Oleh RAMADHAN SYUKUR
SEUMUR-UMUR gue belum pernah ngetes berapa IQ gue. Tapi melihat perjalanan pendidikan gue mulai dari SD negeri (gue gak pernah masuk TK) sampai kuliah di universitas negeri favorit, rasanya gue enggak bego-bego amat.
Ketika Erizeli Jely Bandaro alias Babo memposting tulisan yang mengutip data world population review, di mana rata-rata IQ orang Indonesia 84 dan menempati peringkat 70 dunia, lalu dia bilang setara IQ gorila, gue masih ketawa-tawa. Satire nih pikir gue.
Baru setelah dishare oleh temen gue Nana Padmosaputro, berikut ulasan dia sebagai ahli parenting, lalu netizen ngamuk-ngamuk dan membully habis dia. Singkatnya gak rela orang Indonesia IQnya disama-samain sama gorila. Gue mulai mikir. Seperti ada yang salah tangkap.
Kenapa reaksi gue berbeda dengan netizen yang suka ngamukan kayak gorila tapi tersinggung IQ nya dibilang setara gorila?
Karena sependek pengetahuan gue, IQ gorila yang dimaksud oleh Babo atau Nana, bukanlah IQ gorila rata-rata pada umumnya, tapi mengacu ke IQ seekor gorila bernama Koko. Catat: Satu gorila. Bukan seribu gorila.
Buat yang belum pernah dengar cerita Koko atau males baca artikelnya di majalah National Geography, gue kasih tahu ya.
Koko itu adalah seekor gorila terpintar di dunia yang dicintai oleh warga dunia, karena terkenal kemampuannya dalam menggunakan bahasa isyarat.
Koko lahir di Kebun Binatang San Fransisco dengan berat hampir 136 kilogram. Di bawah asuhan Dr. Francine “Penny” Patterson, sebagai bagian dari sebuah proyek di Universitas Stanford, sejak masih bayi (tahun 1974) Koko sudah dilatih belajar bahasa isyarat.
Berkat latihan bertahun-tahun, Koko berhasil menguasai 1000 bahasa isyarat dan memahami 2000 kosa kata dalam bahasa Inggris. Karena kemampuannya ini Koko diyakini memiliki IQ antara 75 sampai dengan 95. Padahal IQ rata-rata manusia antara 90 sampai dengan 110. Surprise dong.
Koko juga dikenal memiliki empati karena berteman dengan kucing kesayangannya. Koko menghabiskan hidupnya di Cagar Gorilla Foundation, di pegunungan Santa Cruz, California, Amerika Serikat.
Dan pada 22 Juni 2018, Selasa pagi, dalam tidurnya, Koko menghembuskan nafas terakhir di usia 46 tahun.
Sejak itu, gak ada lagi gorila sepintar Koko hingga hari ini. Tapi kepintaran Koko jadi acuan bahwa manusia gak boleh lebih bodoh dari Koko gorila.
Kenapa Koko pintar? Karena dia dilatih dan dilatih, belajar dan belajar, sehingga otaknya berkembang dan berkembang melebihi gorila pada umumnya. Gorila yang gak pernah dilatih dan belajar ya tetap aja bego.
Jadi, kenapa harus marah dibilang IQ mu sekelas gorila. Kalau gak mau bego terus, ya belajarlah.
Karena faktanya Indonesia memang menempati peringkat ke 70 IQ manusia di dunia. Dan harap dicatat, peringkat itu gak tetap, tapi bisa berubah-ubah sesuai perkembangan pendidikan bangsa itu. Buktinya, saat ini peringkat pertama bukan lagi dipegang Amerika Serikat tapi Singapura. Peringkat Amerika malah melorot ke nomor 27.
Jadi kenapa harus tersinggung jika dibilang rata-rata IQ orang Indonesia kalah sama Koko. Bukan gorila lho ya. Koko.
Muncul pertanyaan, selain faktor genetik, bisakah IQ keturunan kita ditingkatkan? Jawabannya jelas bisa. Selain bangsa China yang pernah gigih mengubah IQ rakyatnya, gue juga pernah mempraktekannya kepada kedua anak gue. Dan itu sudah harus langsung dimulai sejak bayi.
Menurut psikolog (gue lupa namanya) Ada delapan tahapan yang harus dilalui. Semua dimulai dari cara yang paling sederhana. Apakah itu dalam hal memecahkan masalah, melatih kemampuan baca tulis, meningkatkan intesitas ngobrol sama bayi walau belum bisa merespon, mengasah logika, melatih si kecil bercerita, belajar bahasa, musik dan yang gak kalah penting selalu memberi pelukan kasih sayang di masa-masa pertumbuhannya.
Hasilnya, boleh percaya boleh enggak, ketika memasuki dunia sekolah dan anak gue dites IQnya, keduanya berada di atas rata-rata atau bright normal (111-120).
Artinya anak gue sudah jauh lebih pintar dari Koko. Bahkan dari bapak ibunya. Kalau menurut teori Darwin, anak gue otaknya sudah berevolusi dari kera ke manusia. Kalau tadinya masih kategori anak gorila yang cuma bersembunyi di hutan lebat, sekarang sudah keluar dari sana. Dan di kemudian hari, 20 puluh tahun kemudian, hasilnya memang gak sia-sia.
Apakah bangsa Indonesia bisa keluar dari stigma IQ Koko gorila? Kenapa enggak. Lihatlah bangsa China. Dulu IQ bangsa ini juga gak lebih baik dari level Koko gorila, berkisar 80 – 90. Sekarang posisi China sudah melejit ke posisi 6 jauh mengalahkan Amerika.
Bangsa Indonesia yang sadar pendidikan banyak kok yang bukan cuma pintar di atas rata-rata, tapi juga jenius.
Masalahnya, yang gak sadar pendidikan, malas berlatih, malas belajar, jauh lebih banyak. Dan mereka memang jadinya ya setingkat Koko gorila, yang cuma bersembunyi di balik hutan lebat zamrud katulistiwa negeri ini.
Dikasih tahu bukannya sadar dan mau belajar, tapi malah ngamuk lalu keluar dari hutan cuma buat membully dan memaki-maki orang yang mengajaknya pintar. Setelah itu, masuk dan bersembunyi lagi.