Foto : Klickors Moe / Unsplash
Setiap orang berjuang memberi makna bagi hidupnya. Ada yang hidup secara spontan, ikuti kebiasaan uang ada, atau taati tradisi adat budaya. Namun, ada yang belajar mencari ilmu pengetahuan dan kebijaksanaan serta berjuang merefleksi, mencari makna kehidupan dan hakikat diri pribadinya. Belajar memaknai hidup, saya melukisnya sebagai kelana seorang musafir dan menulis sajak:
Nyanyian Rindu Musafir Cinta
Berkelana mencari dari telapak ke ubun rambut
dari bulu kuduk ke palataran jiwa sanubari
Musafir berjalan berhenti dan berjalan lagi berhari-hari
Jelajahi belantara kata
agar temukan makna
Telusuri tiap mata air dan sungai-sungai
basahi pikiran dengan ilmu pengetahuan dan puaskan dahaga dengan pengalaman
Arungi samudera raya
belajar lagu gelombang
dan menyusuri pasir pantai
temukan irama dan syair
agar bisa menggubah
lagu realitas kehidupan
Musafir mengawal fajar pagi
sejak subuh dia menanti
berjalan menuntun cahaya fajar
nikmati sengat panas terik
setia mengantar senja berlalu
agar temukan nada cahaya
Lalu
sepanjang malam berjaga
bercakap dengan bintang
bercerita dengan purnama
dengarkan kidung gulita
ditemani angin sepoi
dari padang kering sepi
agar bisa paham suara
pesan sabda alam raya
tentang siapakah manusia
mengapa terlahir dalam semesta
Musafir saksikan tarian alam
dengan mata damba rasa
Musafir dengarkan sabda semesta
dengan telinga kasih cinta
Setiap jejak langkah kelana
telah dicatat jadi syair
terus dipilih nada-nada
agar jadi nyanyian rindu
jawaban pertanyaan kalbu
Musafir jelajahi misteri berkelana
Senandungkan cerita
keajaiban
alunkan lagu jawaban pertanyaan
“Siapakah aku ini
Apa makna misteri alam
Mengapa aku terlahir
Untuk apa aku musafir
dalam lembar tabir semesta”
Musafir miliki jemari profesional
‘menulis yang tidak terkatakan’
Musafir punya mata sakti
‘membaca yang tidak tertulis’.