukan songkok yang pantas dikenakan saat menjadi manten.
Ketoprakan
Kaesang masuk Pendopo Mangkunegaran dengan baju berwarna merah bermotif dengan rumbai benang emas, senada dengan baju istrinya, Erina Gudono yang cantik dan anggun. Menurut Gayatri Muthari, bahkan yang bersangkutan ( Kaesang) meminjam tempat yang bukan trahnya untuk hajatan meski diijinkan. Tempat hajatan dan topi atau songkok yang dikenakan Kaesang, masih tetap dijadikan simbol dalam menggenggam nilai luhur bangsa yang seharusnya dijunjung tinggi, komentar beberapa orang.
Penulis dan pengamat sosial, budaya dan agama, Gayatri Muthari menyebut Kaesang yang memakai kuluk Raja itu sebagai pemain ketoprak. Bahkan acara pernikahan putra Presiden Jokowi di Pura Mangkunegaran tersebut dinilai sebagai acara “ketoprakan,” gara-gara Kaesang memakai topi yang layak dikenakan hanya oleh raja.
Menurutnya, Songkok kasunanan adalah songkok yang dikenakan berabad-abad lalu sebagai simbol raja. Dipakai di atas singgasana. Sementara Kaesang yang mengenakan kuluk raja itu dianggap tidak pas dan tidak belajar simbol dan tanda, termasuk pakem. Itu sebabnya, tulis Gayatri, peristiwa pemakain kuluk oleh Kaesang harus dimaklumi sebagau ketoprak.
Yang tidak setuju pendapat itu, memiliki pendapat lain. Salah satunya yang menarik adalah ini : dimanapun orang yang sedang menjadi pengantin atau manten, biasa disebut sebagai Raja Sehari. Jadi, ya harus dimaklumi kalau Kaesang memakai kuluk raja zaman dulu.
Sejarah
Kuluk ini sendiri awalnya memiliki makna sebagai penguat pengakuan sebagai raja Jawa di dunia Islam. Dulu kala, Raden Rangsang atau Susuhunan Agung Hanyakrakusuma mengirim utusan ke Kesultanan Utsmani di daerah yang kini di Turki.
Dalam sejumlah catatan sejarah, utusan Mataram Raden Rangsang diberi gelar Sultan Abdullah Muhammad Maulana Jawi Matarami oleh Sultan Murad.
Pemberian gelar itu juga dibarengi dengan sebuah tarbusy atau tutup kepala yang akrab dalam budaya Utsmani sebagai mahkota. Selain itu, Raden Rangsang juga diberikan bendera, pataka, dan sebuah guci berisi air zam-zam.
Model tarbusy tersebut kemudian dikenakan secara turun-temurun oleh keturunan Sultan Agung, terutama dalam penobatan raja-raja Dinasti Mataram.
Kini, Kaesang Pangarep mengenalkan kembali kuluk tersebut, sesuai dengan tema pernikahannya dengan Erina Gudono, yaitu Mataram Islam. Tema Mataram Islam ini sendiri diambil menimbang latar belakang Kaesang dari Solo, sementara Erina dari Yogyakarta.
Kesultanan Mataram Islam sendiri adalah Kerajaan Islam di Jawa sebelum kemudian dibagi dua menjadi Kasunanan Surakarta dan Kasultanan Ngayogyakarta melalui Perjanjian Giyanti pada 1755.
Simbol vs Sanepo
Dalam berbagai peristiwa, tak banyak yang mampu memahami seoerang Jokowi yang selalu menebarkan sanepo, tanda-tanda, peringatan atau sesuatu yang tak mudah dicerna dalam sekali pandang. Jokowi memiliki makna tersembunyi dalam segala hal termasuk pemilihan Mangkunegaran sebagai tempat upacara. Termasuk mengapa Kaesang memakai topi raja Mataram. Bisa jadi, Jokowi ingin menghidupkan Mangkunegaran yang selama ini redup dan membiarkan Mangkunegaran dikenal seluruh dunia. Jokowi juga mengajak masyarakat menengok kembali kejayaan Mataram melalui topi raja yang dikenakan Kaesang Pengarep.
Begitu ada peristiwa nantinya yang berkaitan dengan lokasi atau pemilihan tempat dan pemakaian topi raja seperti ini, bisa jadi orang akan mulai paham, apa yang dimaksud dengan semua ini. Presiden Jokowi selalu penuh perhitungan dalam melakukan banyak hal. Terlebih dengan peninggalan sejarah seperti Pura Mangkunegaran dan Mataram ini.
TULISAN LAIN
Rumitnya Akad Nikah dan Celetukan Kaesang Pangarep