Seide.id – Analis politik senior di Al Jazeera, menulis, Lebanon seperti berada di dalam lorong tak berujung. Sistem politiknya menemui jalan buntu, karena ekonominya bertambah buruk setiap hari, memaksa para pemimpinnya untuk memohon bantuan darurat asing untuk tetap bertahan, termasuk makanan untuk tentaranya yang kelaparan.
Orang Lebanon orang yang cerdas – tetapi lebih dikenal karena ego daripada kerendahan hati mereka — sampai saat ini menyangkal besarnya krisis yang semakin dalam.
Mereka adalah kelompok yang rajin, cerdas, dan wirausahawan yang telah berhasil mengatasi dua krisis besar dalam beberapa dekade terakhir, dan mereka yakin akan kembali menjadi lebih baik pada masa mendatang.
Tetapi situasi saat ini membuktikan, bahwa orang Lebanon untuk ketiga kalinya sial.
Orang Lebanon dikenal suka membeli barang-barang yang tidak mereka butuhkan dengan uang yang tidak mereka perlukan sekdar untuk pamer kepada orang lain. orang Lebanon yang “bon vivant” (menjalani hidup dengan baik) kini telah menjadi begitu miskin dan terisolasi sehingga hanya ada sedikit barang untuk dibeli, tidak bisa lagi pamer , dan semakin sulit mendapatkan uang, sekalipun melalui pinjaman.
Mereka sekarang tengah menghadapi “paradoks shawarma”: sandwich nasional yang harganya 5.000 pound Lebanon atau $2 beberapa tahun lalu, hari ini dihargai 20.000 pound atau kurang dari satu dolar. Namun semangat orang Lebanon tetap hidup, mereka terkenal denan humor-homornya.
Orang Lebanon suka mencela diri sendiri, dan itu semakin mendominasi media sosial Lebanon.
Seperti sebuah lelucon: pastikan untuk berdoa, atau Anda akan masuk neraka dua kali, di Libanon dan di akhirat.”
Yang lain menyoroti tiga pilihan yang dimiliki orang Lebanon selama krisis: pergi ke rumah sakit Hariri, pergi melalui bandara Hariri, atau bertemu langsung dengan (almarhum Perdana Menteri) Rafiq Hariri.
Lebanon adalah sebuah paradoks yang hidup dan bernafas. Ini adalah bumi yang saling bertolak belakang; antara sekularisme, antara kekayaan dan orang miskinan, antara ultra-liberal dan konservatif ekstrim.
Kontradiksi dalam negara kecil itu kemudian dirajut menjadi kain nasional. Meskipun sebagian besar bersifat konfesional, karakteristik paradoks Lebanon melampaui afiliasi keagamaannya.
Sangat menyedihkan melihat bagaimana orang-orang yang dikenal sebagai yang paling praktis dan produktif di kawasan – kini menjadi sangat tidak praktis dan kontraproduktif terhadap negara mereka sendiri.
Salah urus Lebanon saat ini telah menempatkannya negara itu seperti “kereta api menuju neraka” yang “akan mencapai stasiun terakhir.”
Henri Chaoul, mantan penasihat kementerian keuangan negara itu, mengatakan kepada CNBC.
Hizbullah
Sementara itu, meskipun memiliki pemerintahan yang sah, Lebanon tidak pernah mampu menertibkan faksi-faksi yang memiliki kekuatan bersenjata di Lebanon. Salah satunya adalah kelompok Hizbllah. Kelompok dukungan Iran ini seperti negara dalam sebuah negara, karena memiliki angkatan bersenjata sendiri.
Sebagai proxy Iran, Hezbollah tentu saja bertentangan dengan Israel. Hezboolah adalah musuh Israel di Utara, dan Hamas di Selatan. Israel bahkan pernah melakukan peperangan hebat dengan Hizbullah.
Konflik ini berawal pada tanggal 12 Juli 2006, ketika Hizbullah menyerang kota Shlomi di Israel utara dengan rudal Katyusha, kemudian pasukan Hizbullah menyusup ke wilayah Israel. Dalam serangan tersebut, tiga pasukan Israel dibunuh, dua luka-luka, dan dua diculik.
Peristiwa ini kemudian berlanjut dengan serangan Hizbullah ke wilayah Israel yang menghasilkan delapan orang tentara Israel tewas dan melukai lebih dari 20 orang. Israel kemudian membalas dengan Operasi Just Reward (“Balasan yang Adil”), yang lalu namanya diubah menjadi Operasi Change of Direction (“Perubahan Arah”).
Serangan balasan ini meliputi tembakan roket yang ditujukan ke arah Libanon dan pengeboman oleh Angkatan Udara Israel (IAF), blokade Udara dan Laut serta beberapa serangan kecil ke dalam wilayah Lebanon selatan oleh tentara darat IDF.
Setelah 33 hari menggempur dan mengepung Lebanon, Israel mundur.
Israel telah meminta agar Hizbullah dilucuti, tetapi pihak Lebanon meminta agar wilayahnya yang diduduki Israel sejak tahun 1967 dikembalikan terlebih dahulu. Sampai kini Hizbullah semakin kuat, dan pemerintah Lebanon tidak bisa berbuat apa-apa.
Presiden Amerika Serikat (AS) Joe Biden mengatakan, kedaulatan Lebanon terus dirusak karena berlanjutnya pengiriman senjata Iran ke Hizbullah.
Baru-baru ini kembali ada yang coba memantik peperangan dengan Israel. Ada dua roket yang ditembakkan dari Lebanon menuju bagian utara Israel. Satu roket dicegat oleh Sistem Pertahanan Udara Iron Dome dan roket kedua jatuh di area terbuka.
Militer Israel lalu melancarkan serangan artileri ke wilayah Lebanon untuk membalas serangan roket yang melanda wilayahnya. Jika eskalasi serangan meningkat, bukan tidak mungkin akan terjadi lagi perang besar seperti tahun 2006. Maka Lebanon pun akan semakin terpuruk. hw