“LU YANG PUASA GUA YANG LAPER”

Ricke Senduk

Ujaran Paul Zhang, yang kini diburu karena penistaan agama dengan tema Puasa Lalim Islam, mengingat -kan saya pada Ramadhan Syukur. 

Ramadhan, Muslim. Lahir di bulan Suci Ramadhan. Asalnya Padang, yang kental dengan keIslamannya. 

Sedang saya, Kristen. Asal Manado, yang kental dengan kekristennya.

Dan kami sudah bersahabat lebih dari 3 dekade.

Sebelum pandemi Covid-19 saya dan tujuh teman dalam tim termasuk Ramadhan, sedang sibuk sibuknya roadshow keliling daerah. – Untuk mobillitas, kami menyewa mobil agak besar beserta pengemudinya.

Jadwal yang padat, di kejar- kejar waktu, berpindah- pindah tempat dan kurang tidur, secara fisik sangat melelahkan. Belum lagi pikiran

Tapi agar tim tidak ‘tumbang’, saya beri  vitamin. Bahkan Sekertaris tim, Nana Suswati Pertiwi , setiap tiba di hotel, selalu memesankan telor setengah matang.

Di mobil juga disediakan berbagai komsumi yang kalau mulai menipis, Nana pasti teriak, “Mbak…” 

Nana ini tidak boleh llihat Mart Mart.  Tengah malam pun dia pasti teriak.  

Makanan dn minuman ini memenuhi kantong sandaran tempat duduk di depan kami masing masing. Dan sebelum bertemu restoran. sepanjang jalan kami ‘ngunyah’ terus. Itu cara menjaga stamina.

Dengan loading seperti itu tidak terbayang kalau harus roadshow di bulan puasa karena empat orang  teman di tim, Muslim.

Ternyata itu terjadi.

Jadwal tidak mungkin diubah karena bukan kami yang menentukan jadwal temu dengan para pemimpin daerah sedang kami harus segera berangkat untuk persiapan

Dan itu hari pertama puasa.

Kami mengerti. Karenanya tidak mewajibkan mereka ikut. “Kemarin kita tidak ‘terkapar’ saja bagus.”

Semua membenarkan.

Pagi pagi kami sudah kumpul di kantor tempat mobil standby. Yang mengejutkan, teman teman Muslim  ‘muncul’ sembari senyum senyum.

Dengan ‘cueknya” juga Ram, bilang, “Tenang aja.. Gue berangkat Rick. Itu kan tanggung  jawab gue..”

 Saya bengong, walau tanggung jawab pelatihan dan juri, ada di tangan mantan pemred ini.

Semua sudah di mobil, siap berangkat. Saya dan Ram selalu duduk berdampingan. Tapi begitu  Ram lihat kantong sandaran tempat duduk kosong melompong tidak ada  kue, minuman apa pun untuk sarapan dan perjalanan, dia tanya, 

“Kog di kantong tempat kamu tidak ada makanannya? Kamu kan suka makan dan selalu beli banyak ?” 

Saya memang minta Ludi Luckystars Ludicoky untuk menyimpannya di bagasi demi menghormati yang puasa. Jadi saya jawab,

 “Kamu kan puasaaa.. “

“Yang puasa saya, bukan kamu..”

Ram lalu minta sopir berhenti dulu dan membuka bagasi. Dia turun .. kembali dengan tangan penuh makanan dan minuman, duduk di samping saya, menaruh makanan  minuman itu pada kantong sandaran tempat duduk di depan saya. 

-Berarti, sepanjang perjalanan Ram akan melihat itu sementara dia harus menahan haus dan lapar.

Ram membuka bungkus lemper, menarik katup minuman kopi kalengan, menaruhnya pada genggaman saya.

Saya menggeleng. Menolak.

“Jangan, Rick.. Kalau kamu tidak mau makan, nanti saya tersingung. Makanlah.. Nanti kamu sakit. Perjalanan kita jauh,” pintanya.

Ramadhan bukan seorang yang keimanannya bergantung pada rasa pengertian saya.

Keimanannya ia  kembalikan pada dirinya sendiri. 

Tepat di hari pertama puasa di bulan suci Ramadhan, sahabat saya Ramadhan Syukur nyaris membuat saya menangis..

Jika ada Muslim yang membuat Paul Zhang mengatakan, “Lu yang puasa, kenapa gua yang  laper?,”  maka ada Muslim lain yang menyodorkan lemper dengan mengatakan, 

“Gue yang puasa kenapa jadinya  kamu yang harus tidak makan..?”

Perlahan lemper saya gigit..

Terima kasih Ramadhan

Avatar photo

About Ricke Senduk

Jurnalis, Penulis, tinggal di Jakarta Selatan