Foto : Placidplace/Pixabay
Kehidupan yang harmonis damai adalah kebutuhan kodrati manusia dimana pun. Karena dalam suasana itulah upaya membangun harkat martabat kemanusiaan bisa dilakukan. Harmoni damai dalam keluarga, komunitas suku budaya, wilayah pulau, bangsa dan negara serta antar bangsa negara di dunia. Namun, karena berbagai alasan, maka fakta sejarah dan kehidupan hingga zaman ini masih ada permusuhan dan konflik, pertikaian dan tindak kekerasan, radikalisme dan terorisme, serta masih ada perang dimana-mana. Terakhir ada perang antara Rusia dan Ukraina, yang bisa memicu Perang Dunia III.
Dalam upaya membangun harmoni damai itu, saya tertarik menulis tentang dua pemimpin yang ada saat ini, Presiden Haji Ir. Joko Widodo dari NKRI dan Paus Fransiskus, Pemimpin Gereja Katolik – Kepala Negara Vatikan.
Tentang Presiden Jokowi
Beliau adalah pemimpin bangsa dan negara Indonesia, dipilih oleh rakyat melalui Pemilu, dan sekarang sedang menjalankan tugas kenegaraan sesuai permintaan undang-undang.
Program pembangunan untuk bangsa sudah dijalankan pada periode masa jabatan pertama, lalu terpilih kembali untuk periode kedua. Banyak upaya membangun bangsa, dan dikenal dengan gaya blusukannya dan motonya, “kerja-kerja-kerja”.
Presiden Jokowi adalah pemimpin yang paling banyak meninggalkan Istana Negara untuk mengunjungi berbagai pelosok tanah air, agar bisa bertemu rakyat, melihat dan mendengar suka duka masyarakat dan bekerja untuk membangun kesejahteraan. Banyak wilayah yang tertinggal dan terluar, sering didatangi Beliau, seperti propinsi Papua dan NTT, agar bisa melakukan upaya pembangunan. Lalu, ketika ada bencana, Beliau langsung turun ke lokasi, bertemu rakyat yang menjadi korban, menginap di pengungsian, lalu bersama kabinetnya mencari solusi.
Presiden Jokowi memang bukan dewa, bukan manusia super, dan Beliau masih punya banyak keterbatasan. Namun, dalam keterbatasan itulah, Beliau memberikan yang terbaik dengan kerja nyata dan kehadiran langsung. Terlebih hadir ke tengah rakyat yang menderita dan membutuhkan, sebagai pemimpin, penerima mandat dan pelayan rakyat, seorang ayah kepada anak-anak nya.
Dalam relasi dengan berbagai negara di dunia, Presiden Jokowi terlibat aktif membangun perdamaian dunia, dengan keterlibatan di PBB, G7, G20 serta relasi bilateral dengan berbagai negara dan organisasi dunia. Kepentingan negara Indonesia dan prinsip politik bebas aktif – non blok menjadi pegangannya dalam berbagai relasi kerjasama.
Catatan beberapa waktu terakhir, Beliau menerima tugas sebagai Presiden G20 di Italia, bulan lalu Beliau ke Amerika menghadiri pertemuan PBB, lalu dalam pekan terakhir ke Jerman menghadiri KTT G7, yang adalah juga anggota G20.
Dalam kesempatan itu, Beliau adakan pembicaraan bilateral dengan beberapa Kepala Negara untuk aneka kerjasama. Namun, kepentingan lebih besar G20 dibicarakan juga, apalagi tentang masalah perdamaian dunia.
Presiden Jokowi membuat keputusan istimewa, membawa jiwa Merah Putih dan nafas Pancasila, atas nama bangsa dan NKRI untuk melakukan misi perdamaian ke negara Ukraina dan negara Rusia. Semua dipersiapkan para menteri, dan kunjungan istimewa itu dilakukan. Ada harapan, agar misi perdamaian tercapai. Sebagai Presiden NKRI dan juga Presiden G20, datang menemui Presiden Putin dan Presiden Zelenskyy, Beliau mengundang kehadiran mereka di KTT G20 nanti di Bali, sekaligus mendialogkan gencatan senjata serta penghentian perang. Sebuah kerja nyata untuk membangun harmoni damai dunia.
Mendambakan Aksi Paus Fransiskus
Dari kenyataan yang dilakukan Presiden Jokowi, saya sebagai orang Katholik mendambakan peran tindakan lebih dari Paus Fransiskus. Paus sebagai pemimpin Gereja Katholik, sekaligus Kepala Negara Vatikan.
Dalam urisan Rohani internal Gereja Katholik, ya semua jelas beliau sudah dan sedang lakukan. Namun, ada dambaan dan harapan lebih, sebagai umat Katholik yang ada di kampung pelosok NKRI. Semoga Paus berbuat lebih, untuk membangun harmoni damai bagi manusia, karena Beliau pemimpin Rohani sekaligus Kepala Negara.
Ada berita, Paus diundang datang mengunjungi Indonesia demi menyaksikan toleransi. Pikiran saya, Beliau setelah kunjungan protokoler, kiranya akan mengunjungi pesantren di Jawa Barat, Candi Borobudur, Pesantren di Jawa Timur, ke Bumi Borneo Tanah Dayak, ke Bali dan secara istimewa ke Papua. Paus bisa saksikan Bhineka Tunggal Ika sebagai rahim toleransi Indonesia, dan membawa damai bagi lara derita masyarakat Papua.
Ketika ada konflik sosial di Amerika Latin, Paus yang sungguh mengenal daerah asalnya, akan tergerak segera hadir mengunjungi umatnya dan bertemu para Kepala Negara untuk bersama mendialogkan berbagai jalan keluar. Usaha untuk mengentaskan kemiskinan, membangun kesejahteraan dan keadilan demi tercipta harmoni damai. Jadi, bukan hanya himbauan, Surat Gembala dan Doa dari Istana Vatikan.
Sebuah apresiasi istimewa, ketika Paus berkunjung ke Tanah Arab, melawat dan berdialog dengan sejumlah pemimpin negara, sebagai perjalanan napak tilas sejarah iman, sekaligus upaya membangun harmoni damai di Timur Tengah, yang mayoritas Negara muslim. Apresiasi juga ketika menyaksikan Paus mendatangi pengungsi dari berbagai wilayah konflik dunia, yang pergi ke wilayah Eropa, khususnya Italia.
Paus peduli dan hadir di tengah letih lesu beban berat para pengungsi. Kehadiran dan seruan Paus, menurut saya, adalah doa hidup yang dibutuhkan demi atasi masalah, dan membangun harmoni damai, sebuah keberpihakan kepada kemanusiaan hakiki.
Ada dambaan dan pikiran untuk kunjungan Paus Fransiskus ke wilayah Afrika. Kehadiran dan doa seorang pemimpin Rohani; ketika ada pastor dibunuh di Nigeria, Suster dibunuh di Haiti, umat tertembak saat sedang perayaan Ekaristi. Masih banyak konflik, kekerasan bersenjata dan fakta tidak damai. Disana, kiranya Beliau bisa berdialog dengan para pemimpin lokal untuk berbagai upaya mengatasi kekerasan, radikalisme dan terorisme. Dan secara internal, dalam doa bersama umat Gereja Katholik yang sedang trauma, para korban didoakan dan langsung diumumkan sebagai martir iman. Doa dan penegasan itu kiranya menjadi obat rohani, bukan saja untuk umat, domba yang sedang diserang serigala; tetapi sekaligus sebagai Pewartaan bagi dunia, bahwa seorang gembala hadir di tengah duka lara dombanya. Paus mewartakan bahwa Cinta Kasih adalah prinsip hidup dan ladang subur untuk harkat martabat kehidupan yang harmoni damai. Paus hadir di tengah dombanya, bukan saja doa dan pernyataan kegembalaan.
Paus Fransiskus, Perang Dunia dan Keselamatan Manusia Sedunia
Tentang kasus perang Rusia dan Ukraina, serta para pihak yang menjadi sekutu di balik kedua negara. Saya pernah menulis sajak sebagai Surat untuk Paus. Isinya adalah dambaan dan pikiran sebagai umat Katholik dari pelosok Indonesia. Bahwa Paus Fransiskus, dalam kapasitas sebagai Pemimpin Rohani sekaligus Kepala Negara, maka akan ada peluang sangat besar berdialog dengan banyak kepala negara. Bisa dengan minum.kopi bersama atau jamuan makan malam. Entah mengundang ke Vatikan atau langsung mendatangi negara yang bertikai. Bukan saja dengan doa dan pernyataan pers dari Istana Vatikan, namun terutama kehadiran dirinya untuk datangi langsung. Paus, bukan saja jalan kaki ke kedutaan Rusia di Vatikan, tetapi terutama telepon Presiden serta mau datang ke Rusia dan Ukraina untuk menemunya. Lalu, Paus datangi para pemimpin Negara di Eropa, Arab, China, Jepang, India dan Amerika, agar bisa berdialog untuk berbagai solusi harmoni damai bagi dunia, demi keselamatan kehidupan umat manusia. Manusia di dunia membutuhkannya saat ini.
Persoalan mendasar dan paling urgen adalah akibat perang dan korban nyawa manusia, lalu terbuka peluang menjadi perang dunia ketiga dengan segala akibat buruknya bagi keselamatan semua manusia. Ancaman Perang Dunia 3, dengan senjata mutakhir zaman now. Apakah lebih baik berdoa dan menangis setelah hancur alam dan kehidupan, ataukah mencegah perang dengan kapasitas istimewa Paus, sebagai Pemimpin Rohani dan Kepala Negara? Doa penting dan sangat diperlukan, tetapi kehadiran dan perjumpaan untuk dialog adalah paling penting.
Apa pun resikonya, karena Paus Fransiskus berjalan dan hadir dalam nama Tuhan Yesus Kristus, Raja Semesta Alam. Maka, bukan argumentasi politis dan rasional, tetapi yang utama adalah alasan mandat dan tujuan Perintah Cinta Kasih Kristus, Sang Putera Allah.
Hemat saya, dalam kapasitas Paus Fransiskus, sangat mungkin untuk melakukan kunjungan dan kehadiran bertemu dengan berbagai kepala negara dunia tersebut. Beliau adalah tokoh pemimpin Rohani. Maka tidak menjadi kecemasan khusus secara ekonomi dan politik bagi negara lain. Kunjungan dan kepentingan Paus, bukan invasi wilayah kekuasaan dan ekonomi Negara Vatikan. Tetapi, dengan pengaruhnya, kehadiran Paus justru menjadi kekuatan non blok bagi semua negara, untuk memegang teguh prinsip keselamatan harkat kehidupan bagi semua manusia lintas negara. Kepentingan utama Beliau adalah jaminan harmoni damai, menjadi keharusan bagi semua negara. Posisi dan peran yang istimewa inilah yang menjadi pikiran dan dambaan sebagai orang kecil, umat Katholik dari pelosok di wilayah NKRI.
Pertanyaan Reflektif
Jika Presidenku Joko Widodo dari Indonesia, bisa datang ke Rusia dan Ukraina, mengapa Paus Fransiskus tidak bisa?
Apakah jarak Vatikan ke Rusia dan Ukraina lebih jauh dari Indonesia, atau memang Paus Fransiskus tidak mau? Ataukah Paus berpihak kepada negara tertentu dan mempersalahkan yang lain, atau Paus hanya cari posisi aman pribadi?
Lebih lanjut, dengan leterbatasan pengetahuanku, muncul pertanyaan lain. Presiden Jokowi, membawa Ibu Iriana Jokowi dan rombongan adalah pejabat publik. Jabatan politik mereka terbatas waktu, selesai masa tugas, ya kembali ke keluarga. Untuk apa berani menerobos arena perang, demi bertemu kedua Presiden dan mendialogkan, mengupayakan gencatan senjata dan berhenti perang? Sebuah keputusan berani, dan jika terjadi resiko fatal – mereka tertembak, ya bagimana pertimbangan akan anak cucu yang masih membutuhkan mereka semua. Apa yang mereka cari, ingin kaya, tambah jabatan politik dan terkenal ?
Sebaliknya, Paus Fransiskus, yang jelas pemimpin rohani, jarak dekat, tugas utamanya untuk membawa cinta kasih Allah ke tengah dunia. Pilihan hidupnya sampai mati, imam dan uskup, mengapa tidak datang ke Rusia dan Ukraina, jugabke Afrika dan Amerika Latin? Teringat perjalanan Paus Yohanes Paulus II, kiranya Paus Fransiskus juga adalah penerus tugas kegembalaan Petrus, dalam nama Yesus Kristus, Sang Kepala Gereja dan Pemilik Umat Allah. Mengapa Paus Fransiskus tidak ke Rusia dan Ukraina ?
Dalam Injil, Yesus Kristus, Sang Gembala, hambanya para hamba, berani datangi rumah Zakeus, sang pemungut cukai. Yesus meminta para rasul memberi orang banyak makan, dari apa yang ada pada para rasul, bukan mengusir pulang. Yesus datang ke tempat orang yang sakit dan kedukaan, bukan bersabda dari jauh. Yesus datangi rumah Zairus dan rumah Lazarus yang sudah dikubur. Lalu, anak Zairus sembuh, dan Lazarus bangkit.
Hemat saya dan dambaan sebagai umat pelosok, bahwa Paus Fransiskus bukan saja doa dan pernyataan himbauan dari Istana Vatikan. Tetapi terutama adalah datangi para pemimpin dunia, berdialog dan mencari solusi harmoni damai bagi kehidupan manusia. Jika Tuhan Yesus – Sang Gembala Agung, bisa datangi yang menderita, mengapa Paus, penerus tugas kegembalaan Yesus, tidak berlaku demikian? Yang dibutuhkan mendesak manusia dunia saat ini adalah Kehadiran di tengah umat yang sedang duka lara dan menangis tak berdaya, untuk memberi peneguhan dan kesembuhan bathin; agar umat bangkit dari keterpurukan. Juga agar para pemimpin negara yang sedang pusing, panik dan berkeras hati, bisa mengalami hadirnya seorang Pemimpin netral. Mereka pun membutuhkan seorang saudara yang memberikan pencerahan dan ketenangan, untuk bisa memutuskan secara bijaksana.
Jika ada kondisi terburuk, Paus diusir oleh para pemimpin negara yang dikunjungi, atau rencana kunjungannya ditolak, atau saat Paus berkunjung di daerah perang dan terkena peluru nyasar, sehingga terluka atau mati. Ya, itulah berkat bagi Paus dalam tugas panggilannya sebagai utusan Yesus Kristus. Paus bukan pimpinan politik dan konglomerat yang harus takut mati, atau kalkulasi hitung untung ruginya. Banyak martir sudah mengalaminya dan memberi contoh, termasuk para Pastor Suster dan umat yang terbunuh, atau Uskup Oscar Romero di San Salvador.
Mungkin ini hanya sebuah pikiran konyol dan dambaan picik dari seorang Katholik di kampung pelosok Indonesia. Sekali lagi kuulangi tanya dalam permenunganku. Jika Presiden Jokowi bisa, mengapa Paus Fransiskus tidak bisa berbuat lebih untuk membangun harmoni damai bagi keselamatan hidup manusia di dunia; khususnya ke Rusia dan Ukraina, serta ke Afrika, Amerika Latin dan Timur Tengah, secara terus menerus?. Semoga.
Simply da Flores
Harmony Institute
Memahami Perjuangan Kaum Perempuan – Menulis Kehidupan 182
Menelisik Relasi Pemimpin dan Rakyat, Menulis Kehidupan -174