MEMBALIK PIKIRAN

Beberapa tahun belakangan ini Anda mungkin seperti aku, sedang asyik-asyiknya menikmati hidup. Mau apa lagi? Usia sudah ‘bonus’, tanggungan tidak ada, dan khusus aku dan beberapa teman, sudah… single again.

Walaupun kehilangan pasangan hidup terasa jomplang, tentunya life must go on. Tanpa kewajiban mengurusi ‘pasien’, ringanlah kaki melangkah ke mana suka. Nonton dengan kelompok gila nonton, ke mal bersama penyuka belanja untuk sekedar cuci mata, makan bareng grup pencicip hidangan, etcetera.

Aku dan teman-temanku kaum grandma itu bukanlah berhura-hura a la remaja. Yang kami lakukan itu kami anggap wajar-wajar saja.  Kami sudah mengalami banyak asam garam kehidupan, baik yang susah maupun yang senang. Ibarat anak sekolah, kami sudah mengantongi ijazah. Kebetulan kami juga merasa klop dengan falsafah para bijak di WA  untuk kaum lansia yang menyarankan: bila ada kesempatan, nikmatilah; mau pergi, pergilah; mau makan, makanlah;  tidak usah mencampuri hidup anak, karena mereka punya urusan dan rezeki sendiri.  Dan seterusnya.

LALU,  OUT OF THE BLUE, BERTIUPLAH BADAI COVID-19. Hidup normal mendadak tamat. Syok…siapa tidak syok? 

Suatu malam, sendirian tanpa rencana besok mau ngapain,  aku merenung:  Kok bisa ya, aku hidup sampai sejauh ini, sampai sempat mengalami musibah sedahsyat  ini, yang memutar balikkan kehidupan segila ini?  

Aku bukan mau menafsirkan atau memaknai pandemi ini. Dan jauuuh dari mengritik upaya pemerintah. Bukan pula curhat.  Aku cukup tahu diri. Badai ini menyerang segala lapisan masyarakat dengan kesusahannya masing-masing: dari yang  terpapar penyakit ganas ini hingga yang kehilangan kerabat; dari yang kerja keras mempertaruhkan nyawa di RS rujukan hingga yang stres di rumah, dari yang terancam PHK hingga yang sulit melanjutkan hidup tanpa donasi dan bansos. Sedangkan yang kuhadapi, apalah….

Aku bukan mengasihani diri sendiri, bukan. Cuma sekedar merenung dan bertanya. Lama…pertanyaanku ini tidak berjawab.

Lalu aku mencoba membalik pikiran. Sembari membayangkan hari-hari ‘before Corona’ mendadak terlintas: untung juga  aku diberi karunia umur, sehingga keburu mengalami yang serba asyik,  tidak hanya kerja-kerja-kerja lalu bye-bye world? 

Lalu bingo! Surprise! Cling! Jawaban yang kucari nongol. Katanya:  “Kamu ini gimana sih. Yang Maha Kuasa telah berbaik hati padamu. Kamu telah mendapat DP hidup senang: punya banyak teman, leluasa cuci mata di mal ini-itu, bisa makan enak di sana-sini, bahkan juga pesiar sesekali. Dan itu SUDAH kamu nikmati. Sekarang saatnya kamu diam rumah.  Sudah, jangan banyak bertanya. Jalani saja.”  

Owalah…telak sekali jawaban hati nuraniku.  

Avatar photo

About Belinda Gunawan

Editor & Penulis Dwibahasa. Karya terbaru : buku anak dwibahasa Sahabat Selamanya.