SOAL dokumentasi sastra, bisa jadi hanya HB Jassin yang mengunggulinya. Itu pun karena Jassin hanya fokus ke sastra dan belakangan dibantu pemerintah serta dikaruniai umur sangat panjang. Semoga saja sahabat saya ini juga berumur panjang agar dokumentasinya bisa semakin lengkap.
Arief juga biasa menulis dengan sangat detail. Ini kegilaaannya yang lain. Ketika dia menulis tentang pertemuannya dengan penyair yang dijuluki “Presiden Malioboro”, Umbu Landu Paranggi di Bali tahun 1992, dia menulis seperti ini: “Hari kedua, siang hari, saat berlangsung kolaborasi melukis bersama, Umbu menjawil pundak saya untuk mengajak keluar arena. Saya kaget, tak mengira, namun senang juga. Saya mengikuti dia berjalan menuju arah utara, ke bangunan sepi, ngobrol berdua. Umbu duduk pada undakan bangunan, saya mengikuti. Merokok, terus diam, merokok lagi. Saya melihat rona wajah, gerak tubuh, gerak tangan, termasuk saat mencomot rokok dengan dua jari pada saku baju blue jeans -terkesan santai, amat khusyuk, menghayati. Saya melihat tatkala mengepul asap rokok dia sesekali menebar senyum. Aha.” (hal 5).
Penyair dan jurnalis ini juga gila dalam soal ketekunan. Tahun 1978 saat berada di Perpusatakaan Jalan Maioboro 175, dia menemukan bundel koran yang antara lain memuat puisi Umbu. Karena tidak punya cukup uang untuk memfotokopi halaman yang diperlukannya, secara tekun dia pun menyalinnya dengan tulisan tangan. “Karena alat fotokopi saat itu masih barang elite serta saya tak punya uang, maka ada puisi Umbu Landu Paranggi yang saya salin dengan tulisan tangan. Contoh, puisi Malara Nusa Tenggara, Selat Sumba (Pelopor Yogya, 26 Juli 1964). Lanjut Maramba Karera, Balada Maramba Humba, Lapar dan Dahaga Musim Panas Musim Panas yang Kudamba (Pelopor, 30 Agustus 1970). Lihat Analekta Esai Koran, Pembicaraan Puisi, hal 10.
Selanjutnya, pergaulan luas