Oleh IVY SUDJANA
Sorot kamera menunjukkan sosok lelaki berbadan tambun, berambut perak yang sedang duduk di depan televisi sedang berteriak “Make Me a Sandwich.” Lalu seorang perempuan kurus beranjak dari kegiatan merajutnya, tergopoh-gopoh membuatkan roti lapis kemudian menyodorkannya kepada lelaki itu. Seperti adegan kaset rusak, adegan yang sama dilakukan berulang-ulang tetapi dengan isian roti lapis yang berbeda. Dari selai, ham, pecahan botol selai yang terjatuh, sampai kotoran hewan. Lelaki itu hanya duduk tanpa sedikit pun beranjak hingga ending. Akhirnya ….
Saya tak mau membocorkan endingnya karena lebih baik Anda sebagai penonton menginterpretasikannya sendiri.
Seorang teman memberikan analisis tentang kesimpulan keseluruhan film ini yang bisa dilakukan secara harfiah atau secara kontekstual. Harfiah bila kita melihat sosok istri sudah terlalu lelah hingga merasa harus mengambil penyelesaian dengan melakukan sesuatu. Kontekstual bila kita melihat sosok istri mengalami gangguan psikologis tertentu dan yang terjadi di dalam film adalah rekaan ulang dari luka batin yang dialami di masa lalu.
Melayani Kebutuhan Perut Pasangan
Istilah ‘Make Me a Sandwich’ yang dijadikan judul film ini rupanya sudah digunakan sejak awal 1990-an, menjadi beken sejak dipopulerkan dalam drama komedi Saturday Night Live pada bulan Desember 1995. Awalnya pernyataan ini adalah meme di dunia maya yang digunakan untuk merendahkan peran perempuan. Tempat yang tepat untuk mereka, hanyalah di dapur saja untuk melayani kebutuhan perut pasangannya. Barangkali serupa dengan label stereotip yang disematkan kepada perempuan di waktu lalu hanya melakukan aktivitas di area kasur, DAPUR, dan sumur.
Film pendek tersebut meski hanya tiga menit mampu menggambarkannya dengan jelas. Istri tak ada waktu untuk diri sendiri, tak ada komunikasi yang terjalin antar pasangan, yang terjadi hanya pemenuhan kewajiban untuk melayani. Sungguh lihai sang sutradara mengklasifikasikannya dalam genre horor, padahal menyinggung kepedulian terhadap isu peran istri. Mungkin hal itu juga yang membuat film pendek produksi Kanada yang menggolongkan diri ke dalam genre psikologi horor ini mampu memenangkan banyak penghargaan.
Lalu, apakah adegan di dalam film ini nyata dalam hidup kita?
Saya teringat pengalaman kenalan saya. Seorang Ibu dengan sepuluh anak yang kesehariannya tetap dituntut untuk melayani suaminya sejak membuka mata sampai waktu tertidur. Apapun keperluan suaminya harus dilayani, minta dibuatkan kopi, makanan diambilkan, mau mandi disiapkan segala perlengkapannya.
Lepas Dari Kewajiban Utama
Bila tidak, suaminya tidak akan serta-merta mau melakukannya sendiri. Ketika waktu makan tiba, bila suami tidak diambilkan makanan; ia tak akan makan. Hal itu berlangsung terus bersamaan dengan si Ibu harus mengurus rumah tangga dan mengasuh didik kesepuluh anaknya. Untungnya, seiring anak-anaknya bertumbuh besar, mereka bisa membantu Ibu mengurus adik-adiknya. Minimal ada sebagian pekerjaan pengasuhan menjadi sedikit terbantu. Impresi saya ketika itu Ibu ini sangat kelelahan. Walau wajahnya sudah dirias make up, ekspresi kelelahan dan kurang sehat tak mampu ia sembunyikan.
Maafkan saya ketika kemudian memiliki penilaian, saat suaminya wafat, seperti ada ekspresi kelegaan dari diri si Ibu. Bisa dibayangkan bagaimana akhirnya ia terlepas dari kewajiban utama-melayani suami-kemudian jadi memiliki waktu untuk kini mengurus diri sendiri.
Sebuah ulasan keterkaitan meme ini dengan isu feminisme diungkapkan oleh Suzanne Venker di Fox News Oktober 2017.
Feminists teach women, above all else, to stand up for themselves against the evil men of the world. Even harmless husbands fall into the category of ‘evil men’ since they supposedly long to lord over their wives.
Pilihan Hidup Masing Masing
Ulasan ini membahas bahwa keharusan istri melayani suami seolah-olah ditanggapi dengan defensif, sementara bila suami melayani istrinya ditanggapi sebagai hal yang lebih bisa diterima. Lebih lanjut lagi ia membahas. Bila berpusat hanya kepada pemenuhan kebutuhan, keinginan dan hak perempuan, perasaan cinta lelaki perempuan sebagai suami istri menjadi sedikit diabaikan.
Walau saya menyetujui upaya pemenuhan kebutuhan, keinginan dan hak perempuan, saya tidak memosisikan diri menentang istri-istri yang memang dengan sepenuh hati melayani segala pemenuhan kebutuhan suaminya. Karena hal itu merupakan pilihan hidup masing-masing serta menjadi kesepakatan personal suami istri yang sudah diobrolkan dulu sebelumnya. Bila sudah menentukan hal itu merupakan pilihan dalam menjalani kewajiban, tentu juga harus diikuti rasa senang saat melakukannya. Demikian halnya, bila sudah merupakan kesepakatan, tentu tak ada keterpaksaan dalam menjalaninya.
Memasuki dunia pernikahan, saya pribadi lebih memilih menjalankan tugas domestik rumah tangga bersama-sama dengan suami. Jadi tak masalah siapa yang memasak, mencuci, menjemur baju, menyetrika, menyapu mengepel, membuatkan kopi, teh atau minuman lain karena hal itu seharusnya bisa dilakukan kedua belah pihak. Bila sudah memiliki komitmen demikian, salah satu atau keduanya menjadi tidak tersinggung bila dimintai tolong, serta juga tidak sungkan saling meminta bantuan.
Perlu Perjuangan Bersama
Dengan menjalankan tugas domestik sedemikian rupa, sesungguhnya kami berdua telah mencontohkan kepada kedua anak lelaki di rumah bahwa hal itu bisa disepakati sebagai aktivitas bersama, bukan dibebankan tanggung jawab dan kewajiban kepada salah satu pihak. Semua pekerjaan domestik adalah ketrampilan hidup sebagai manusia, bukan salah satu gender saja. Terlepas dari apakah suami istri bekerja, atau suami bekerja di kantor, istri bekerja dari rumah.
Ketulusan melayani suami tidak melulu membuat kita menjadi contoh perempuan yang tidak maju. Kerelaan suami melayani saya juga tidak membuatnya masuk ke dalam barisan suami takut istri.
Bagaimanapun juga, kebahagiaan dan kekompakan suami istri jelas perlu diperjuangkan bersama-sama, bukan salah satu pihak saja. ( FOTO IMDB)
BACA ARTIKEL MENARIK LAIN : Mengapa Manusia Takut Pada Terang?Hari ini, Minggu 26/9/2021, PT. Telkom Buka Semua saluran Indihome
Di Joglo Palereman Kelun Madiun Makan Enak Tak Bikin Kantong Bolong