Menulis menjadi bagian penting dari hidup Akhmad Sekhu. Sastrawan yang juga dikenal sebagai wartawan itu merintis menjadi seorang penulis sejak kelas 4 di SD Negeri 03 desa Jatibogor, Suradadi, Tegal. Sudah sekitar 30 tahun lebih. Ia masih tetap semangat berkarya.
Seide.id – Wartawan dan sastrawan menjadi profesi yang berkelindan. Sederet nama besar, Mochtar Lubis, Rosihan Anwar, Mahbub Djunaidi juga Arswendo Atmowiloto, Goenawan Mohamad, Putu Wijaya, Putu Setia, Bondan Winarno, Noorca M. Massardi, Seno Gumira Ajidarma, dan Laila S Chudori, juga dikenal sebagai penulis karya sastra.
Demikian pula lah yang ditempuh oleh Akhmad Sekhu. Selain rajin meliput kegiatan seni dan hiburan, sebagai wartawan, jurnalis asal Tegal inijuga menulis berbagai karya fiksi, khususnya puisi, cerpen, novel, esai sastra-budaya, resensi buku, artikel arsitektur-kota, kupasan film, telaah tentang televisi di berbagai media massa.
Lahir di Tegal, 27 Mei 1971 itu Sekhu menerangkan, puisi merupakan ungkapan dari pikiran, perasaan, dan imajinasinya. “Sudah ‘mendarah daging’, “ terangnya. “Sepanjang hidup saya selalu dipenuhi puisi, “ ungkap Pemenang Favorit Sayembara Mengarang Puisi Teroka-Indonesiana 100 Tahun Chairil Anwar (2022) ini.
Jejak proses kreatif Akhmad Sekhu dalam menulis puisi bisa dikatakan mewarnai masa-masa indah di sekolah, mulai dari SD Negeri 03 desa Jatibogor, Suradadi, Tegal. Kemudian, SMP N 2 Kramat dan SMA Pancasakti Tegal.
“Masa-masa sekolah itu ‘kawah candradimuka’, pengemblengan dan pencarian jati diri. Sungguh saya bersyukur bisa menyalurkan bakat dan kemampuan dengan puisi, “ tuturnya penuh rasa syukur.
Lulus SMA, Akhmad Sekhu melanjutkan kuliah ke Kota Budaya Yogyakarta, mulai kuliah di LPK Prisma Asri Yogyakarta, hingga berlanjut kuliah di Universitas Widya Mataram Yogyakarta. Dari sini, saya semakin semangat mengirim puisi ke berbagai media massa, baik daerah maupun pusat. “Alhamdulillah, puisi saya yang berjudul Gelombang Ramadhan memenangkan Lomba Cipta Puisi Perguruan Tinggi se-Yogyakarta (1999). Dari situ, saya dapat berkah berupa beasiswa dari kampus tempat saya kuliah, “ tuturnya selalu bersyukur.
Karya karya fiksinya nya yang sudah diterbitkan, Penyeberangan ke Masa Depan (1997), Cakrawala Menjelang (2000), Memo Kemanusiaan (manuskrip). Novelnya: Jejak Gelisah (2005), Chemistry (2018), Pocinta (2021).
Namanya masuk dalam Bibliografi Sastra Indonesia (2000), Leksikon Susastra Indonesia (2001), Buku Pintar Sastra Indonesia (2001), Leksikon Sastra Jakarta (2003), Ensiklopedi Sastra Indonesia (2004), Gerbong Sastrawan Tegal (2016), Apa dan Siapa Penyair Indonesia (2017).
TERBARU, PN Balai Pustaka, penerbit negara yang menghadirkan karya sastra bermutu dan terpilih, menerbitkan buku kumpulan puisinya, yang berjudul ‘Memo Kemanusiaan’ sebagai buku kumpulan puisinya yang ketiga. Dia merasa bangga, karyanya dipih Balai Pustaka. “Penerbit yang sangat bersejarah di Indonesia, berdiri sejak tahun 1917 jadi sudah satu abad lebih, “ paparnya.
Kumpulan puisi Memo Kemanusiaan memuat sekitar 101 karya yang beragam tema, mulai dari Pandemi Covid-19, kecintaan pada negeri, sosok-sosok orang yang menginspirasi, gelombang urban, fantasia sinema, puisi-puisi religius, puisi-puisi hujan, puisi-puisi pengantin melati, romantika keluarga, puisi-puisi ibu dan puisi-puisi yang dipersembahkan untuk kampung halaman, dll.
Sebelumnya, Akhmad Sekhu menerbitkan buku Penyeberangan ke Masa Depan’ (1997). Kemudian, Cakrawala Menjelang yang terbit tahun 2000 dengan kata pengantar DR. Faruk HT, Prof. DR. Suminto A. Sayuti, Prof. DR. Rachmat Djoko Pradopo, dan mendapat sambutan khusus dari Sri Sultan Hamengku Buwono X.
“Karena puisi, saya bisa bertemu langsung dengan Sri Sultan Hamengku Buwono X, yang secara khusus mengundang saya untuk bicara empat mata. Sebuah kehormatan bagi saya mendapat sambutan khusus dari beliau,” ungkapnya mantap.
Buku puisi Memo Kemanusiaan mendapat sambutan dari berbagai kalangan. Dipersiapkan lama, buku puisi itu mendapat sambutan dari jurnalis senior Bens Leo (alm) dan bintang film, Cinta Laura Kiehl, serta penyanyi senior Titiek Puspa.
Akhmad Sekhu menyampaikan buku puisi ‘Memo Kemanusiaan’ ini menyiratkan sikap universal untuk memperlakukan manusia sesuai dengan hakikat manusia yang bersifat manusiawi.
“Puisi-puisi yang terkandung nilai-nilai kemanusiaan (human values) terdiri dari kebenaran, kebajikan, kedamaian, kasih sayang dan tanpa kekerasan, yang merupakan nilai-nilai yang sangat relevan dari zaman dulu sampai sekarang, “ kata Akhmad Sekhu sumringah. – dms