Foto : Pixabay
Penulis : Jlitheng
Dulu, kepemimpinan selalu dikaitkan dengan hal-hal metafisik, seperti wahyu, andaru, pulung, juga keturunan. Maka, orang yang memburu kekuasaan akan melakukan berbagai ritual untuk mendapatkan mandat dari Kuasa Langit.
Orang seperti itu, setelah berkuasa hanya akan fokus pada kekuasaan, bukan pada rakyat pemberi amanah, maka masyarakat jangan terpukau oleh pemburu pulung, pemburu kuasa itu.
Menjadi pemimpin rohani sebenarnya juga terkait dengan hal metafisik, yang disebut panggilan, (tertahbis atau tidak tertahbis). Yang tidak mempunyai, akan sulit menjalani perannya .
“Barang siapa ingin menjadi besar di hadapan Allah, ia harus jadi kecil dan melayani sahabat-sahabatnya.”
Mengapa sulit? Terpanggil atau tidak, tertahbis atau tidak, selama sebagai manusia biasa selalu ada kecenderungan bawah sadar itu, selalu diingat, tidak dilupakan. Menjadi kecil artinya mampu untuk lepas diri dari kerinduan untuk diingat dan tidak dilupakan.
Sifat dasar yang harus dimiliki seorang yang ingin jadi ‘sahabat rohani’:
1. Pengetahuan akan diri sendiri. Seorang harus mengenal dirinya sendiri. Motif dari yang dilakukan. Fokus adalah melayani rakyat atau umat, bukan membangun monumen hari depan agar tidak dilupakan.
2. Pengetahuan tentang hal yang terkait dengan peran atau fungsinya. Misalnya, seorang yang bekerja di bidang pelayanan itu harus mengenal hakekat tugas yang diembannya
3. Pengetahuan tentang umat yang dilayani sebagai calon pelanggan atau user. Caranya, dengan Long life learning. Pengembangan pribadi untuk terus meningkatkan daya saing dan kemampuan kerja. Dan itu wajib terus dijalani.
4. Kepribadian pemimpin yang melayani, ditunjukkan dengan mempunyai rasa percaya diri, sopan, sabar, kreatif, bijaksana, jujur, suka kerja tim, menolong, semangat, tepat atau disiplin, tidak mudah lupa, dan berpikir positif. Selalu mencari penyelesaian masalah dengan baik.
Salam sehat dan tetap tekun belajar untuk berbagi cahaya.
Jika Memang Kehendak-Nya, Papaku Pasti Sembuh – Catatan halaman 158