Awal tahun’80an ketika buku Ivan Illich: “Deschooling Society” (diterjemahkan jadi “Bebas dari Sekolah”) meledak menjadi best seller dunia, mas Arswendo Atmowiloto seperti mengompori Aji (Agung Setaji Aryadipayana) untuk ikut membaca buku itu.
Ndilalah, Aji baru lulus dari SMA dan sedang mencari-cari perguruan tinggi untuk meneruskan sekolahnya. Jadi Aji sudah menulis cerpen remaja yang tajam (tapi tetap dengan bahasa Indonesia yang ‘baik dan benar’) itu ketika dia masih SMA?,…Wuiiih!…
Mas Wendo tak bisa dipisahkan dari “Kiki & Komplotannya”. Kiki adalah salah-satu masterpiece-nya selain “Imung”, “Keluarga Cemara” dan “Senopati Pamungkas”.
Aku…? Ilustrasi Kiki yang dibuat oleh mas Slamet Rahardjo dengan initial Hard, sudah begitu lama membuatku kagum.
Goresannya yang sederhana, lentur, nyeni dan berani membuatku terkagum-kagum. Garis tebal-tipis yang menurut ilustrator senior-ku adalah ciri khas ‘tarikan garis seniman’ atau ‘tarikan garis sanggar bambu’ yang legendaris itu begitu menggoda. Aku cukup keras berlatih untuk ‘mencapai’ tarikan garis yang terkesan spontan itu. Ilustrasi Kiki-lah yang membuat aku akhirnya juga mempelajari teknik menggambar kartun.
Beberapa kali mas Wendo ‘menantangku’ untuk membuat ilustrasi tokoh-tokoh dalam serial Kiki.
Setelah beberapa kali kucoba, ada juga beberapa ilustrasiku naik cetak, tapi tetap aku merasa belum pas. Goresannya tak sespontan dan selentur ilustrasi buatan mas Hard. Ah (seperti umumnya kelemahan seniman kita-sayang aku tak punya dokumentasinya). Mungkin kang Kin Sanubari punya?…
Kiki dan Komplotannya, tak bisa dipisahkan dari Aji dan Alex Komang. Dua sahabatku ini juga telah berpulang (Al-Fatihah untuk keduanya).
Aji diserahi untuk mengerjakan boleh dibilang ‘semua kegiatan’ untuk televisi Kiki. Mulai dari nol, sampai Kiki dan Komplotannya tampil sebagai serial yang dinanti-nanti di televisi.
Aji yang memang bergiat di dunia teater mengumpulkan bahan mentah. Betul-betul bahan mentah secara harafiah. Karena Aji mencari-cari tokoh dari Sekolah, bukan para pemain yang sudah berpengalaman.
Aji mencari para pemain di SMA di sekitar Blok-M, di dekat sanggar di mana dia biasa berlatih dengan anggota teaternya. Dia mengamati anak-anak SMA yang secara postur mirip dgn tokoh-tokoh yang ada dalam ‘Kiki’. Lalu ‘dirayu’nya untuk ikut berlatih teater. Kemudian ditawari menjadi tokoh dalam serial Kiki.
Aji, bisa dibilang salah-satu remaja kesayangan mas Wendo dalam hal tulis menulis, terutama cerpen. Aji, secara penampilan sedikit mirip dengan Arswendo kecil. Kecil dalam arti harafiah.
Tubuhnya memang lebih kecil. Rambutnya gondrong ikal. Bajunya selalu gedombrangan. Terbuat dari bahan drill barwana khaki, hijau tai kuda atau biru tua. Jinsnya belel. Jarang terlihat memakai sepatu. Sandal jepit selalu menemaninya di ‘hampir segala kesempatan’.
Jika datang ke kantor kami di Paal Merah – Paal itu bukan salah tulis, memang dgn 2 ‘a’ konon karena berasal dari bhs Belanda yang berarti tanda atau batas(?), Aji yang relatif agak pediam, biasanya langsung ke meja mas Wendo, atau ngobrol dulu denganku atau mbak Retno, jika mas Wendo sedang menerima tamu. Jika dia sedang perlu uang, mas Wendo tak pernah berfikir dua kali, langsung berteriak kepada mbak Sri, sang ‘sekretaris sejuta umat’.
“Nulis apa kamu Ji,…cerpen, cebung? Mbok sesekali nulis novelet. Eh kita punya ‘Manja’ (Roman Remaja) lho”.
Aji paling cuma cengar-cengir, senyam-senyum. “Cerpen, mas. Dua”
“Mana?”
“Sebentar ya, saya ketik dulu. Pinjem mesin ketiknya mas. Eh, itu mesin ketik mbak Retno lagi nganggur. Orangnya ke-mana?”.
Lalu, tak-tok-tak-tok (Aji lebih senang mengetik dalam posisi jongkok) di dekat mejaku sambil sesekali ngobrol atau menggodaku.
Beberapa menit kemudian, jadilah 2 buah cerpen, dan (ini yang membuat mad Wendo tak henti mengaguminya), dua-duanya bagus!
Kiki dan Komplotannya telah mengubah sejarah karir atau bahkan mungkin sejarah hidup seorang Alex Komang.
Alex adalah nama tokoh di dalam serial Kiki. Dalam serial itu digambarkan tokoh Alex adalah ‘tokoh yang nyaris sempurna’. Berwajah tampan, tinggi, ramping, cerdas, baik dan kalem.
Cerita ketika Aji ‘menemukan’ tokoh Alex pun unik. Suatu ketika aku dan Aji sedang ngobrol di Bulungan. Di dekat sanggar lukis. Aku memang anggota baru sanggar itu. Sanggar itu beraktivitas setiap hari Rabu dan Minggu. Kalau tak salah, kami ngobrol hari rabu sore. Aji sehabis latihan teater, aku selalu mampir setelah pulang magang di Paal Merah. Sehabis dari toilet, Aji memanggilku.
“Psst, Ries sini. Kayaknya gw menemukan tokoh Alex deh.”
Di dekat pintu gerbang, berteduh di rerimbunan pohon, ada seorang remaja tampan, tinggi, ramping, berambut gondrong sedang berteduh, mencakung melamun, sambil sesekali menghisap dalam-dalam rokoknya.
Aku dan Aji menghampiri. Aji langsung mengajak berkenalan dan mengatakan keinginannya. Setelah, mengetahui latar belakang, alamat dan lain-lain, sang calon tokoh Alex pamit. Berjanji akan kembali pada Minggu pagi.
“Aah,…pas banget sebagai tokoh Alex. Wah anak ini bisa menjadi bintang. Tapi,…ngomongnya masih medok, ya Ries”
“Dari mana katanya tadi?”
“Pecanga’an, Jeporo”
“Oya, Jeporo. Kok ngganteng ya?,” Oh,…di kampung itu ada komunitas blasteran. Konon orang Portugis pertama terdampar disana. Kata Aji menjawab pertanyaannya sendiri.
Kiki, kemudian sukses sebagai serial di televisi. Beberapa pemainnya ada yang kemudian menjadi pemain teater ‘beneran’. Alex Komang adalah salah-satunya.
Alex kemudian ‘nyantri’ teater dan film di ‘pesantren’ Teater Populer di Kebon Kacang. Berlatih teater dan film. Pertama kali main film disutradarai oleh Teguh Karya, langsung menjadi pemeran utama dan…merebut piala Citra..!
Alex, jika ingin terlibat dalam suatu produksi teater atau pembuatan film, selalu bertandang ke Paal Merah.
“Bisa kualat gw, kalo gak pamitan sama mas Wendo.” Begitu selalu setelah lebih dulu menyeruput kopi dari cangkir di mejaku. Nanti jika pamit, para perempuan muda memandangnya. Beberapa, diam-diam menitipkan salam kepadanya, melaluiku.
Aji, setelah membaca “Deschooling Society”, malah kuliah di UI, bahkan kalau tak salah dapat beasiswa ke-Inggris.
Akan halnya Alex Komang, orang ramai, jarang yang mengetahui nama aslinya…
(Aries Tanjung)