Tak seperti kantor hukum yang dia dirikan, yaitu “INTEGRITY” (Indrayana Centre for Government, Constitution and Society) – jejak rekam Denny Indrayana sendiri menunjukkan bukan sosok praktisi hukum yang berintegritas . Juga dalam kasus korupsi, isu yang dia sangat peduli dan dia perjuangkan. Termasuk juga dalam pembelaan KPK sebagaimana berulangkali dikemukakannya.
Oleh Dimas Supriyanto.
PADA Pemilu 2014 lalu, Denny Indrayana mengaku memilih Jokowi dan memberi salam dua jari setelah pencoblosan, meski masih menjabat sebagai Wamenkumham.
Namun guru besar hukum di UGM itu kini berbalik menyerang pemerintahan Presiden Joko Widodo setelah tak kunjung mendapat jabatan di Kabinet Kerja di periode ke dua. Sebagai Pakar Hukum Tata Negara sosoknya jelas kalah pamor dibanding Prof. Dr Mahfud MD dan Prof.Dr Yusril Ihza Mahendra.
Lama menanti tak kunjung dapat jabatan di pemerintahan dan kabinet Jokowi, belakangan dia berbalik memberikan dukungan kepada Anies Baswedan sebagai capres di Pilpres 2024 dan menyerang pemerintahan Jokowi.
“Kebijakan politik dan hukum Jokowi saat ini banyak dirasa melanggar konstitusi ” katanya.
Denny menilai, di periode kedua, KPK dilumpuhkan dengan perubahan UU KPK. Pelumpuhan KPK itu dinilai berkontribusi langsung ke turunnya Indeks Persepsi Korupsi (IPK) Indonesia.
Sebaliknya, dia kini mendukung Anies Baswedan lantaran sohibnya sesama alumni UGM itu, rekam jejaknya paling mendekati kedua parameter konstitusi dan antikorupsi.
Dia mengaku kenal Anies sejak 20 tahun lalu di UGM dan menurutnya, sosok Anies dirasa sudah menunjukkan kepemimpinan, sejak menjadi Ketua Senat Mahasiswa UGM.
Denny menyatakan, bersama sama Anies Baswedan menjaga dan mempertahankan KPK yang kuat dan independen. Termasuk, saat jadi anggota Tim Delapan, tim independen kepresidenan demi melawan kriminalisasi pimpinan KPK pada 2009 lalu.
Denny mengatakan, dalam setiap pemilihan presiden dia memilih dengan dua kata kunci, konstitusi dan anti korupsi.
KEREN sekali argumen Guru Besar Hukum Tata Negara UGM yang yang sudah bergelar profesor ini.
Namun tak seperti kantor hukum yang dia dirikan, yaitu “INTEGRITY” (Indrayana Centre for Government, Constitution and Society) – jejak rekam Denny Indrayana sendiri menunjukkan bukan sosok praktisi hukum yang berintegritas .
Juga dalam kasus korupsi, isu yang dia sangat peduli dan dia perjuangkan. Termasuk juga dalam pembelaan KPK sebagaimana dikemukakannya.
Namanya pernah menjadi pemberitaan pa akhir tahun 2018 lalu, lantaran menjadi kuasa hukum PT Mahkota Sentosa Utama (PT MSU). – anak perusahaan Grup Lippo yang berkasus di Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) karena diduga menyuap sejumlah pejabat di Pemerintah Kabapaten Bekasi terkait perizinan proyek Meikarta, Cikarang, Bekasi, Jawa Barat.
Padahal sebelumnya, dalam tweet-nya beberapa tahun lalu, dia mengatakan pengacara koruptor sama dengan koruptor.
“Advokat koruptor adalah koruptor itu sendiri. Yaitu advokat yg membela kliennya yg nyata2 korupsi, menerima bayaran dari uang hasil korupsi,” tulis Denny dalam akun twitternya beberapa tahun lalu.
“Lawan korupsi sejak pikiran. Pikiran normatif di tengah penegakan hukum koruptif adalah jebakan batman yg membuat koruptor tertawa suka cita.”
Bukan pengacara namanya jika Denny Indrayana tak punya dalih mengapa mau membela Meikarta, terkait kasus korupsi . “Kalaupun saya membantu pasti membantu kerja KPK, berkoordinasi dan bekerja sama dengan KPK agar kasus segera tuntas,” kata Denny kepada detikcom, Selasa (16/10/2018).
“Yang pasti kita ikuti langkah-langkah KPK, kita dukung penuh, kita support penuh, kita kooperatif, kita bekerja sama dengan KPK,” kata Denny.
Lalu siapa yang membayar jasa dia sebagai pengacara?
Meikarta atau KPK ?!
Kasus yang sedang ditangani Denny ini adalah kasus dugaan suap izin proyek properti, LIPPO Grup di Cikarang itu. Sejumlah pejabat di Bekasi menjadi tersangka, di antaranya Kepala Dinas PUPR Kabupaten Bekasi Jamaludin, Kepala Dinas Pemadam Kebakaran Pemkab Bekasi Sahat MBJ Nahor, Kepala Dinas DPMPTSP Kabupaten Bekasi Dewi Tisnawati, dan Kepala Bidang Tata Ruang Dinas PUPR Kabupaten Bekasi Neneng Rahmi.
Sedangkan pihak pemberi suap yang menjadi tersangka adalah Direktur Operasional Lippo Group, konsultan Lippo Group Taryadi dan Fitra Djaja Purnama, serta pegawai Lippo Group Henry Jasmen.
Prof. Dr. Romli Atmasasmita, koleganya yang Guru Besar Unpad pun kemudian “menggugat” peran Denny Indrayana yang sebelumnya gencar menyuarakan antikorupsi tetapi malah menjadi pembela kasus korupsi.
“Bagaimana bisa Denny Indrayana berubah sikap 100% berpaling dari kawan KPK dan koalisi anti korupsi menjadi “lawyer” tersangka KPK?” ujar Prof Romli Atmasasmita melalui akun twitternya.
Mantan salah satu Dirjen di Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia, itu juga menggugat kiprah Denny Indrayana menjadi seorang pengacara padahal bertatus PNS.
Kepada Bareskrim Polri, Romli mempertanyakan kasus Denny Indrayana yang sebelumnya dijerat kasus tindak pidana korupsi saat menjadi Wakil Menteri Hukum dan HAM.
Bareskrim Mabes Polri memang pernah menetapkan Mantan Wakil Menteri Hukum dan HAM (Wamenkum HAM) Denny Indrayana sebagai tersangka oleh Bareskrim Mabes Polri, dalam dugaan kasus korupsi proyek penyelenggaraan pembayaran pengurusan paspor secara elektronik (payment gateway) di Kemenkum HAM 2014 oleh Bareskrim Mabes Polri.
“Pertanyaan saya ke Bareskrim apakah Denny Indrayanan sudah di SP3 kasus di Kemenhukham? Dan terhadap UGM apakah Denny diizinkan menjadi ‘advokat’ dalam status PNS?” ujar Prof. Romli Atmasasmita melalui akun twitternya, saat menggugat Denny.
Denny Indrayana boleh saja mengibarkan bendera “Integrity” –
Namun jejak digitalnya menunjukkan dia tokoh yang tak punya integritas.
Lidah memang tak bertulang ***