Jangan Lelah untuk Berbuat Baik

Seide.id- “Apakah kita mempunyai teman atau saudara, meski selalu dibaiki, tapi tidak tahu diri dan tidak mau berubah?”

Jika punya, … berbahagialah!

Sesungguhnya, kita sedang diuji oleh diri sendiri. Apakah perbuatan kita itu datang dari hati nurani, dan tulus ikhlas.

Masih terpampang dengan jelas, ketika rumah keluarga itu dijual. Saya tersinggung, karena sebagai anak perempuan satu-satunya, saya tidak diajak ‘rembugan’. Tahu-tahu rumah itu terjual. Bahkan, rencananya, saya bakal diberi hak waris 50% dibandingkan pria!

Saya ingin berontak, menelepon Ibu, atau pulang kampung. Tapi niat itu dicegah oleh suami, dan saya ditenangkannya.

“Semua itu sudah terlanjur, tidak harus disesali. Sekalipun kau tidak diberi bagian, lebih baik berbesar hati, dan ikhlas. Pikir mereka, karena kita lebih mapan.”

Saya kesal sekesalnya. Bagaimana tidak. Sebagai anggota keluarga, saya tidak diajak bicara. Sekalipun tidak diberi bagian dari penjualan rumah itu juga tidak masalah, asal mereka terus terang dan jujur. Apalagi, semua saudara saya juga belum memiliki rumah. Sehingga rumah besar keluarga itu dapat ditukar menjadi rumah-rumah yang lebih kecil.

Selain soal rumah keluarga, juga sewaktu Ibu sakit, semua saudara seperti lepas tangan. Jika sebagian uang penjualan rumah itu ditabung untuk Ibu, tentu biaya pengobatan Ibu itu bakal teratasi.

“Pikiranmu jangan ‘kemrungsung’. Kau bakal uring-uringan dan stres. Lebih baik kau pulang mengurus Ibu.”

Saya bersyukur dan beruntung, karena suami pengertian dan sabar. Bahkan, ketika ada Mas yang ke rumah merecoki ini-itu, dengan enteng suami berkomentar.

“Bersyukurlah, jika kita masih diberi kesempatan untuk membantu orang lain.”

Padahal, jujur, saya sulit menerima kenyataan itu. Anggapan saya, jika seorang selalu dibaiki itu mestinya sadar diri, berubah dan berjuang untuk perbaiki diri agar ke depannya makin baik. Jika sulit berubah?

“Jika mengingat-ingat hal itu berarti kita memberi dengan setengah hati, dan tidak ikhlas. Apa pun yang kita berikan pada orang lain, seharusnya hal itu dilupakan.”

Kalau orang yang dibantu itu selalu merepoti dan ingin bergantung pada kita?

Kenyataan itu yang mengusik hati saya jadi dongkol. Ketidak-tegasan Ibu membuat anak tidak mandiri.

Kini saya harus pergi meninggalkan keluarga untuk mengurus Ibu yang berbaring sakit. Dulu, saya pernah mengajak Ibu untuk tinggal bersama, tapi ditolak. Alasan Ibu, karena jauh dari anak-anaknya yang lain.

Saya menarik nafas panjang. Saya ingat kembali peneguhan kata-kata suami.

“Kau pulang tunjukkan kasih dan baktimu pada Ibu. Uruslah Ibu sampai sembuh. Jika Ibu berkenan, ajaklah tinggal bersama kita.”

Saya memejamkan mata. Saya harus belajar untuk lebih berserah pasrah pada Allah, dan ikhlas.

Mas Redjo /Red-Joss

Penjual Air Mineral

Avatar photo

About Mas Redjo

Penulis, Kuli Motivasi, Pelayan Semua Orang, Pebisnis, tinggal di Tangerang