Mendorong penggunaan produk dalam negeri.
Hal ini sejalan dengan permintaan Presiden Jokowi yang selalu menekankan gunakan produk dalam negeri. Perlu diketahui APBN kita tahun 2023 itu lebih dari Rp 3.000 triliun dan hampir Rp 750 triliun di antaranya bisa digunakan untuk belanja produk dalam negeri. Maka alokasi belanja ini, meski jangka pendek bisa menjadi sumber pertumbuhan ekonomi baru.
Penggunaan atau pembelian produk-produk dalam negeri tentu juga dapat menjadi strategi menghadapi resesi global dengan mendorong tingkat konsumsi masyarakat. Yang tentu berkaitan dengan kemampuan daya beli masyarakat, dengan menjaga nilai inflasi dan harga barang kebutuhan.
Sebagai contoh perlu diketahui negara Jepang mencatatkan kenaikan inflasi tertinggi dalam 40 tahun terakhir sejak februari 1982 yaitu sebesar 3.6%. Bank Jepang (BOJ) menyebut inflasi negara itu naik selama 14 bulan berturut-turut dan angka pada Oktober telah melampaui kenaikan 3 persen di bulan sebelumnya.
Menurut perusahaan analisis Teikoku Databank Ltd, harga sekitar 6.700 barang sehari-hari naik di bulan Oktober. Sementara harga makanan naik rata-rata 5,9 persen, disusul listrik 20,9 persen, dan gas 26,8 persen. Angka inflasi belakangan ini diperburuk oleh peningkatan harga energi dan yen yang melemah.
Hal demikian kemudian disikapi oleh masyarakat Jepang dengan mulai mengurangi pengeluaran secara drastis imbas dari harga barang dan jasa yang terus meroket di tengah hantaman inflasi negara itu. Namun kehati-hatian keuangan semacam itu telah membuat rumah tangga Jepang malah mengumpulkan aset sebesar Rp244 ribu triliun selama bertahun-tahun, dengan lebih dari setengahnya disimpan dalam tabungan.
Gaya hidup hemat ini yang kemudian membuat pemerintah sakit kepala, karena bisa bikin ekonomi nasional hampir mati. Pemerintah Jepang memberikan bantuan masing-masing senilai 100 ribu yen atau sekitar Rp12,5 juta untuk setiap anggota keluarga sebagai bagian dari program menggenjot konsumsi masyarakat. Tapi yang terjadi adalah, uang itu lebih banyak ditabung daripada untuk belanja.
Pemerintah Perdana Menteri Fumio Kishida telah membayar hampir Rp 244 triliun dalam bentuk bantuan langsung tunai kepada keluarga. Namun tidak seperti stimulus AS yang mengangkat belanja konsumen, dampaknya terlihat terbatas di Jepang, di mana rumah tangga lebih cenderung menyimpan uang atau membayar utang.
Meningkatkan konsumsi produk-produk lokal tentu sangat perlu memperhatikan tingkat daya beli masyarakat terhadap harga barang kebutuhan. Sehingga perputaran ekonomi domistik tetap terjaga dengan baik, yang akan berdampak menahan laju PHK akibat arus barang konsumsi.
Memperdalam sektor keuangan.
Untuk mendukung sumber-sumber ketahanan maka juga diperlukan percepatan proses penyusunan Undang-undang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (RUU PPSK). Mengingat sektor keuangan Indonesia masih sangat dangkal sementara industri ini menghadapi disrupsi teknologi yang massif. Reformasi sektor keuangan dengan meningkatkan lebih luas akses jasa keuangan. Dengan memperluas sumber pembiayaan jangka panjang akan meningkatkan daya saing dan efisiensi, serta meningkatkan perlindungan investor dan konsumen. Mengingat kondisi ekonomi Indonesia masih relatif lebih solid.
Transformasi ekonomi hijau.
Transformasi ini akan membuka banyak peluang baru dan untuk itu Indonesia tidak lagi ragu dalam berkomitmen terhadap agenda perubahan iklim, di mana Indonesia berkomitmen menuju Net Zero Emission pada 2060 atau lebih cepat dari tahun itu.
Ada dua hal yang harus dilakukan, yaitu mengurangi penggunaan energi fosil dan bersamaan dengan itu membangun pembangkit energi terbarukan. Pada pertemuan G20 Kementerian Koperasi dan UMK atau KemenKopUKM membahas tentang transisi usaha menuju ekonomi hijau yang dapat memberikan peluang bisnis yang besar.
Merujuk Studi dari World Economic Forum 2020, di mana estimasi transisi ke ekonomi hijau dapat menghasilkan peluang bisnis senilai USD 10 triliun dan membuka 395 juta lapangan pekerjaan pada tahun 2030 nanti.
Sementara ini banyak bisnis yang enggan mengadopsi ekonomi hijau. Hal ini, karena ekonomi hijau dipandang sebagai masalah teknis yang rumit dengan biaya produksi yang tinggi.
Karena ini peran penting UMKM dalam mendorong agenda ekonomi hijau bertujuan supaya lebih banyak melakukan investasi untuk bisnis yang mengadopsi praktik tersebut.
Ekonomi hijau tidak hanya akan memberikan pemulihan ekonomi dan lapangan pekerjaan. Selain itu, ekonomi hijau akan dapat membantu memajukan tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs).
Partai Perindo dalam hal ini tentu mengajak kepada seluruh lapisan masyarakat untuk bergabung bersama menyatukan kekuatan dengan segala daya upaya diberbagai bidang, berjuang untuk mewujudkan masa depan lebih baik bagi bangsa dan negara Indonesia untuk kita dan mewariskan kepada generasi muda penerus perjuangan.
Penulis : Jeannie Latumahina
Ketua Umum Relawan Perempuan dan Anak Perindo
Bahaya Menikmati Polarisasi Identitas Menuju 2024
Menghadapi Ancaman Gelombang PHK
Jangan Abaikan Stres: Sekuat Apa pun Badan Bisa Tumbang Juga