I Made Wianta memiliki peran penting dalam sejarah seni rupa Indonesia khususnya di Bali. I Made Wianta adalah seniman yang perlu dipresentasikan kepada anak muda supaya dicontoh dan menjadi panutan. Pameran Lupakan Wianta kali ini menitikberatkan pada presentasi linimasanya.
OLEH YUDAH PRAKOSO R
LUPAKAN WIANTA, judul tersebut bukanlah untuk benar-benar melupakan Sang Maesto Perupa I Made Wianta. Melainkan sebagai metafora yang menyindiri kepada dunia seni rupa Indonesia yang pendek ingatannya. Terlalu mudah untuk melupakan orang dengan karya-karya nya.
Pria kelahiran Apuan, Tabanan Bali 20 Desember 1949 ini merupakan perupa penting di Indonesia yang selalu pantas dapat tempat dan dicatat di ranah histiografi seni rupa Indonesia. Wianta tidak hanya berkontribusi pada seni rupa tetapi juga sosia, budaya, politk, dan pengetahuan. Itu semua karena dua rumahnya yang sekaligus menjadi galery, studio, dan tempat tinggalnya di Seputih Galery Jalan Tanjung Bungkak – Denpasar dan Desa Apuan Kabupaten Tabanan sangat terbuka untuk para mahasiswa dan berbagai kalangan untuk diskusi. Hal tersebut tidak banyak dilakukan oleh perupa-perupa Indonesia.
Srisasanti Gallery menggelar pameran bertajuk Lupakan Wianta di Galeri RJ Katamsi ISI Yogyakarta. Karya yang dipamerkan merupakan milik almarhum seniman I Made Wianta dari koleksi pribadi keluarganya alias bukan karya yang berada di museum atau galeri lainnya. Pameran akan dibuka pada Jumat (7/6/2024) pukul 18.00 WIB dan berlangsung hingga 14 Juli 2024.
Menurut Eddy Prakoso, Founder Srisasanti, I Made Wianta memiliki peran penting dalam sejarah seni rupa Indonesia khususnya di Bali. I Made Wianta adalah seniman yang perlu dipresentasikan kepada anak muda supaya dicontoh dan menjadi panutan. Hal itu karena Made Wianta peduli dengan arsip, peduli dengan peristiwa seni yang tidak hanya pameran tetapi juga performance, instalasi dan lainnya. Banyak karyanya yang dikoleksi berbagai lembaga seperti museum dan lainnya. Banyak seniman muda sekarang terputus jaringan informasinya terhadap seniman senior. Itulah yang mengakibatkan ketidakenalannya terhadap Wianta sehingga lahir pameran Lupakan Wianta.
Namun, hal itu tidak hanya terhadap Made Wianta saja, tetapi seluruh seniman yang satu generasi dengannya. Karena seniman masa itu hingga sekarang banyak yang tidak peduli dengan arsip. Sosok Wianta yang tidak dikenal tidak bisa sepenuhnya disalahkan karena generasi muda sekarang. Itu karena ada kesenjangan informasi di kalangan muda karena arsipnya tidak banyak. Persoalan arsip di kalangan seniman menjadi kunci sekarang ini dan juga menjadi problem.
Para perupa muda utamanya di lingkungan kampus banyak yang belum begitu paham mengenai sosok Made Wianta dan karya-karyanya. Oleh karena itu, pameran Lupakan Wianta kali ini menitikberatkan pada presentasi linimasanya. Mulai dari sejarah Wianta dari lahir hingga wafat 13 November 2020, serta peristiwa penting seperti foto-foto juga dipamerkan di ajang Lupakan Wianta.
Agar seniman masa lalu menjadi referensi, bisa terus dibaca, dapat dicontoh generasi penerusnya. Arsip seniman yang dimaksud dapat berupa buku dan katalog pameran. Selain itu, bisa juga berupa foto-foto peristiwa seni yang dibukukan atau tidak. Arsip seni rupa itu mendokumentasikan seluruh kegiatan dan karya-karyanya. Ketika hal ini tidak dilakukan arsip lama-kelamaan banyak kalangan yang melupakan sosoknya. Karenanya judul tersebu bukan secara harfiah, melainkan sebagai metafora yang menyindir dunia seni rupa Indonesia yang pendek ingatannya.
Terdapat 113 karya Wianta yang dipamerkan baik drawing sampai lukisan dalam pameran karya dan arsip Made Wianta. Selain itu juga ada foto dan video dokumentasinya. Karya tersebut membentang dari 1979 sampai sekitar pertengahan 2000an. Tujuan sederhana Lupakan Wianta mencatat hayat dan karyanya dalam satu pameran. Itu sebagai upaya meyakinkan bahwa Wianta perupa penting yang disayangkan kalau cepat dilupakan.
I Made Wianta adalah seorang seniman lukis yang dikenal dalam khasanah seni rupa modern. Wianta pernah mengikuti pameran internasional ke New York, Paris, Tokyo sampai memamerkan lukisan-lukisannya di ajang Venice Art Biennale 2003.
I Made Wianta adalah seorang seniman lukis yang dikenal dalam khasanah seni rupa modern. Almarhum merupakan lulusan dari Institut Seni Indonesia Yogyakarta. Pada tahun 1976, ia belajar seni Eropa ke Brussels, Belgia, sekaligus mengunjungi galeri-galeri dan museum kesenian. Wianta telah mengikuti berbagai pameran internasional seperti di New York, Paris, dan Tokyo. Namun, yang paling terkenal adalah keikutsertaannya dalam Bienalle di Venesia tahun 2003 silam. Wianta adalah seniman yang dikenal suka membaca, khususnya dalam bidang filsafat yang menuntunnya pada falsafah Buddhisme dan Nihilisme ala Nietzsche. Selain karena bidang bacaannya, seniman dalam diri Wianta juga tercermin dari tradisi agraris di tanah kelahirannya, Bali.
Karyanya telah banyak didokumentasikan dalam beberapa buku, di antaranya adalah Made Wianta (1990), Made Wianta: Universal Balinese Artist (1999), Made Wianta: Art and Peace (2000), dan Wild Dogs in Bali: The Art of Made Wianta (2005). Made Wianta juga menampilkan beberapa koleksi karyanya di The Neka Museum di Ubud, Bali.
Kepergian Made Wianta di penghujung 2020 membawa duka mendalam di industri seni Tanah Air. Maestro seni lukis asal Tabanan, Bali itu meninggal di usia 70 tahun. Karya-karya yang I Made Wianta terbentuk dari lingkungan tradisi Bali yang agraris. Wianta pernah mengikuti pameran internasional ke New York, Paris, Tokyo sampai memamerkan lukisan-lukisannya di ajang Venice Art Biennale 2003. Di Venice Art Biennale 2003, Made Wianta mengaku itu adalah momen bersejarah sepanjang kariernya sebagai perupa. Dua tahun berikutnya, Made Wianta berpameran di Mike Weiss Gallery di New York, Amerika. Selain mendapatkan penghargaan Anugerah Seni Dharma Kusuma dari Pemerintah Daerah, Made Wianta juga serta gelar Most Admired Man of The Decade dari American Biographical Institute di Amerika Serikat.
Affandi menjadi seniman pertama yang memajang karya di Venice Art Biennale pada 1953. Setelahnya ada Heri Dono, dan Made Wianta menjadi seniman ketiga. Made Wianta yang mengirimkan proposal kepada tim dewan kurator. Akhirnya proposal itu pun lolos. Tak hanya Made Wianta saja, namun ia juga mengajak seniman Indonesia lainnya. Ada Arahmaiani, Dadang Christanto, dan Tisna Sanjaya. Ia memajang karya Bom Bali.
Di ajang Venice Art Biennale 2003, Made Wianta memajang karya yang merespons peristiwa Bom Bali. Made Wianta mempresentasikan sapi dalam agama Hindu yang merupakan kendaraan Siwa dan disucikan. Ibaratnya dipurifikasi dengan darah sapi. Karya tersebut memukau publik Eropa. Dua tahun berikutnya, Made Wianta berpameran di Mike Weiss Gallery di New York, Amerika. ***