Oleh Jesse Monintja
Berita tentang pesohor atau para profesional menggunakan ecstasy (3,4-methylenedioxy-methamphetamine: MDMA) sangat sering kita dengar. Alasannya untuk kerja atau menunjang pekerjaan yang memerlukan waktu lama,. Seperti shooting film/sinetron, kerja lembur kantor, agar menjadi lebih berani tampil, yang memang efek stimulan yang ditimbulkan amphetamine.
Sebenarnya alasan diatas dipakai sebagai alasan sadar untuk pembenaran tindakan menyimpang mereka. MDMA mengakibatkan ketagihan yang tidak disadari penggunanya karena meningkatkan performance dan social function.
Efek jangka pendek, meningkatkan detak jantung, dan tekanan darah. Akibatnya suhu badan meningkat menimbulkan keringat dan dehidrasi, kehilangan kesadaran, dan mengakibatkan kerusakan ginjal.
Penggunaan jangka panjang menimbulkan diprersi dan masalah atensi dan daya ingat yang mengakibatkan kemampuan konsentrasi menurun .
Karena dipresi dengan sulit tidur serta menurunya konsentrasi maka akibatnya menimbulkan anxiety ( kecemasan bahkan ketakutan) karena tidak mampu perform.
Untuk mengatasi ketakutan ini, maka pengguna akan mengatasinya dengan menggunakan ecstasy agar timbul percaya diri. Biasanya pengguna ecstasy dilakukan di klub atau bar dan sering di campur dengan alkohol (meningkatkan konsentrasi plasa MDMA) yang dapat merusak syaraf otak, sehingga mengkibatkan cognitive deficit, yaitu mempengaruhi daya ingat.
Biasanya pengguna MDMA sering menggunakan methaphetamine atau yang dikenal sebagai Shabu (Crystal Meth) yang lebih nendang (karena dicampur dengan kokain), tapi mengakibatkan kerusakan lebih parah secara mental dan fisik. Withdrawal symptoms atau sakau dengan gejala dipresi, tidak ada nafsu makan, fatique, hilang konsentrasi.
Belum ada bukti yang menyatakan bahwa MDMA atau ecstasy adalah obat yang menimbulkan ketagihan yang menimbulkan kenikmatan, seperti yang dialami pengguna putaw, heroin, kokain, kecuali ketagihan untuk mengatasi efek fungsional diri atau performance. Yaitu ketagihan pikiran yang secara tidak disadari atau otomatis menghubungkan performance dengan ecstasy.
Sampai saat ini tidak ada obat untuk menyembuhkan pengguna ecstasy kecuali intervensi psikoterapi seperti Cognitive Bhavioral Therapy (CBT), Acceptance Committment Therapy (ACT), Schema Therapy, dan berbagai psikoterapi yang mampu memodifikasi pikiran.
CBT merupakan psikoterapi yang telah teruji dan direkomendasi oleh NIDA (National Institute On Drug Abuse) pemerintah Amerika karena efektivitasnya bila digunakan oleh terapis CBT yang berpengalaman.