Meledak-ledak di Tempat Umum, Ada Apa dengan Validasi Emosi?

Meledak-ledak di Tempat Umum, Ada Apa dengan Validasi Emosi?

Lalu, juga ada efek yang tersembunyi dari kejadian itu. Bila kita termasuk anak-anak yang minim diperhatikan orang tua, mereka sibuk sendiri-sendiri, jarang menanyakan kabar apalagi menghabiskan waktu bersama; cara ini, semacam membuat konflik, perkelahian atau bermasalah dengan orang lain sering dipergunakan anak untuk menarik perhatian orang tua.

Hal ini saya alami sendiri ketika menjadi konselor sekolah dulu. Ada kasus di mana siswa berpikir, dengan dia membuat masalah, yang besar kalau bisa, karena guru maupun kepala sekolah akan marah, hal itu seketika berakibat orang tua dipanggil. Dengan demikian, orang tuanya ‘dipaksa’ untuk memberi perhatian kepadanya.

Ketiga contoh kasus tersebut memang ekstrem saya sajikan, tetapi tidak menutup kemungkinan ada di antara pembaca yang mengalaminya.

Sekarang, contoh tentang emosi positif, dengan validasi yang sedikit keliru.

Kita memenangkan sebuah kompetisi, hati senang bukan kepalang karena baru sekali ini menang dan mengalahkan ratusan peserta yang lain. 

Kita gembira sekali, berteriak, memberitahu semua orang akan hal itu. Namun, orang tua kita segera memberi komentar. “Ya, selamat, tapi itu kamu lucky aja. Kamu masih perlu banyak belajar kok untuk menang, dan menang seterusnya. Jangan sombong!”

Efek seketika, kita merasa tidak dihargai. Usahanya, kemenangannya, apalagi perasaan senangnya. Efek jangka panjang, kita merasa keliru bila mengekspresikan kesenangan dan kebahagiaan secara spontan. Karena teringat pesan untuk tidak boleh puas dan tidak boleh sombong.

Mari kita renungkan contoh-contoh kasus di atas. Proses menyadari bagaimana ketika kita kecil dulu berekspresi, lalu apakah divalidasi emosi atau perasaannya oleh orang tua kita, adalah langkah awal untuk belajar melakukan hal tersebut kepada anak-anak, yang akan saya sajikan dalam tulisan bagian dua.

Agar tak merasa berat dulu, walau contoh-contoh kasusnya berat; ingat deh, tak ada sekolah untuk menjadi orang tua, tetapi tak pernah ada kata terlambat bagi orang tua untuk belajar.

(Bersambung)

SEPUTAR CHEATING: Hal Penting Lain Dari Sekedar Mengurus Perempuan atau Lelaki Lain

PARENTING 101: Curiosity Anak, Orangtua dan Akses Dunia Maya

Aplikasi Kecantikan di Medsos Bikin Penggunanya Mengalami Gangguan Psikologis

Avatar photo

About Ivy Sudjana

Blogger, Penulis, Pedagog, mantan Guru BK dan fasilitator Kesehatan dan Reproduksi, Lulusan IKIP Jakarta Program Bimbingan Konseling, Penerima Penghargaan acara Depdikbud Cerdas Berkarakter, tinggal di Yogyakarta