Paulo Coelho, penulis novel The Alchemist
Oleh ICAD M IRSYAAD
Akhir pandemi Covid-19 yang sampai saat ini belum dipastikan, dapat menyebabkan terkikisnya harapan hidup kembali seperti normal. Dalam novel The Alchemist karya Paulo Coelho, harapan adalah tema utama yang diusung. Menjaga harapan menjadi hal terpenting bagi tokoh utama dalam melewati segala permasalahan hidupnya dan hal tersebut juga dapat diterapkan pula dalam situasi pandemi Covid-19 saat ini.
Buku The Alchemist, karya Paulo Coelho yang pertama kali diterbitkan pada tahun 1988, adalah salah satu novel dengan penjualan terlaris di seluruh dunia. Secara garis besar, The Alchemist mengisahkan perjuangan seorang penggembala bernama Santiago dalam mewujudkan mimpinya. Terdapat beberapa kutipan dalam novel ini yang relevan untuk direnungkan dan dapat diterapkan dalam situasi saat ini.
“Ketika setiap hari menjadi sama seperti keesokan harinya, adalah ketika orang-orang gagal untuk menyadari bahwa hal baik telah terjadi dalam hidupnya setiap matahari terbit.”
Sejak pandemi Covid-19 berlangsung, kehidupan sosial masyarakat telah berubah. Mulai dari menggunakan masker ketika ke luar rumah, menjaga jarak, bekerja dari rumah (WFH), pembatasan mobilisasi, isolasi mandiri, hingga lockdown. Kegiatan sosial masyarakat pun menjadi terbatas dan rutinitas menjadi monoton.
Mengacu pada kutipan di atas, sebenarnya ada sebuah pelajaran yang dapat di ambil, yakni bersyukur. Mensyukuri setiap hari dalam hidup, tak peduli seberapa buruk hari itu. Tentu dengan demikian akan ada suatu hal baru yang dapat dipetik dan dipelajari setiap harinya.
“Hal-hal sederhana juga merupakan suatu hal yang luar biasa, dan hanya seorang bijak yang mampu melihatnya.”
Kutipan di atas, menjelaskan bahwa momen atau peristiwa yang luar biasa tidaklah hanya didapatkan dari berpetualang, pergi wisata, atau pergi berkumpul dengan orang banyak. Pengalaman yang menarik atau luar biasa dapat diperoleh dari kegiatan sehari-hari, seperti menghabiskan waktu bersama keluarga (di rumah), membaca buku, atau belajar hal-hal baru yang dapat dilakukan di rumah. Kegiatan sederhana tersebut, yang dapat menjadi hal yang luar biasa, seringkali dilewatkan atau tidak sepenuhnya disadari.
“Katakan pada hatimu bahwa rasa takut akan penderitaan lebih buruk dari penderitaan itu sendiri.”
Memasukkan tema (harapan) dalam novel ini ke dalam diri, setidaknya dapat membantu melawan rasa takut. Menjaga harapan agar tetap hidup. Terus berharap pada kemanusiaan, untuk bersama-sama menghadapi pandemi Covid-19.
“Saat ini kita hidup dalam masa-masa yang tidak pasti. Beberapa orang bahkan takut terhadap ketidakpastian dan ketidaktahuan. Ketakutan ini bisa berkepanjangan, ” kata Yuko Nippoda, psikoterapis dan juru bicara Dewan Psikoterapi Inggris.
“Karena saya tidak hidup di masa lalu atau di masa depan. Saya hanya tertarik pada masa kini. Jika kau dapat selalu berkonsentrasi pada masa kini, maka kau akan menjadi seorang yang bahagia.”
Saat ini, semua orang sedang dihadapkan pada situasi tidak menentu. Hidup dalam masa kini menjadi suatu hal yang penting karena masa yang akan datang masih samar dan tidak menentu. Bahwa hal yang hanya bisa dikuasi sekarang adalah hidup di masa kini.
“Rahasia kehidupan, yakni, adalah dengan terjatuh tujuh kali dan kemudian bangkit delapan kali.”
Tercatat dalam sejarah, pandemi wabah Justinian pertama kali terjadi pada tahun 541-750 atau 767. Kemudian muncul dua wabah besar lainnya, yakni wabah Black Death di Eropa (tahun 1348), dan wabah Bubonic di Cina (tahun 1855). Akan tetapi terbukti dalam sejarah, bahwa manusia mampu melewati wabah-wabah mematikan tersebut. Hal tersebut sejalan dengan kutipan di atas, bahwa tidak menyerah dan terus bangkit adalah kunci kesuksesan hidup.*
*Icad M Irsyaad, mahasiswa FIB Universitas Indonesia