Sungguh tidak bisa dibayangkan, jika yang ke luar dari mulut kita adalah mantra kasih. Ketika orang berbuat salah, kita memaafkannya sambil berkata, “Jangan diulangi lagi, dan jadilah baik!”
Antrian kita di puskesmas, pasar swalayan, atau di stasiun diserobot orang, lalu ia berdiri di depan kita. Banyak orang jadi marah pada orang itu, tapi kita tetap sabar.
“Alangkah baiknya, jika sampeyan ikut antri. Sekiranya sampeyan ada penting, silakan izin pada yang lain agar mereka tidak tersinggung, tapi memahami.”
Usahakan kita tidak reaktif atau emosi, tapi bersikap tenang dan ramah. Untuk mengingatkan dan
mengedukasi.
Serobot menyerobot jalan itu hal yang biasa, tapi minus etika dan kesopanan. Faktanya, kita sering kali menjumpai pemandangan seperti itu di jalanan. Kendaraan bermotor saling bersicepat, ugal-ugalan, dan tidak ada yang mengalah. Akibatnya, lalu cekcok, berantem, atau lebih parah jika terjadi kecelakaan yang menelan korban jiwa.
Saling serobot itu perilaku jelek yang merugikan orang lain, tapi saling mengasihi itu satu dengan yang lain itu sembuhkan luka, penyakit, dan membahagiakan.
Untuk miliki pribadi yang mengasihi itu hendaknya kita bersikap lapang dada, rendah hati, dan berlaku sabar terhadap orang lain.
Resepnya adalah pengendalian diri. Berpikir jernih sebelum bicara dan bertindak secara hati-hati agar kita tidak menyingggung atau melukai perasaan orang lain.
Berperilaku baik, dalam bicara dan bersikap lembut itu membutuhkan pelatihan yang kontinyu dan disiplin tinggi agar kebiasaan kasih itu mengakar di hati. Sehingga kita seia sekata, baik dalam ucapan maupun tindakan.
Tidak berbeda dengan perilaku tertib dan antri yang harus ditanamkan sejak usia dini. Ilmu apapun itu mudah dipelajari, tapi budaya tertib dan antri harus muncul dari kesadaran hati agar jadi gaya hidup insani.
Dengan mengasihi sesama itu tanpa diminta, karena muncul dari kesadaran hati untuk menghargai dan menghormati orang lain. Misalnya, ketika di dalam bis kota ada orangtua, Ibu hamil, atau kaum difabel, tanpa diminta pun kita mengalah dan menyilakan mereka untuk duduk. Dan kita rela berdiri.
Dengan mendalukan kepentingan orang lain lebih dulu, kita belajar sabar dan rendah hati.
Dengan berkata-kata lembut, sopan, dan mengasihi sesama membuat hati kita jadi nyaman, tentram, dan damai.
Saatnya kesempatan berperilaku kasih itu dimanfaatkan dan dimulai dari sekarang. Tak ada gunanya kita menunda waktu berbagi kasih untuk membahagiakan orang lain. Karena, kebahagiaan sesama adalah kebahagiaan kita juga.
Foto : Ryan McGuire/Pixabay