Jangan maklumi dan membenarkan diri. Lupa Allah di waktu senang itu hal biasa. Tapi ingat Allah di waktu kita susah itu suloyo. Seharusnya, hidup ini disyukuri sebagai anugerah Allah, apa pun peran hidup kita.
Kenyataannya, disadari atau tidak, ketika disibuki diri sendiri dan demi mengejar ambisi, kita fokus bekerja siang malam, sehingga lupa waktu.
Padahal, lupa waktu adalah awal kita menjauh dari Allah. Lalu, kita pun melupakan Allah Yang Maha Memberi.
Faktor lain yang membuat kita abai, tak peduli dan acuh adalah, karena kita melihat peristiwa keseharian itu sebagai hal yang biasa dan lumrah.
Di sisi lain, ketika pekerjaan, usaha, atau karier kita lancar jaya, hal itu disikapi sebagai perjuangan sendiri yang pantang menyerah, tekun, dan ulet. Kita lupa dan sombong, bahwa apa pun prestasi dan kesuksesan itu, sesungguhnya adalah anugerah Allah.
Sebaliknya, ketika kita menghadapi kesulitan, masalah, atau kegagalan usaha yang berujung kekecewaan dan kesedihan, kita baru sadar diri. Dan ingat kepada Allah.
Kita berpikir sedang diuji oleh Allah lewat masalah keluarga, proyek yang gagal, usaha bangkrut, dan seterusnya.
Saat didera persoalan hidup dan kesedihan, kita ingat pada Allah. Kita seperti dijauhi dan ditinggalkan oleh Allah bagai anak yatim piatu. Apalagi, saat Allah tak peduli, dan doa kita tidak dikabulkan oleh-Nya, Allah seakan melupakan kita!
Sejatinya, Allah tidak meninggalkan kita. Tapi kesombongan kita yang membutakan dan menulikan mata-telinga hati ini, sehingga kita tidak melihat anugerah Allah yang luar biasa.
Hidup ini sejatinya mukjizat Allah. Ia selalu menyapa dan rindukan kita. Karena kita ini sangat berharga agar kita bahagia.
Kunci hidup bahagia itu sederhana. Kita diajak untuk membuka hati, merasakan penyertaan Allah, dan bergantung sepenuhnya pada-Nya. Allah adalah sumber hidup dan kebahagiaan kita.
Foto : Gerd Altmann/Pixabay