Seide.id – Yaaay…! Hampir kepada semua sahabat dan teman dekat, aku selalu proklamasi : umur 50-an itu sangat membebaskanku.
Hampir ke setiap perempuan (yang banyak curhat, perempuan sih) muda, aku selalu bilang : tunggu sampai kamu setua aku..! Di usia 50, sudah nggak ada lagi yang sotoy padamu apalagi ngatur-ngatur hidupmu.
- Kamu keluyuran sendiri, nggak ada yang suit-suitin atau mengganggu. Malah banyak yang bantu dengan sopan.
- Kamu duduk sendirian di cafe (apalagi kalau kepalamu ubanan), kamu akan bisa kerja atau membaca buku dengan tenang tanpa merasa dilihat diam-diam dari segala penjuru. Atau tidak lagi dihampiri gigolo yang menawarkan diri.
- Kamu ramah pada tukang parkir, waitres, customer service, lawan jenis, pejabat tinggi dll…. semua meresponmu dengan baik, TANPA ekspresi judgmental, mengira kamu genit.
- Kamu pakai celana pendek & tanktop… orang cuma akan memandangmu sebagai nenek-nenek yang sedang santai menikmati matahari demi kesehatan supaya nggak osteoporosis…
- Kamu ngomel pada orang yang buang sampah sembarangan atau nyelak antrian, mereka tidak melawanmu. Takut kualat kali. (coba kamu ngomel seperti ini di saat usia 24-30. Mereka pasti mengajakmu duel, karena nggak terima ditegur!..)
- Kamu nulis kritik ke pemerintah (kritik betulan ya, bukan bangsat-bangsatin orang), tidak bakal jadi viral.
- Kamu bercanda konotatif, tidak ada yang balas dengan kurang ajar… sebagian malah ikut ketawa mungkin demi kesopanan.
- Kamu tetap jomblo di usia segini? Tidak seorang pun berani tanya ‘kapan nikah?’
Hidup full bahagia. Ke sana gembira, ke sini merdeka. Predator dan monster berwujud ‘masyarakat’ sudah membiarkanmu sendiri. Tak ada lagi tuntutan irasional dari mereka.
(Kalau toh masih ada yang nekat kasih kotbah, kamu bisa belagak budek sambil teriak ‘Apaaa??? Aku nggak denger… Coba ulangi lagi yang keras…’ Kujamin mereka akan diam. Apalagi kalau semua orang di ruangan itu menoleh ke arah kalian)
Jadi, waktu aku lihat gambar ini di beranda Facebook Meidyana, aku langsung tersenyum dan membatin ‘Tunggulah. Akan tiba masanya. Habis kecewa muda, terbitlah bahagia manula.’
(Nana Padmosaputro)