Seide.id – Calon Perdana Menteri Lebanon, Saad Hariri, mengundurkan diri usai mengaku gagal membentuk pemerintahan baru, sembilan bulan pasca dipilih untuk memimpin negeri yang sedang diterpa krisis tersebut.
Sementara donor internasional bersikeras Lebanon harus terlebih dahulu membentuk pemerintahan baru sebagai syarat kucuran dana bantuan.
Perkembangan itu memupus harapan penduduk yang semakin kewalahan menghadapi inflasi, kelangkaan obat-obatan dan meroketnya harga bahan bakar.
Kamis (15/7) sore pendukung Saad Hariri memblokir jalan-jalan dan bentrok dengan tentara di Beirut dan di seluruh Lebanon, beberapa jam setelah dia mengumumkan dia menyerah pada upayanya untuk membentuk pemerintahan.
Ratusan orang berkumpul di persimpangan utama Beirut ketika berita pengunduran diri Hariri menyebar, membuat sebagian ibu kota macet.
Di Tarik Al Jadida, sebuah jalan raya utama yang menuju keluar dari ibu kota ke bandara Beirut, kebakaran yang dimulai oleh para demonstran menyemburkan gumpalan asap hitam ke langit.
Tentara Lebanon melepaskan tembakan peringatan ke udara dan ratusan pengunjuk rasa membalas dengan melemparkan batu dan botol. Tentara yang kalah jumlah segera dipaksa mundur, berdiri sampai protes kehabisan tenaga.
Mereka marah pada Presiden Michel Aoun atas kurangnya kerjasamanya dengan upaya Hariri untuk membentuk Kabinet selama sembilan bulan, para demonstran mengatakan mereka juga telah dipaksa turun ke jalan oleh penurunan tajam negara itu.
“Kami tidak punya uang untuk makan, atau uang untuk bertahan hidup. Kami hanya punya energi untuk protes, membakar ban. Ini adalah satu-satunya yang tersisa dari kami,” kata seorang demonstran.
Ada juga demonstrasi di Sour, di mana sebuah video yang diposting ke media sosial menunjukkan para demonstran membajak sebuah truk bahan bakar dan mengendarainya di jalan utama pada hari sebelumnya.
Hari itu adalah tonggak suram lainnya dalam keruntuhan Lebanon, tulis Gareth Browne di MENA (16/7/2021)
Kerusuhan yang terjadi di Lebanon merebak setelah negara itu jatuh dalam krisis ekonomi parah. Hiperinflasi dan kelangkaan berbagai kebutuhan pokok membuat situasi di Lebanon semakin tak tertahankan bagi warganya.
Krisis ekonomi dan finansial diketahui membuat aliran listrik hanya bertahan selama beberapa jam setiap harinya, memicu kelangkaan bahan bakar diesel yang dibutuhkan untuk generator dan memicu kurangnya perlengkapan medis serta obat-obatan.
Pandemi virus Corona (COVID-19) semakin mempersulit situasi, dengan rumah-rumah sakit di Lebanon yang dulunya menjadi salah satu yang terbaik di kawasan, harus ikut berjuang.
Hampir setahun lalu, pada 4 Agustus 2020 sebanyak 2,750 ton amonium nitrat yang tersimpan di Gudang di Pelabuhan Lebanon meledak, menewaskan 135 orang dan melukai 5 ribu orang. Sampai hari ini penyelidikan terhadap kasus itu belum menemukan titik terang.
Persimpangan Peradaban
Lebanon adalah negara kecil di Timur Tengah yang berbatasan dengan Israel (Selatan), Suriah (Utara dan Timur), serta Laut Mediterania di Barat.
Sebelum tercabik-cabik oleh perang saudara Lebanon (1975-1990), negara ini menikmati ketenangan dan kemakmuran yang relatif, didorong oleh sektor pariwisata, pertanian, dan perbankan.
Negara ini pernah disebut sebagai ibu kota perbankan di dunia Arab dan umumnya dianggap sebagai “Swiss di Timur Tengah”. Karena kekuatan finansialnya, Lebanon juga menarik banyak sekali wisatawan, hingga ibu kotanya, Beirut, dirujuk oleh banyak orang sebagai “Parisnya Timur Tengah.”
Selama beribu-ribu tahun Lebanon telah menjadi persimpangan utama peradaban. Tidak mengherankan bila negara kecil ini mempunyai budaya yang luar biasa kaya dan hidup. Penyair terkenal dunia Kahlil Gibran, lahir di Lebanon.
Campuran kelompok etnis dan agama yang sangat luas di Lebanon ikut menyumbangkan tradisi makanan, musik dan sastra, serta festival. Beirut merupakan panggung seni yang sangat hidup dengan berbagai pertunjukan, pameran, pameran mode, dan konser yang diadakan sepanjang tahun di berbagai galeri, museum, teater dan tempat-tempat terbuka.
Masyarakatnya modern, terdidik, sangat mirip dengan banyak masyarakat Eropa lainnya di Mediterania. Meskipun sangat mirip dengan Eropa, bangsa Lebanon sangat bangga akan warisan mereka dan telah menjadikan negeri itu dan khususnya Beirut pusat kebudayaan dunia Arab. (Bersambung)