Berkenaan dengan praktik LBGT dan pasangan yang tidak menikah, penyelenggaraan FIFA Qatar 2022 juga menyampaikan kalimat bernada “toleran” dan “open mind”
Kepala Eksekutif Piala Dunia Nasser al-Khater, mengatakan, “setiap penggemar dari jenis kelamin apa pun, orientasi seksual, agama, dan ras, harus yakin bahwa Qatar adalah salah satu negara paling aman di dunia, dan mereka semua akan diterima di negara tersebut, “ katanya, dalam kampanye 2019 lalu.
“Namun, mempertunjukkan kasih sayang di depan umum tidak disukai. Itu bukan bagian dari budaya mereka, dan itu berlaku untuk semua orang” pesannya.
Kalimat itu juga berlaku di sini – di Indonesia kita. LGBT tidak melanggar pidana dan KUHP, asalkan tidak memperlihatkannya terang terangan.
Orang Yunani dan Romawi, menyebutnya, “ngono yo ngono – ning ojo ngono”.
PESTA DJ – Menjelang dan selama penyelenggaraan Piala Dunia FIFA Festival Fan FIFA digelar di Taman Al Bidda. Saat dibuka, lebih dari 40.000 penggemar memadati arena, mengadirkan DJ klas dunia, pertunjukan kembang api dan penampilan mendebarkan dari lagu FIFA Fan Festival Tukoh Taka oleh Myriam Fares dan Maluma. Laki laki dan perempuan campur baur, “jejingkrakan”.
Pesta Fan FIFA tampil sepanjang berlangsungnya Piala Dunia 2022. Selain menampilkan layar raksasa, siaran secara langsung pertandingan bola, juga menghadirkan artis artis klas dunia, menyajikan pilihan makanan dan minuman. Program program acara lengkapnya tersedia di web FIF.
Hassan AlThawadi, Sekretaris Jenderal, Supreme Committee for Delivery & Legacy, berkata: “Setiap hari selama turnamen (FIFA) berlangsung, ribuan penggemar dari seluruh dunia akan berkumpul di sini untuk bertemu dan menikmati sepak bola kelas atas – semuanya dalam suasana menakjubkan yang menampilkan Doha Corniche yang indah sebagai latar belakang.”
PIALA DUNIA 2022 di Qatar dijadwalkan berlangsung dari 20 November hingga 18 Desember mendatang. Selama 28 hari, sebelum dan sesudahnya, Qatar menjadi tuan rumah untuk lebih dari satu juta penggemar sepak bola dan 32 negara peserta dari seluruh dunia. Dan warga Qatar “dipaksa” menerima budaya sekuler, budaya global, dari komunitas sepakbola.
Di Eropa, Inggris khususnya, agama sudah ditinggalkan, karena setiap pekan warga Inggris lebih takzim menonton bola di stadion-stadion, ketimbang bersimpuh di altar gereja.
Bagaimana warga Qatar setelah penyelenggaraan Piala Dunia 2022 ini? ***