Oleh Muhamad Abdulkadir M
Keduanya memiliki kemampuan cukup setara untuk mengelola basis data bibliografi. Keduanya bisa secara otomatis mengambil data dari halaman abstrak dari hampir semua jurnal yang ada di dunia.
Mendeley dibuat oleh Elsevier, suatu lembaga bisnis yang a.l. menerbitkan banyak jurnal ilmiah. Zotero lahir di suatu universitas, lalu melepaskan diri untuk menjadi lembaga nirlaba yang tidak terkait dengan penerbit manapun.
Karena lahir dari lembaga komersial, sejak awal saya tidak memilih Mendeley. Sejauh ini saya yakin, Mendeley banyak digunakan, lebih karena Elsevier lebih agresif memperkenalkannya ke komunitas ilmiah. Seperti juga Scopus lebih terkenal di Indonesia karena Elsevier Singapura lebih agresif datang ke Indonesia.
Teman-teman tentu boleh lebih memilih Mendeley dibanding Zotero, dengan alasan yang tentu masuk akal. Pilihan saya malah tidak dengan uraian yang panjang-lebar tentang kelebihan Zotero, melainkan lebih karena dukungan saya terhadap Open Science, FLOSS (Free/Libre & Open Source Software), dan gerakan keterbukaan lainnya.
Hari ini, saya baru mengecek, ternyata “Mendeley does not support Google Docs”, sedangkan saya temukan tulisan tentang “Zotero’s powerful Google Docs support”. Dengan informasi ini, walau mungkin tidak berarti bagi mereka yang tidak menggunakan Google Docs, baik untuk sendiri atau untuk collaborative editing, saya menjadi lebih terdorong untuk menulis tentang Mendeley vs. Zotero.