Mahfud MD: Pencucian Uang Lebih Besar dari Korupsi

Mahfud MD Menkopolhukham

PPATK melaporkan telah berhasil menyita safe deposit box milik Rafael senilai Rp 37 miliar yang terpecah dalam mata uang asing dolar Amerika Serikat dan dolar Singapura.

Seide.id – “Pencucian uang itu lebih besar dari korupsi, tapi tidak ngambil uang negara,” kata Menkopolhukam Mahfud MD. “Pencucian uang lebih besar dari korupsi, tapi tidak melulu mengambil uang negara. Mungkin ngambil uang pajaknya dikit, nanti akan diselidiki,” demikian Mahfud dalam jumpa pers yang disiarkan kanal YouTube resmi setelah melakukan pertemuan dengan Wakil Menteri Keuangan Suahasil Nazara, Sekretaris Jenderal Heru Pambudi, Inspektur Jenderal Awan Nurmawan Nuh dan Staf Khusus Menteri Keuangan Yustinus Prastowo.

Pertemuan berlangsung di kantor Mahfud, Jumat (10/3/2023)  dalam waktu sekira 1 jam, dari pukul sekira 17.00 WIB hingga pukul sekira Rp 18.00 WIB, sebagai tindak lanjut pengusutan kasus mantan Pejabat Ditjen Pajak Eselon III Rafael Alun Trisambodo dan adanya aliran dana janggal Rp 300 triliun pada 467 pegawai Kementerian Keuangan (Kemenkeu).

Ditemani Deputi Bidang Koordinasi Hukum & HAM Sugeng Purnomo, Mahfud MD menyatakan,  pemerintah mengakui bahwa terjadi kecurangan atau fraud APBN yang dilakukan oleh oknum pegawai Kementerian Keuangan, dan uang sebesar Rp 7,08 triliun dari adanya dugaan fraud tersebut telah dikembalikan ke kas negara.

Mahfud menjelaskan bahwa pertemuannya tersebut membahas perkembangan temuan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) atas adanya dugaan aliran janggal sebesar Rp 300 triliun pada 467 pegawai Kemenkeu.

Terkait transaksi mencurigakan sebesar Rp 300 triliun oleh 467 pegawai Kemenkeu, merupakan temuan PPATK sejak 2009 sampai 2023.  Adapun kata Mahfud, transaksi mencurigakan tersebut merupakan tindak pidana pencucian uang dan bukan masuk ke dalam ranah korupsi.

“Saya katakan, transaksi yang mencurigakan sebagai tindakan atau tindak pidana pencucian uang. Tindak pidana pencucian uang itu bukan korupsi itu sendiri,” jelas Mahfud.

“Jadi, tidak benar kalau kemudian isu berkembang di Kemenkeu ada korupsi Rp 300 triliun. Bukan korupsi, tapi pencucian uang,” kata Mahfud lagi.

Atas temuan tersebut, Kemenkopolhukam bersama Kementerian Keuangan, serta PPATK, dan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) akan menindaklanjuti temuan pencucian uang Rp 300 triliun, yang dilakukan oleh 467 pegawai Kemenkeu.

Selama ini temuan tersebut bukannya tidak ditindaklanjuti, namun terbentur dengan aturan perundang-undangan yang ada.

Sehingga jika ada permintaan dari Kementerian Keuangan untuk diselidiki dalam tindak pencucian uang, maka data temuan PPATK tersebut harus diserahkan kepada aparat penegak hukum seperti KPK, Kejaksaan, atau Kepolisian.

“Saya ambil (kasus aliran Rp 300 triliun ini), saya tindak. Karena saling ambil sendiri (Kemenkopolhukam dan Kemenkeu) tidak bisa begitu. Masuk tindak pidana pencucian uang lalu diolah sendiri tidak jalan. Tidak boleh pindah ke aparat lain. Itu salah satu penyebab macet,” jelas Mahfud.

Dengan demikian, telah disepakati bahwa temuan PPATK untuk dugaan aliran janggal Rp 300 triliun tas tindak pencucian uang yang dilakukan oleh 467 pegawai tersebut akan ditindaklanjuti secara bersama.  “Jadi, berdasarkan kesepakatan saja antar pimpinan. Kalau nunggu undang-undang dibuat ya gak selsai lagi, kita kesulitan lagi untuk menyelesaikannya,” jelas Mahfud.

Adapun Wakil Menteri Keuangan Suahasil Nazara menyampaikan, akibat temuan sementara mengenai tindak pencucian uang tersebut, maka pihaknya sepakat untuk dibawa kepada aparat penegak hukum.

Kementerian Keuangan melakukan koordinasi dan komunikasi dengan Kemenkopolhukam, PPATK, dan KPK untuk menindaklanjuti kasus ini.  “Sehingga ketika kita kemarin menemukan satu laporan situasi yang berkembang itu, yang kita telusuri dan kemudian kita buka satu per satu. Terkait dengan pencucian uang menjadi satu bentuk yang tindak lanjutnya perlu ditangani oleh aparat penegak hukum,” jelas Suahasil dalam kesempatan yang sama.

Baik Suahasil dan Mahfud menjelaskan, bahwa terkait temuan sementara terhadap Rafael Alun, pemerintah sepakat untuk membawa hasil temuannya kepada aparat penegak hukum.

Seperti diketahui, Tim Direktorat LHKPN KPK mengungkap adanya keterlibatan istri atas kepemilikan saham di perusahaan tertutup yang terkait dengan Rafael Alun.

Dari analisis data LHKPN KPK, istri Rafael Alun memiliki saham di dua perusahaan yang bergerak di Minahasa Utara yang bergerak dibidang properti.

Atas temuan KPK itu, maka kasus Rafael Alun Trisambodo sepakat untuk dibawa untuk ditindaklanjuti dalam ranah hukum pidana.

Rafael Alun terbukti juga tidak melaporkan jumlah kekayaan sesungguhnya yang diperkirakan mencapai Rp 500 miliar, yang tersebar pada 40 rekening terkait, di mana di dalamnya merupakan rekening atas nama istri dan tiga anaknya.

Namun dari laporan LHKPN per 31 Desember 2021, Rafael Alun hanya melaporkan harta kekayaannya sebesar Rp 56,1 miliar.

“Untuk khusus yang kemarin ternyata ada keluarga yang memiliki perusahaan, ada keluarga yang memiliki harta-harta lain yang tidak dilaporkan, terkait nama perusahaan ya kita buka pajaknya,” jelas Suahasil.

“Dan itu kemudian yang berkembang, sehingga laporan-laporan pajaknya menjadi jalan masuk,” kata Suahasil lagi.

Direktorat Jendral Pajak Kementrian Keuangan – disorot sejak adanya tindak penganiayaan dua pemuda

Adapun temuan terbaru hari ini terkait Rafael Alun, PPATK melaporkan telah berhasil menyita safe deposit box milik Rafael senilai Rp 37 miliar yang terpecah dalam mata uang asing dolar Amerika Serikat dan dolar Singapura. Kendati demikian, hasil temuan terbaru tersebut tidak disampaikan dalam konferensi pers hari ini.

Hasil analisis sementara pemerintah, Mahfud MD bilang bahwa Rafael Alun akan terjerat dalam tindak pidana pencucian uang.

“Nah itu dalam undang-undang supaya dikonstruksi dalam undang-undang kita, undang-undang tindak pidana pencucian uang,” jelas Mahfud.

Mahfud menjelaskan, terkait adanya kecurangan atau fraud anggaran negara (Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara/APBN) yang ditemukan, telah berhasil dikembalikan sebesar Rp 7,08 triliun.

“Korupsi itu terkait dengan anggaran negara yang dituding oleh Kemenkeu berhasil dikembalikan Rp 7,08 triliun,” jelas Mahfud.

Suahasil mengakui pernyataan Mahfud tersebut. Bahwa di dalam institusi Kementerian Keuangan telah terjadi fraud atau kecurangan yang dilakukan oleh oknum pegawainya.

Namun, atas adanya temuan fraud tersebut telah dikembalikan ke negara sebesar Rp 7,08 triliun.

“Ini tadi yang disampaikan kepada Pak Menko (Mahfud MD), dari data yang kita miliki sekarang, Kemenkeu kerja sama ini telah dapat minta kembali pembayaran sebesar Rp 7,08 triliun,” jelas Suahasil.

“Tentu ini adalah bentuk dari kita menegakkan aturan melalui pemeriksaan kepabeanan dan juga pemeriksaan pajak. Kerja sama ini juga kami apresiasi dengan PPATK dan tentu akan kita lanjutkan,” kata Suahasil lagi. – dms

SEIDE

About Admin SEIDE

Seide.id adalah web portal media yang menampilkan karya para jurnalis, kolumnis dan penulis senior. Redaksi Seide.id tunduk pada UU No. 40 / 1999 tentang Pers dan Kode Etik Jurnalistik (KEJ). Opini yang tersaji di Seide.id merupakan tanggung jawab masing masing penulis.