Mafia Obat Itu Ada

Oleh ERIZELI JELY BANDARO

Karena tulisan saya di blog ” Fakta COVID-19 mendatangkan laba bagi Big Pharma”, ada yang WA saya dengan nada keras. “ Anda seharusnya jangan fitnah kalau COVID-19 ini menguntungkan pedagang obat. Di saat pandemi ini kita harus berprasangka baik. Jangan sebarkan hoax.” Katanya. Tetapi saya tidak jawab.

Kemudian ada teman yang telpon saya. Gimana bisa tahu kalau COVID itu menguntungkan pedagang obat? Gampang, kata saya. Cek aja stok di pasar.

Dua hari lalu, Presiden Jokowi blusukan ke apotek di kawasan Bogor. Terbukti benar. Stok obat COVID-19 kosong. Setelah itu Jokowi langsung telpon Menteri Kesehatan Budi Sadikin memberi tahu fakta temuanya. Menkes berjanji akan membenahi.

Setelah itu menkes membuat situs informasi tentang stok obat dan dimana tempat yang bisa diakses mendapatkan obat. Itu data based online untuk toko obat di seluruh Indonesia. Selesai? tidak.

Bagi anda yang pernah terjun di marketing barang pabrikan tahu. Bahwa stok pada setiap agent itu dikendalikan pabrikan. Kalau ada kenaikan harga tanpa seizin pabrikan, agent itu bisa di blacklist . Kalau sampai ada barang hilang di wilayah marketnya, agent lansung di banned.

Intinya adalah distribusi obat dikendalikan oleh pedagang. Pedagang ( distributor) tidak mungkin bisa seenaknya kendalikan stok tanpa izin pabrikan.

Covid itu sudah berlangsung lama. Artinya kalau dibilang kasus stok hilang di pasar karena permitaan tinggi dan mendadak, itu tidak masuk akal. Setiap pabrik ada PPC ( planning production control) yang setiap bulan di-revisi berdasarkan perkembangan pasar. Jadi jawabannya jelas.

Bagaimana obat bisa hilang di market? Bahwa pabrikan bersama agent memanfaatkan peluang COVID ini untuk mendulang laba.

Menteri Perdagangan dan perindustrian harus turun tangan. Jangan pura pura tak tahu. Kerja yang benar. Semua agent dan pabrik itu kalian yang keluarkan izin. Audit mereka. Kalau terbukti mempermainkan stok dan harga, penjarakan berdasarkan UU wabah.

Ini saatnya negara hadir. Jangan sampai negara kalah dan terpaksa mensubsidi kenaikan harga obat, atau rakyat dipaksa beli dengan harga tinggi karena ulah kartel obat.

Jokowi blusukan itu cara halus menyindir semua pihak. Bahwa Mafia obat itu ada. Dan itu sudah jadi jaringan yang rumit. Melibatkan semua pihak dari sejak Kementrian, BPOM, DPR.

Lobi mereka kuat sekali. Karena terhubung dengan big pharma. Semoga tataniaga obat kita bisa benahi segera. Ini saatnya negara harus berani melawan kekuatan besar dibalik mafia obat. Mengapa? Kita tidak akan bisa memenangkan perang melawan COVID kalau kita tidak bisa memenangkan perang melawan mafia Obat. Semoga bisa dipahami.

Avatar photo

About Erizeli Jely Bandaro

Penulis, Pengusaha dan Konsultan