Seide.id – Minggu pagi itu, detak jam belum beranjak jauh dari pukul 07:00 WIB. Namun, di Jalan Gempol Kulon, Bandung, Jawa Barat, antrian orang yang hendak sarapan sudah terlihat mengular, hingga nyaris menutupi separuh badan jalan sempit itu.
Pusat antrian adalah sebuah kedai bercat biru, yang tampilan luarnya amat sederhana, dan di bagian atapnya terpampang menyolok papan nama bertuliskan: KUPAT TAHU GEMPOL.
Ya, itulah Kedai Kupat Tahu Gempol, yang rasa hidangannya sudah tersohor berbilang puluhan tahun lamanya di Kota Kembang, Bandung.
Adalah pasangan suami-istri, Haji Achdan dan Hj. Yayah, yang mengawali berdirinya kedai kupat tahu itu pada September 1965 silam. Bermodalkan resep pemberian sesepuh keluarga di Mangunreja, Tasikmalaya, Jawa Barat, pasangan itu memulai usaha jualan kupat tahu.
Di hari pertama berjualan, sekitar lima kilogram bahan kupat tahu, yang terdiri dari kupat, tahu, tauge, serta bumbu kuah kacang dan kerupuk kemplang, habis terjual.
“Harga sepiringnya waktu itu, lima rupiah,” kenang Yayah, sang pendiri.
Menikah dengan Achdan pada 1961, Ibu yang tampak masih bugar di usianya kini yang mencapai 78 tahun itu, dikaruniai tujuh orang anak, 16 cucu, serta satu cicit. Sejak awal berjualan, Yayah mengaku, ia dan suami tidak pernah sekali pun mengubah bumbu kupat tahunya. Prinsip untuk “tidak mengubah bumbu” itu juga, yang dipesankan Achdan kepada Yayah, menjelang wafat pada 2014 lalu.
Dan, bumbu (yang tentulah sangat dirahasiakan resepnya) itulah, yang pelan dan pasti, seiring berjalannya waktu, membuat kupat tahu gempol menjadi kondang ke mana-mana.
Cita rasanya yang gurih dan sedikit pedas, terasa sangat nikmat saat tersantap di mulut. Kenikmatan rasa bumbu kuah kacang itu, berpadu pas dengan dengan kerupuk kemplang dan tahu gurih yang khusus dikirim dari Pasar Cihapit, Bandung, serta kelembutan kupat yang begitu pulen, berkat terbuat dari beras kualitas kelas satu.
“Butuh waktu 11 jam untuk membuat kupat ini,” ungkap Tini Suwartini, menantu Yayah, yang bersama 30-an anggota keluarga lainnya sekarang bahu-membahu menyiapkan bahan-bahan kupat tahu, guna dihidangkan kepada pengunjung yang datang.
Bahwa orang yang bekerja di kedai itu kini berjumlah sampai puluhan, tiada lain karena jumlah pengunjung pun, utamanya pada akhir pekan, bisa datang silih berganti hingga ribuan orang.
Sedemikian banyaknya, hingga kedai ini sampai harus menyiapkan mekanisme drive-thru, guna meminimalisir panjang antrian dan menyikapi sempitnya lahan parkir.
“Beginilah kerja saya setiap Sabtu dan Minggu, terus-terusan membungkus kupat tahu, supaya pengunjung yang datang naik mobil bisa langsung mengambil dan membayar kupat tahu yang dibeli,” ucap Tini, yang menjamin setiap kupat tahu yang dibeli dengan cara dibungkus, tidak akan basi, kendati disimpan dalam waktu cukup lama.
“Dibawa ke Jakarta pun aman, karena bahan-bahannya dibungkus terpisah dalam boks. Kupatnya dialas daun, sementara tahu, tauge, bumbu, dan kerupuknya diplastik,” urai Tini.
Perempuan berusia 54 tahun ini pun mengungkapkan, dalam setiap porsi kupat tahu, tersaji sepiring kupat dan 1,5 potong tahu, beserta bumbu, tauge, dan kerupuk kemplang. “Yang khas dari kupat tahu di sini, memang bumbu dan kerupuk kemplangnya,” kata Tini.
Sejak 11 tahun lalu, atas prakarsa seorang anak Ibu Yayah yang bernama Enung, Kedai Kupat Tahu Gempol juga menjual lontong kari. Rasanya tidak kalah nikmat, sehingga banyak pula pengunjung yang memesannya. Bila dulu pengunjung harus duduk berdesakan di sekitar kedai, kini telah disediakan pula tempat duduk dalam jumlah cukup di sebuah rumah yang terletak tepat di seberang kedai.
“Alhamdulillah,” ucap Yayah dengan wajah berbinar, saat ditanya perihal perasaannya melihat usahanya berjualan kupat tahu kini maju pesat. Berkat rezeki yang diperolehnya itu, Yayah pun telah menunaikan Ibadah Haji bersama suami dan dua anaknya.
”Tahunnya lupa, tapi waktu itu presidennya Bapak Habibie,” kenang Yayah. Ia mengaku pula, bahwa kelima anaknya yang lain pun telah pergi Umroh. Ia juga telah membelikan rumah bagi ketujuh buah hatinya. Setiap malam, Yayah juga mengaku masih selalu rutin bangun untuk melaksanakan Salat Tahajud.
Pada tahun 2014, kupat tahu gempol pun telah diikut-sertakan Pemerintah Indonesia untuk hadir di Festival Kuliner Dunia di Singapura. Selama lebih dari satu pekan, ribuan piring kupat tahu nikmat dari Kedai Kupat Tahu Gempol, habis tersantap oleh pengunjung yang datang memadati Stand Indonesia.
Di suatu hari, utusan dari Megawati juga pernah datang memesan kupat tahu untuk disantap di tempatnya menginap. Sementara, artis yang pernah dan masih rutin datang untuk makan kupat tahu, sudah tak terhitung jumlahnya lagi.
“Setiap hari, kami buka dari jam delapan pagi hingga tiga sore,” cetus Tini.
Tapi, seperti terlihat pada Minggu pagi itu, pengunjung sudah tampak datang berdesakan sejak pukul 07:00 WIB. Mereka tertib mengantri untuk bisa menikmati kupat tahu enak yang per porsinya kini dihargai Rp 18.000, yang nilainya mungkin setara dengan Rp 5 saat Yayah menjualnya pada 1965. (tapanz)