Kerusuhan di seantero Iran memasuki minggu ke tiga. Warga, khususnya orang orang muda dan aktifis terus turun ke jalan, di Zahedan, Ahvaz, Mashhad, Ardabil, Kermanshah, dan beberapa kota lainnya memprotes tewasnya Mahza Amini dan menghadapi kebrutalan aparat.
Di Zahedan, orang-orang pemberani memprotes, meneriakkan, “Matilah Khamenei.” Pasukan keamanan melepaskan tembakan dan banyak orang tewas atau terluka. Kelompok hak asasi manusia mengatakan sedikitnya 83 orang tewas selama protes hampir dua minggu.
“Setidaknya 83 orang termasuk anak-anak, dipastikan tewas dalam #IranProtests,” kata Iran Human Rights, sebuah kelompok hak asasi manusia (HAM) yang berbasis di Norwegia. Puluhan aktivis, mahasiswa, dan seniman telah ditahan.
Komite Perlindungan Jurnalis mengatakan di Twitter bahwa pasukan keamanan telah menangkap setidaknya 28 wartawan pada 29 September 2022.
Meskipun jumlah korban tewas meningkat dan adanya tindakan keras oleh pihak berwenang, para demonstran tetap teguh menyerukan ditiadakannya aturan garis keras di Teheran, Qom, Rasht, Sanandaj, Masjed-i-Suleiman, dan kota-kota lain.
Demonstrasi dan bentrokan antara pemuda pemberontak dan pasukan negara berlanjut di berbagai bagian kota, dan suara tembakan dapat terdengar. Helikopter Pengawal Revolusi telah terbang di atas kota untuk mengendalikan situasi.
Secara bersamaan, banyak orang di Ahvaz memprotes, meneriakkan, “Jangan takut, kita semua bersama-sama,” dan melawan serangan dan gas air mata IRGC.
Maryam Rajavi, dari Dewan Nasional Perlawanan Iran (NCRI), memuji orang-orang pemberani di Zahedan, Ahvaz, Ardabil, Mashhad, Kermanshah, dan kota-kota lain yang bangkit pada awal minggu ketiga pemberontakan nasional. Dia memberi penghormatan kepada rekan-rekan Baluch yang menjadi martir di tangan IRGC, dia meminta semua pemuda untuk datang membantu rakyat.
Maryam mendesak PBB dan negara-negara anggota untuk mengambil tindakan segera untuk mencegah pembunuhan pengunjuk rasa dan mengakui hak rakyat Iran untuk membela diri dan menghadapi rezim brutal ini.
Protes di Iran terhadap kematian Mahsa Amini, yang berada dalam tahanan polisi, terus berlanjut.
Protes berlanjut di beberapa kota di Iran pada Kamis (29/09) terhadap kematian perempuan muda, Mahsa Amini, dalam tahanan polisi. Sebuah kelompok hak asasi manusia mengatakan setidaknya 83 orang telah tewas selama hampir dua minggu demonstrasi.
Mahsa Amini, perempuan 22 tahun dari kota Kurdi Iran, Saqez, ditangkap bulan ini di Teheran karena mengenakan pakaian yang dianggap “tidak sesuai”. Polisi moralitas yang memberlakukan aturan berpakaian ketat Republik Islam untuk perempuan.
Kematiannya memicu demonstrasi besar-besaran yang direspons dengan kebrutalan pihak keamanan di jalan-jalan Iran.
Sebelumnya pihak berwenang juga memberlakukan respons keras terhadap protes kenaikan harga bensin pada 2019.
Televisi pemerintah mengatakan polisi telah menangkap sejumlah besar “perusuh”, tanpa memberikan angka.
Presiden Ebrahim Raisi mengatakan kerusuhan itu adalah langkah terbaru oleh kekuatan Barat yang bermusuhan terhadap Iran sejak revolusi Islam pada 1979.
“Musuh telah melakukan kesalahan komputasi dalam menghadapi Iran selama 43 tahun, membayangkan bahwa Iran adalah negara lemah yang dapat didominasi,” kata Raisi di televisi pemerintah.