Kecintaan Maura dalam menulis sebenarnya sudah tumbuh sejak kecil. Setelah lulus SMA tahun 2016, ia memutuskan untuk menunda kuliah dan mencari kesempatan magang di stasiun radio anak muda, juga di dunia jurnalistik sebagai penulis. Salah satu tugasnya pada waktu itu adalah menjadi penulis resensi film.
“Aku nulis film review untuk Resident Evil, sama Mel Gibson, Hackshaw Ridge.” Dua film itu aku dikirim, masih kecil gitu ke bioskop. Sebelahnya ada wartawan-wartawan yang mungkin udah kayak dua kali lipat umur aku ya,” kenang lulusan Binus International School ini.
“(Waktu) pulang aku nulis, panjang banget tulisannya. (Waktu) manager aku lihat, dia bilang kamu cocok nulis kayak gini, kamu cocok nulis hal-hal yang bercerita. Dan lagi pula ini tentang film kan, film itu selalu ada di balik kepala aku dan selalu passion aku gitu. Nonton, juga diskusi dan komentar,” tambahnya.
Tahun 2017, Maura mengejar mimpinya untuk kuliah di Amerika Serikat, tepatnya di Boston University, di Boston, Massachusets, AS, dimana ia mengambil jurusan film dan televisi.
Boston University adalah salah satu universitas swasta tertua di kota Boston yang telah melahirkan tokoh-tokoh terkenal seperti mendiang aktivis HAM Dr. Martin Luther King, Jr., politikus sekaligus aktivis AS, Alexandria Ocasio-Cortez, aktris Geena Davis dan Julianne Moore, dan masih banyak lagi.
Tahun 2018, Maura sempat pulang ke Indonesia dan magang di perusahaan periklanan sebagai copywriter. Ia pun mulai jatuh cinta dengan dunia itu dan memutuskan untuk juga mengambil jurusan periklanan di Boston University.
Di tengah kesibukan kuliahnya dan berbagai kegiatan organisasi yang ia ikuti, Maura tetap giat mencari kesempatan magang untuk mendapatkan pengalaman dan meningkatkan ilmunya.
“Aku pikir, aku di Amerika. Perusahaan-perusahaan, kantor, dan talenta yang kita mungkin enggak bisa akses di ruang kelas, di sekolah, kenapa enggak ambil opportunity yang lebih besar dengan magang atau mungkin networking dengan orang-orang di luar environment sekolah?” ucap penggemar yoga ini.
Sebagai mahasiswa internasional, Maura sempat merasa ragu akan kemampuannya saat mencari kesempatan magang. Apalagi ketika harus bersaing dengan mahasiswa lokal.
Tetapi, Maura tidak pantang menyerah. Menurutnya, kuncinya hanya satu, yaitu kejujuran. Itulah yang selalu ia tanamkan pada dirinya saat mencari kesempatan magang.
“Jujur dengan employer kita, situasi kita, dan bilang ke mereka kalau saya enggak mau ngerepotin kalian, tapi saya suka banget sama perusahaan kalian. Kalau saya bisa mendapat dukungan, bagus, kalau saya enggak bisa, it’s okay, too,” kata si bungsu dari tiga bersaudara ini.
Tahun 2019, akhirnya ia diterima magang di perusahaan Windy Films yang memproduksi film dan berbagai media audio visual gerak, dimana ia berperan sebagai seorang visualis.
“Mungkin yang mereka lihat di kandidat, mau mereka internasional mau mereka nasional apa pun itu, adalah passion sama ambition. Karena passion dan ambition itu enggak diskriminasi gitu. Enggak akan mengubah (pertimbangan) mereka untuk mau atau enggak mau hire kita,” jelas penggemar film horor ini.
Bersama tim, Maura bekerja dengan klien-klien besar seperti produsen alat olah raga, Peloton, perusahaan asuransi, AETNA, dan organisasi nirlaba, Planned Parenthood di Amerika.
“Kayak bikin mood board. Bikin pitch deck kalau mau presentasi ke klien,” jelas Maura.
“Jadi aku bantu mereka nge-visualisasi, bagaimana nanti karyanya pas tampil. Itu seru banget,” tambahnya.
Ingin mengejar passion atau kecintaannya dalam menulis, tahun 2020 ia mengikuti program ‘bootcamp’ 10 minggu yang diselenggarakan perusahaan kreatif Sid Lee, untuk menjadi seorang copywriter.
Selama kuliah di Amerika Serikat, Maura selalu berusaha yang terbaik di ruang kelas dan juga di luar kelas. Usaha dan kerja keras Maura semasa kuliah ternyata membuahkan hasil. Ia lulus dengan predikat kehormatan tertinggi, Summa Cum Laude dari Boston University.
Bagi Maura, nilai yang bagus bukanlah segalanya. Yang terpenting adalah bagaimana ia bisa memanfaatkan ilmu yang ia raih.
“Aku tuh selalu memastikan kalau aku (memberikan) 100 persen ke segala hal,” ujar Maura.
“Mungkin kehidupan sosial aku enggak sesibuk kehidupan kerja dan sekolah aku. Tapi menurut aku itu worth it,” tambahnya lagi.
Luki Ariani pun melihat puterinya sebagai sosok yang mandiri dan pantang menyerah.
“Dulu dia ikut bela diri wushu. Di situ saya bisa melihat dia itu anaknya pantang menyerah dan mau belajar. Padahal saat itu ada ujian fisik yang memang sebetulnya cukup berat. Tapi mungkin di situ dia justru bisa belajar banyak dan itulah yang membuat dia sekarang mungkin mempunyai kemauan yang kuat untuk pantang menyerah,” paparnya.
Selanjutnya, Jadi Copywriter di AS