Salman Rusdhie pastilah penulis heibat. Di tengah ancaman dari para pembunuh fanatik agama, ia masih sempat menulis beberapa judul. Masih memberi kuliah sastra di berbagai kampus. Sementara itu, ia harus lari ke berbagai negara, bersembunyi dari ancaman pembunuhan.
Namun ancaman kali ini berhasil. Saat akan ceramah di Amerika, dua hari lalu, seorang penonton menerjang ke panggung dan menghujamkan belati ke tubuh Rusdhie berkali-kali, bertubi-tubi. Penusuknya, anak muda, usia 24 tahun, yang dikenal sebagai pemuda Islam fanatik asal lebanon.
Ayat Ayat Setan
Hadi Matar, 24 tahun, dituduh berlari ke atas panggung dan menikam Rushdie setidaknya 10 kali di wajah, leher dan perut. Kemungkinan besar, Salman Rusdhie tak akan muncl di depan umum dalam waktu dekat. Kabar baiknya, ia kini sudah selamat berkat perawatan dan tindakan cepat para dokter ahli. Banyak orang mengutuk media resmi Iran dengan mengatakan mata Rusdhie sudah dibutakan dengan ditusuk belati. “ Satu mata setan telah dibutakan”. Media itu halu dan berbohong.
Banyak orang tetap mengincar dia dan menginginkan penulis ini mati mengenaskan. Itu akibat Salman Rusdhie, seorang penganut Islam, menulis buku berjudul The Satanic Verses ( Ayat Ayat Setan) yang menyinggung nama perempuan isteri Kanjeng Nabi Muhammad, junjungan umat Islam. Buku itu dianggap menista Islam.
Lebih dari 20 tahun lalu, Ayatollah Ruhollah Khomeini memberi perintah keras untuk memburu dan membunh Salman Rusdhie, sang penulius. Dua puluh tahun berlalu dan orang tak pernah melupakan dendam yang tak berdasar dan tak ada ujung pangkalnya ini.
Sekarang, Salman Rusdhie telah berhasil disentuh. Bisa jadi, para pemburu dan pendendam itu, kini cukup puas dapat merobohkan sang penulis dengan telak. Tapi mengapa memburu seorang penulis dengan kisahnya yang luar biasa ? Agama !
Sekedar Novel
Salman Rusdhie, 75 tahun, merupakan penulis produktif asal Mumbai. Banyak bukunya sangat terkenal dan sukses. Novel keduanya Midnight’s Children (Anak-Anak Tengah Malam), meraih Booker Prize pada 1981. Buku-buku Rushdie lain mencakup novel untuk anak-anak Haroun and the Sea of Stories(1990), buku tentang esai, Imaginary Homelands (1991). Kemudian novel, East, West (1994), The Moor’s Last Sigh (1995), The Ground Beneath Her Feet (1999), dan Fury (2001).
Namun novel keempatnya, The Satanic Verses (Ayat-ayat Setan), yang diterbitkan pada 1988 adalah karya Rushdie paling kontroversial. Ia memperoleh vonis mati dari pemimpin Islam Ayatollah Ruhollah Khomeini sejak tahun 80an. Bukunya dianggap menghina Islam dan berbahaya. Buku itu dituduh bisa menyurutkan iman Islam. Untuk itulah ia diburu. Sementara sang penulis sendiri, sudah mengakui dirinya kini seorang atheis garis keras.
Tak hanya Rusdhie yang diburu. Beberapa penerjemah buku The Satanic Verses juga diancam pembunuhan. Penerjemah Hitoshi Igarashi dari Jepang, yang bekerja sebagai asisten profesor perbandingan budaya, ditusuk beberapa kali di luar kantornya di Universitas Tsukuba. Ia meninggal mengenaskan. Penerjemah lain di Italia juga ditusuk namun berhasil diselamatkan.
Bukan Karya Ilmiah
The Satanic Verses alias Ayat-Ayat Setan, dipuji sejumlah pihak dan memenangkan penghargaan Whitbread, adalah sebuah novel belaka. Fiksi. Karangan. Jauh dari karya ilmiah. Novel seperti itu, sebenarnya tak bisa dijadikan dalil. Bukan sebuah kebenaran. Apalagi sebuah kepercayaan. Buku ini,” The Satanic Verses”, tak jauh berbeda dengan karya Dan Brown, The Da Vinci Code. Buku yang berceritera tentang konspirasi jahat dalam gereja. Buku ini disukai umat Islam karena menyudutkan gereja Katolik. Ketika dibuata film, mat Katolik nyaris marah, namun diingatkan, bahwa itu adalah novel. Kemarahan mereda.
Tidak ada bedanya antara The Da Vinci Code dan The Satanic Verses. Semua berlatar agama, sama-sama mencari sesuatu. Sesuatu yang misteri. Juga histeris. Dua-duanya, novel penuh ketegangan. Sama-sama bukan buku agama, tapi pengikut agama mempercaya itu sebagai sebuah kebenaran. Sebab menyangkut agama mereka. Buku itu jelas novel. Novel yang sama-sama tak berkaitan dengan kepercayaan atau agama. Apalagi ada hubungannya dengan Kitab Suci.
Penulis Heibat
Bahwa sebuah novel disinggungkan dengan sejarah, deretan data dengan banyak ragam bangunan cerita, itulah salah satu kelebihan penulis novel. Penulis memiliki versi sendiri yang ingin meyakinkan pembaca untuk percaya setiap cerita yang dibangunnya. Melalui data dan sejarah yang dikenal manusia, mereka percaya hal itu sebagai sebuah kebenaran. Padahal bukan.
Karena novel, kedua buku menghebohkan itu adalah karya fiksi. Bukan karya ilmiah. Baik The Da Vinci Code dan The Satanic Verses, keduanya bukan buku ilmiah atau buku agama. Anehnya, dipercaya sebagai kejadian benar. Itu bukti bahwa dua penulis itu heibat. Luar biasa. Dan banyak penulis seperti itu.
Sebuah karya tulis seperti novel The Satanic Verses atau The Da Vinci Code, jika menyinggung sekelompok manusia atau pribadi, mestinya bisa disanggah dengan karya kreataif lain, dengan tulisan atau buku tersendiri, sehingga menjadi kreatif dan berkualitas. Bukan dengan membunuh. Jika orang tak menyukai karya penulis, lalu membunuh, selain picik, barbar, dunia akan kehilangan penulis berbakat dan heibat.
Bahwa kedua novel itu begitu dipercaya masing-masing agama, itu cerita lain. Orang agama sering senang melihat agama lain menderita atau dijadikan olok-olok. Namun jika hal itu berkaitan dengan agamanya, orang bisa berbuat sesuatu yang berlebihan dan tidak pantas. Padahal itu hanyalah novel.
BACA LAINNYA
Salman Rushdie, Penulis novel ‘Ayat-Ayat Setan’ Ditikam di Atas Panggung