Seide.id – Tadi pagi saya mendengar lagu “All Of Me” yang diposting sahabat lama Shinta Miranda di akun media sosialnya. Karena videonya memperlihatkan banyak penonton menangis, penasaran saya menyimak liriknya beberapa kali, dan menghayati lagunya, serta ekspresi penyanyinya, lalu saya terinpirasi untuk menulis ini. Saya kira ini sudah sebuah puisi tersendiri. Puisi kehidupan.
Saya bisa terinpirasi menulis puisi dari sebuah lagu yang menyentuh. Kali ini saya ingin menuliskan terinspirasinya sebagai sebuah esay.
“I give you all of me”, kalau dihayati lirik, nada, dan bagaimana kalimat ini dimusikkan, betapa indah terasa manakala dunia semakin kekurangan orang yang tulus memberi. Memberi apa saja. Sekadar memberi sepucuk senyuman saja pun, sekadar tepukan di pundak untuk orang kecil saja pun, sekadar sapaan dan masih sudi tetap menyapa teman dan sahabat lama, keep in touch, sesuatu yang orang-orang semakin butuhkan sekarang ini.
Bukan harus punya spiritualitas tinggi dulu untuk meniscayai keindahan memberi. Bukan harus menjadi orang baik dulu. Betapa penting kebaikan dalam hidup. Maka menjadi penting membentuk kepribadian setiap anak menjadi insan kamil.
Kunci bangsa besar tumbuh dari macam apa pendidikan anak bangsa disemai. Pentingnya pendidikan sekolah perdana ketika anak masih selembar kertas putih, “tabula rasa” tergantung seperti apa pendidikan (di rumah dan di sekolah) mewarnai watak anak yang akan terbentuk. Termasuk menanamkan nilai kebaikan, bukan saja dari ranah Agama, melainkan juga ranah bagaimana anak tumbuh berbudi, dan berpekerti. Setahu saya inti tujuan mendidik itu menciptakan insan beradab.
Apa yang bisa ditanamkan lebih dari nilai Pancasila terangkum dalam yang diungkap J. Scott, psikiater, bahwa untuk menjadi insan luhur anak perlu ditanamkan empat fondasi sebagai tonggak “hidup berdisiplin”, yakni berkemampuan (1) menjunjung tinggi kebenaran; (2) menerima tanggung jawab; (3) menunda kepuasan; (4) hidup seimbang dunia-akhirat.
Sekolah Canisius yang saya tahu, mewajibkan setiap murid yang baru diterima untuk menuliskan dengan tangannya sendiri ikrar tidak menyontek dengan meterai. Hukuman terhadap menyontek dikeluarkan dari sekolah. Ini bagian dari implementasi mendisiplinkan nilai menjunjung tinggi kebenaran.
Juga menanamkan sikap patriot kalau selalu mau siap menerima tanggung jawab apabila berbuat kekeliruan atau kesalahan. Nilai menunda kepuasan berarti bekerja keras, mendahulukan yang prioritas, ketimbang yang tidak penting. Membuat PR dulu, baru bermain, contoh kunci anak yang kelak sukses. Sedangkan nilai hidup seimbang dunia-akhirat supaya hidup tidak hanya menjadi mesin pencetak uang, dan sekarang terbukti bahwa uang bukan lagi segalanya, indeks happiness bangsa yang kaya raya justru tidak sebaik negara sederhana. Target hidup bangsa-bangsa di dunia kiwari ialah bagaimana supaya semua rakyatnya merasa happy.
Rasa bahagia itu juga tumbuh dari sikap memberi. Bukan harus punya iman tinggi, dan spiritualitas luhur supaya mampu bersikap memberi, karena bangsa tak beragama pun, bisa berbuat kebaikan dalam hidupnya melebihi bangsa berlabelkan beragama.
Berbuat baik ialah persepsi dalam hidup, way of life yang dibentuk oleh pendidikan sehingga membuahkan kepuasan batin, ada kerinduan, dan menjadi semacam candu, nikmatnya dalam memberi. Dan candu itu ternyata mengalir dalam hormon-hormon di dalam tubuh orang yang memberi. Dalam hal memberi apa saja.
Memberi pelukan, kecupan, dekapan meninggikan hormon dopamine dalam darah, sehingga mekar perasaan puas, perasaan indah, yang mendukung rasa berbahagia. Hormon oxytocin meninggi dalam darah bila kita memikirkan orang lain (thinks for other), berbagi kepada semakin banyak orang, dan hormon serotonin meninggi dalam darah apabila kita memberi dalam arti sebenarnya, memberikan yang kita miliki, bahkan “give you all of me”. Betapa luhur dan mulianya, sebagaimana orang yang hidupnya tidak berkecukupan namun memberikan sepuluh rupiah seluruh miliknya, ketimbang yang memberikan sejuta rupiah padahal dari triliunan rupiah kekayaannya. “I give you all of me”
Terakhir hormon kebahagiaan endorphin kita mengalir deras dalam darah apabila kita mengerjakan tiga hal, yakni banyak tertawa, rutin bergerak badan, dan rajin hubungan seks.
Berbuat kebaikan bukan saja membahagiakan pihak yang diberi, melainkan juga membahagiakan diri kita sendiri. Keempat jenis hormon sebagaimana sudah disebut di atas, yakni dopamine, oxytocin, serotonin, dan endorphin, yang bikin kita berbahagia, bila meninggi dalam darah, buah dari sikap memberi.
Termasuk hormon endorphin sendiri, yang dijuluki sebagai “hormon kebahagiaan” yang terus meninggi selain dengan cara tertawa dan berolahraga, juga bila aktif melakukan hubungan seks. Itu berarti kalau Anda lagi malas berhubungan seks, pilih tertawa saja, hasilnya akan sama.
Salam sehat,
Dr Handrawan Nadesul