Termasuk mendengarkan orang lain mengekspresikan emosi mereka tanpa mengabaikan, meremehkan, menolak, atau memberi penilaian bahkan jika kita tidak setuju dengan tanggapan emosional mereka.
Apakah sebagai anak yang kini telah menjadi orang tua, kita merasakan proses tersebut dulu? Merasa didengarkan, diakui dan diterima saat merasakan sesuatu, lalu diberitahu dan dikoreksi juga bila mengekspresikannya dengan cara yang salah. Karena, sesungguhnya proses itulah yang akan membentuk diri dewasa kini, tanpa disadari.
Contoh, orang tua kita tidak suka anaknya cengeng atau merengek, bahkan merespons spontan sesaat sebelum kita menangis, “Mau nangis? Ayo jeritlah, nangis sepuasmu!”
Efek seketika, kita segera diam, tak berani menangis. Efek jangka panjangnya, kita akan terus menerus menahan tangis bahkan untuk peristiwa menyedihkan sekalipun. Hal ini terjadi karena kita menganggap bahwa menangis dan merasa sedih adalah kekeliruan.
Sebaliknya, ada juga orang tua kita yang terbiasa mengolok-olok perasaan yang akan muncul. Ketika muka kita mulai cemberut, spontan mengomentari, “Mau marah? Mau kesal, lihat tuh semuanya akibat kelakuanmu juga.”
Efek seketika, kita akan berusaha keras meredam kemarahan, merasa tidak benar punya perasaan semacam itu. Efek lanjutan, kita terbiasa menahan diri ketika hendak marah, sampai suatu saat tak kuat lagi dan menjadi meledak-ledak.
Contoh lain lagi. Kita bertengkar fisik dengan teman di sekolah, dengan sanksi diskors dua hari. Reaksi orang tua kita ketika dipanggil, segera memarahi habis-habisan di hadapan guru, mengatakan kita telah mempermalukan keluarga, tanpa bertanya dulu apa permasalahannya.
Efek seketika, kita merasa sendirian. Fisik sudah terluka, mental apalagi. Efek lanjutan, sebisa mungkin bila kita konflik, tak diketahui orang tua. Walaupun misalnya itu membahayakan nyawa kita.
SELANJUTNYA : Lalu, juga ada efek yang tersembunyi…..